Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Toxic Relationship: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
14 Desember 2022 18:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Toxic relationship adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan yang tidak sehat. Kondisi disebabkan oleh beberapa kejadian yang pernah dialami, salah satunya adalah trauma di masa kecil. Istilah toxic relationship sendiri tidak selalu merujuk pada percintaan, bisa jadi tentang pertemanan hingga keluarga.
ADVERTISEMENT
Jika dibiarkan terus-menerus, kondisi ini dapat membahayakan kesehatan fisik dan mental. Bahkan kebanyakan dari pasangan yang menjalani toxic relationship berakhir dengan saling menyerang hingga merendahkan satu sama lain.
Ingin tau bagaimana cara mencegah toxic relationship? Simak informasinya pada artikel di bawah ini.
Pengertian Toxic Relationship
Menurut laman Healthline, toxic relationship adalah hubungan yang membuat pasangannya merasa tidak mendapat dukungan, terus-menerus disalah pahami, direndahkan, dan bahkan diserang. Pada akhirnya, hubungan ini berpotensi mengancam kesejahteraan baik secara emosional, fisik, hingga psikologis.
Jika terjadi dalam jangka waktu yang lama, toxic relationship dapat mengakibatkan seseorang menjadi depresi hingga terus berprasangka buruk terhadap orang lain.
Sayangnya, tidak semua orang menyadari bahwa dirinya sudah terjebak ke dalam toxic relationship. Hal ini karena toxic relationship hanya akan membuat salah satu pihak merasa tertekan, sehingga pihak lain tidak menyadari tingkah laku yang dilakukannya mengarah pada hubungan toxic.
ADVERTISEMENT
Penyebab Toxic Relationship
Toxic relationship terjadi karena beberapa penyebab, mulai dari gangguan mental, dan pengalaman buruk di masa lalu. Lebih jelasnya, berikut beberapa penyebab toxic relationship, seperti yang dikutip dari laman Cleveland Clinic.
Gejala Toxic Relationship
Toxic relationship menimbulkan berbagai macam gejala atau ciri-ciri. Ciri-ciri ini biasanya tidak bisa langsung disadari oleh mereka yang mengalami toxic relationship. Umumnya, orang-orang yang mengalami toxic relationship akan sadar ketika diberi tahu oleh orang di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
1. Selalu dianggap salah oleh pasangan
Gejala atau ciri-ciri toxic relationship yang pertama adalah selalu dianggap salah oleh pasangan. Menurut Womens Health Mag, seorang pasangan yang tidak memberikan saran dengan tepat, tidak mendukung minat atau hobi, hingga mengkritik tanpa alasan yang jelas adalah orang yang toxic.
2. Memiliki komunikasi yang buruk
Ciri-ciri lainnya adalah memiliki komunikasi yang buruk dan biasanya dipenuhi dengan berbagai macam sarkasme, kritik, serta ujaran kebencian. Bahkan ketika bersama orang lain, mereka tidak akan mengeluarkan kata-kata pujian dan mengapresiasi hal-hal yang dilakukan oleh pasangannya.
3. Suka mengendalikan pasangan
Suka mengendalikan pasangan termasuk ke dalam ciri-ciri toxic relationship yang sebaiknya disadari. Kondisi ini terjadi karena mereka beranggapan bahwa pasangan hanya miliknya seorang. Jadi, mereka bisa mengendalikan pasangan dengan memantau keberadaan hingga kegiatannya setiap hari.
ADVERTISEMENT
Cara Mengobati Toxic Relationship
Walaupun sulit, toxic relationship dapat diatasi atau diobati dengan melakukan beberapa hal. Tentunya bukan hal yang mudah untuk mengobati toxic relationship ini, terlebih jika bukan dari kemauan diri sendiri.
Menyadur laman SImply Psychology, berikut informasi lengkap tentang bagaimana cara mengatasi toxic relationship.
ADVERTISEMENT
Cara Mencegah Toxic Relationship
Toxic relationship dapat dihindari atau dicegah dengan melakukan kegiatan yang dapat membangun hubungan yang lebih ideal lagi. Hubungan yang dibangun secara lebih sehat dapat memberikan manfaat yang baik juga bagi pasangan yang merasakan.
Oleh karena itu, berikut beberapa cara mencegah toxic relationship yang dapat dilakukan, seperti yang dijelaskan dalam WebMD.
ADVERTISEMENT
Artikel ini telah direview oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
(JA)