Note to Self: Kekuatan Kata-Kata

Konten Media Partner
1 Februari 2020 13:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Note to Self: sebuah catatan pengingat untuk diri di sela rutinitas sehari-hari | Photo by Pexels/Lum3n.com
zoom-in-whitePerbesar
Note to Self: sebuah catatan pengingat untuk diri di sela rutinitas sehari-hari | Photo by Pexels/Lum3n.com
ADVERTISEMENT
Terkadang, kita terlalu sibuk dengan rutinitas sehari-hari, hingga melupakan hal-hal kecil di dalam hidup. Note to Self dari Karja hadir sebagai pengingat di hari yang berat, sebagai tanda untuk bersyukur akan hal-hal kecil dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Di Note to Self perdana ini Karja akan membahas mengenai kekuatan kata-kata. Bagaimana kata-kata mampu memperngaruhi hidup seseorang dan bisa jadi mendatangkan penyesalan untuk kalian.
Alkisah, ada seorang ibu yang memiliki seorang anak lelaki. Anak lelaki ini adalah seorang anak tunggal. Karena mereka hidup hanya berdua, anak lelaki ini terkadang membantu ibunya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Namun namanya juga anak kecil, terkadang apa yang dilakukannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh ibunya. Kemudian hal ini memancing amarah sang ibu; setiap anak ini melakukan kesalahan, ibunya akan memaki dan mengatakan hal-hal seperti ‘Begini saja nggak bisa, dasar nggak becus!‘ atau ‘anak tidak berguna’ dan kata-kata negatif lainnya.
ADVERTISEMENT
Seiring waktu berlalu, anak ini beranjak dewasa dan mulai memasuki saat di mana ia harus mencari pekerjaan. Ia mencari dan mencari, namun tidak mendapatkannya. Di masa ini ia mulai memikirkan semua ucapan ibunya terdahulu, dan mulai menganggap bahwa dirinya tidak becus dan seorang yang gagal.
Note to Self: Kekuatan Kata-kata | Photo by Pexels/Lukas Rychvalsky
Ia menjadi seorang yang minder, sampai akhirnya ia diterima dalam sebuah pekerjaan. Ia bekerja sekuat mungkin dan akhirnya waktu berlalu, ia berhasil menjadi seorang yang sukses. Dia tetap tinggal bersama ibunya, namun sifatnya sudah berubah.
Karena merasa sakit hati dengan perlakuan ibunya dahulu, ia juga memperlakukan ibunya dengan hal yang sama. Ia mengata-ngatai ibunya dan membuat ibunya jatuh sakit. Hingga akhirnya ia sadar, bahwa sakit hatinya harus dihilangkan karena bagaimanapun ia adalah ibunya yang membesarkan dia sedari kecil.
ADVERTISEMENT
Dari cerita tersebut kita belajar bahwa akibat dari kita tidak menjaga lisan. Ketika marah, seseorang cenderung meluapkan semua perkataan negatif yang kemudian mereka sesali di kemudian hari. Perkataan tersebut bisa berdampak pada orang lain dan menimbulkan sakit hati serta dendam yang berujung pada diri sendiri.
Seberapa banyak kasus pembunuhan terjadi hanya karena tidak bisa menjaga perkataan? Sudah terlalu banyak contohnya di luar sana yang berakhir tidak menyenangkan.
Photo by Pexels/Skitterphoto
Tidak hanya itu, perkataan yang kita ucapkan juga mampu mempengaruhi kepribadian seseorang sama seperti cerita di atas. Banyak orang yang suka memberi label kepada seseorang, sehingga orang tersebut akhirnya menjadi persis seperti apa yang dilabelkan oleh banyak orang kepadanya.
Karena itu, berhati-hatilah dalam menjaga perkataan, karena mulutmu adalah harimaumu. Sesungguhnya, kata-kata mampu membakar amarah sekaligus meredakan amarah. Gunakan mulut kalian untuk mengatakan hal-hal yang membangun dan memotivasi orang lain.
ADVERTISEMENT
#terusberkarya
Jangan lupa follow Karja di Instagram (@karjaid) dan klik tombol 'IKUTI' di kumparan.com/karjaid untuk mendukung dan mengikuti konten menarik seputar entrepreneurship, kisah inspiratif, karya anak bangsa, dan isu sosial seputar milenial ya, Sobat!