Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Sindrom Tourette: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengobati
6 Januari 2023 12:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Sindrom Tourette adalah kelainan sistem saraf yang menyebabkan seseorang melakukan gerakan berulang yang disebut dengan tic. Penderita gangguan ini mengalami tic berupa tic motorik maupun sensorik.
ADVERTISEMENT
Sindrom Tourette dimulai dari masa kanak-kanak dan mempengaruhi sekitar 1% dari populasi di seluruh dunia. Gerakan sindrom ini dapat berlangsung dalam beberapa detik hingga menit dan frekuensinya bisa sering terjadi bahkan hampir setiap hari.
Pengertian Sindrom Tourette
Sindrom Tourette adalah gangguan sistem saraf otak yang ditandai dengan gerakan yang terjadi secara tiba-tiba tanpa disengaja, berulang-ulang, dan tidak bisa dikendalikan oleh orang yang terkena penyakit tersebut. Gerakan secara tiba-tiba itu disebut tic.
Mengutip jurnal Tourette Syndrome: A Mini-Review oleh Michal Novotny, dkk., tic umumnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, tic ini mungkin gerakan yang disengaja dan dilakukan dengan cepat. Kemudian, gerakannya terkadang bisa berubah menjadi sangat cepat dan menjadi tidak disengaja (tidak disadari).
Penyebab Sindrom Tourette
Penyebab sindrom Tourette tidak diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini diduga terkait dengan beberapa masalah berikut:
Selain itu, meskipun penyebab pastinya belum diketahui, ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko sindrom Tourette, yaitu:
ADVERTISEMENT
Gejala Sindrom Tourette
Gejala utama sindrom Tourette adalah tic. Mengutip jurnal Tourette's Syndrome: Clinical Features, Pathophysiology, and Therapeutic Approaches oleh Norbert Müller, gejala ini biasanya dimulai saat anak berusia 5-10 tahun.
Adapun gejala sindrom Tourette sesuai dengan jenis tic, yaitu:
Dalam kebanyakan kasus, tic berkurang selama masa remaja dan awal masa dewasa, bahkan terkadang hilang sama sekali. Namun, banyak orang dengan sindrom Tourette mengalami tic hingga dewasa dan kondisinya bisa menjadi lebih buruk.
ADVERTISEMENT
Cara Mengobati Sindrom Tourette
Sebelum mengetahui pengobatan untuk mengurangi gejala tic, perlu dilakukan diagnosis sindrom Tourette dengan memeriksa riwayat gejala yang dialami penderita. Dikutip dari Cleveland Clinic, beberapa kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis sindrom ini, antara lain:
Perlu diketahui, gejala tic pada sindrom Tourette juga dapat disebabkan oleh kondisi lain. Biasanya, dokter akan menjalankan tes darah dan pemindaian, seperti MRI.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, belum ada obat khusus untuk mengatasi sindrom Tourette. Kebanyakan penderita dengan kondisi ini juga tidak memerlukan perawatan tertentu.
Namun, ada beberapa perawatan yang biasa direkomendasikan untuk membantu mengontrol tic, di antaranya:
1. Terapi Perilaku Kognitif
Terapi perilaku kognitif biasanya digunakan oleh psikolog atau terapis terlatih untuk mengatasi sindrom Tourette. Terapi ini bertujuan untuk melatih kesadaran penderita akan sekitarnya dan melatih kontrol gerakan.
2. Penggunaan Obat-obatan
Tic pada sebagian orang dapat dibantu dengan penggunaan obat-obatan, tetapi ini biasanya hanya disarankan jika kondisi tic lebih parah atau memengaruhi aktivitas sehari-hari. Beberapa jenis obat yang dapat diresepkan oleh dokter antara lain:
Perlu diperhatikan, penggunaan obat-obatan untuk mengurangi gejala tic pada sindrom Tourette dapat memiliki efek samping dan tidak akan bekerja untuk semua orang.
ADVERTISEMENT
Cara Mencegah Sindrom Tourette
Karena tidak diketahui penyebab pastinya, sindrom Tourette umumnya tidak dapat dicegah. Namun, diagnosis dan pengobatan yang dilakukan sejak dini dapat mencegah kondisi ini menjadi lebih buruk atau bertahan hingga dewasa.
Segera periksakan diri ke dokter jika anak mengalami gejala sindrom Tourette seperti yang disebutkan sebelumnya. Dengan begitu, anak bisa mendapatkan pengobatan sejak dini untuk mencegah kondisi ini berkembang lebih buruk di masa depan.
Artikel ini telah direview oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
(SFR)