Strategi Marvel Entertainment Melawan Ancaman Kebangkrutan

Konten Media Partner
17 Oktober 2019 17:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Logo Marvel yang melegenda | Photo by Elijah O'Donnell on Unsplash
Avengers, Spiderman, Guardian of The Galaxy, dan masih banyak lagi adalah film buatan dari Marvel Entertainment. Relatif sering memperoleh rating yang tinggi, dan pastinya berhasil meraup keuntungan yang juga fantastis.
ADVERTISEMENT
Namun tahukah kalian, walaupun sedang berada pada masa kejayaannya, Marvel pernah terancam harus gulung tikar pada tahun 1996. Kebangkrutan ini disebabkan karena tidak lakunya komik yang diluncurkan oleh Marvel.
Tidak menyerah begitu saja, Marvel kembali bangkit dan berhasil bersinar seperti sekarang. Penasaran strategi apa yang digunakan Marvel? Yuk, simak ulasan berikut ini.
Pada tahun 1997, untuk mencegah terjadinya gulung tikar, sang CEO Marvel Isaac Perlmutter melakukan merger dengan perusahaan mainan bernama ToyBiz. Perusahaan mainan ToyBiz ini adalah milik Isaac Perlmutter sendiri.
Isaac Perlmutter kemudian memberi perhatian khusus pada anggaran operasional perusahaan dengan memperketat pengeluaran perusahaan. Bahkan untuk menghemat, Isaac Perlmutter mengambil kembali klip kertas yang sudah digunakan dari tempat sampah.
ADVERTISEMENT
Selain melakukan merger, pihak Marvel juga mencoba peruntungan dengan mendirikan restoran yang bertema superhero bentukan marvel. Namun sayangnya, usaha restoran ini gagal dan kemudian ditutup satu tahun setelah dibentuk.
Marvel juga mencoba bekerja sama dengan perusahaan trading card Skybox International untuk merilis permainan kartu dengan menggunakan karakter-karakter di Marvel. Namun sekali lagi, usaha tersebut tidak berjalan dengan baik karena permainan kartu tidak lagi diminati di masa itu.
Marvel juga mencoba untuk bekerjasama dengan beberapa studio seperti New Line Cinema, Sony dan Fox terkait dengan kepemilikan lisensi karakter-karakter superhero di Marvel. Namun, keuntungan yang didapatkan dari kerjasama ini sangatlah sedikit.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya pada tahun 2003, munculah seseorang dengan ide yang beresiko yaitu David Maisel. David menyarankan agar Marvel mengembangkan sendiri karakternya dalam sebuah karya film, alih-alih memberikan hak lisensinya kepada studio lain.
Walau ada keraguan dari dewan direksi, keputusan tersebut diambil dan menggunakan pendanaan yang diperoleh dari keuntungan selama beberapa tahun dan juga dana pinjaman yang diperoleh dari bank Merill Lynch Amerika.
Setelah mengambil keputusan untuk memproduksi film sendiri, Marvel bekerjasama dengan Paramount untuk pendistribusian film. Namun ada kendala yang dihadapi ketika merencanakan film apa saja yang akan dibuat.
Selain itu, karakter Iron Man yang diinginkan untuk dibuat film jangka panjangnya, masih memiliki masalah lisensi dengan New Line Cinema sehingga Marvel harus merebut hak lisensi tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kerjasama dengan bank Merill tidak termasuk pendanaan film Ironman. Marvel mempertaruhkan segalanya yang mereka punya untuk memproduksi film Iron Man. Beruntungnya, film tersebut sukses di pasaran.
Setelah film Iron Man sukses di pasaran, film-film lain dari Marvel pun mulai dilirik oleh masyarakat. Tak terkecuali dengan Disney.
Pada tahun 2009, CEO (Chief Executive Officer) Disney mengambil keputusan untuk membeli perusahaan Marvel. Keputusan ini membawa Marvel semakin sukses dan namanya semakin dikenal oleh banyak orang.
Wah, ternyata membutuhkan puluhan tahun bagi Marvel untuk bangkit ya sobat entrepreneurs. Memang benar adanya jika usaha tidak akan mengkhianati hasil seperti apa yang terjadi pada Marvel, dengan usaha yang keras dan pantang menyerah akan diperoleh hasil yang memuaskan pula.
ADVERTISEMENT
#terusberkarja
Content Writer: Putri Fortunata
Editor: Inggrid