Peritonitis: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengobatinya

Konten Media Partner
21 November 2022 15:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peritonitis adalah gangguan pencernaan yang membahayakan kesehatan tubuh. Foto: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Peritonitis adalah gangguan pencernaan yang membahayakan kesehatan tubuh. Foto: Pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peritonitis adalah salah satu gangguan pencernaan yang mengancam jiwa. Gangguan ini menyerang peritoneum.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar kasus peritonitis terjadi karena adanya infeksi. Peritonitis menyebabkan munculnya rasa nyeri, otot perut terasa kaku, sakit perut yang berkepanjangan, mual, dan muntah.
Penanganan peritonitis biasanya dilakukan dengan pemberian antibiotik dan prosedur medis lainnya. Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai penyakit peritonitis, mulai dari penyebab, gejala, hingga perawatannya. Simak ulasan mengenai peritonitis di bawah ini.

Apa Itu Peritonitis?

Mengutip dari jurnal Peritonitis oleh Susan W Folk, peritonitis adalah gangguan peradangan pada bagian peritoneum, yakni selaput tipis yang melapisi bagian perut dan membungkus organ-organ di dalamnya.
Selaput ini bisa mengalami peradangan jika terkena cairan tubuh yang mengiritasi ataupun infeksi. Penyebab peritonitis paling umum adalah infeksi yang terjadi ketika organ dalam perut mengeluarkan bocor atau pecah.
ADVERTISEMENT
Gangguan peritonitis termasuk gangguan yang memerlukan penanganan sesegera mungkin. Gejalanya yang paling umum adalah sakit perut yang parah dan terjadi secara tiba-tiba.

Penyebab Peritonitis

Infeksi bakteri adalah penyebab paling umum, terutama jenis infeksi sekunder. Infeksi sekunder adalah jenis infeksi yang muncul sebagai komplikasi atau gejala sisa dari infeksi yang pernah terjadi sebelumnya dalam waktu yang berdekatan.
Infeksi ini dapat terjadi ketika seseorang memiliki lubang di perut atau usus yang memungkinkan bakteri dari saluran pencernaan masuk ke selaput peritoneum.
Usus buntu yang pecah dari radang usus buntu adalah penyebab umum lainnya. Cairan dari usus buntu, meskipun steril dapat menyebabkan gangguan peradangan pada peritoneum.
Infeksi sekunder adalah penyebab peritonitis yang paling umum. Gangguan ini bisa disebabkan oleh:
ADVERTISEMENT
Selain itu, peradangan pada peritoneum bisa dipicu oleh infeksi pertama, yakni jenis infeksi yang berasal dari peritoneum itu sendiri. Hal ini biasanya terjadi karena:
Penyebab peritonitis adalah infeksi dan peradangan cairan tubuh. Foto: Pexels.com
Peradangan pada peritoneum juga bisa terjadi karena reaksi kimia terhadap cairan tubuh yang berbeda, seperti:
ADVERTISEMENT

Gejala Peritonitis

Gejala utama dari peritonitis adalah rasa sakit perut yang muncul secara tiba-tiba dan semakin parah dari waktu ke waktu. Gejala lain yang mungkin menyertai peritonitis adalah:
Penting untuk mendapatkan bantuan medis ketika gejala-gejala ini terjadi, terlebih jika muncul secara bersamaan.

Cara Mengobati Peritonitis

Salah satu cara mengobati peritonitis adalah pemberian antibiotik melalui injeksi intravena.
Peritonitis termasuk kondisi medis yang darurat dan membutuhkan penanganan sesegera mungkin. Perawatan yang mungkin akan diberikan adalah:
ADVERTISEMENT
Seseorang yang menderita peritonitis perlu mendapatkan penanganan sesegera mungkin karena kondisi dapat menyebabkan septikemia, sepsis, adhesi perut, sembelit dan retensi urin yang berujung pada kelumpuhan dan kematian.
ADVERTISEMENT

Kapan Harus ke Dokter?

Peritonitis adalah gangguan yang membutuhkan penanganan medis sesegera mungkin. Cobalah untuk memeriksakan diri ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat jika mengalami rasa tidak nyaman, sakit perut yang berat di dalam perut, dan perut begah yang disertai dengan:
Selain itu, jika seseorang merasakan gejala lain, seperti sakit perut secara tiba-tiba dan semakin buruk, jantung berdebar dan pembengkakan pada perut, segera periksakan diri ke dokter. Kondisi ini bisa menjadi pertanda bahwa penderita mengalami peritonitis.
Artikel ini telah direview oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
ADVERTISEMENT
(SAI)