Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Klopp Nyuruh Suporter Bikin Riuh Anfield saat Lawan Arsenal, Emang Ngaruh?
22 Desember 2023 11:52 WIB
·
waktu baca 7 menit“If you are not in the right shape, give your ticket to somebody else."
Mundur ke 17 Desember 2023 ketika Liverpool menjamu Manchester United (MU). Sejak beberapa hari sebelum laga, orang-orang mengira The Reds akan kembali mempermalukan The Red Devils di Anfield.
Ini enggak lepas dari performa cemerlang Mohamed Salah cs di awal musim ini, sedangkan Scott McTominay dan kolega dihantui inkonsistensi. Kadang jago, kadang loyo, kadang malu-maluin. Kurang-lebih gitu performa MU di musim ini.
Apalagi, sejumlah fan Liverpool juga masih terlena euforia musim lalu, ketika tim kesayangan mereka melibas MU 7-0. Karena alasan-alasan di atas dan sebab lainnya, mereka yang bukan fan kedua tim dan juga sejumlah pundit boleh jadi percaya bahwa Liverpool akan menang, entah skornya berapa.
Namun apa yang terjadi? Antiklimaks untuk tuan rumah karena skor 0-0 bertahan sampai bubar.
Para komentator, jurnalis, netizen, dan banyak orang menganalisis penyebabnya ini dan itu. Ada yang memuji taktik Erik ten Hag, ada yang mengkritisi lini depan Liverpool, macam-macamlah review laga yang beredar di internet.
Namun, ada faktor non-permainan yang juga disorot beberapa orang, yakni terkait betapa ‘kalemnya’ suporter Liverpool di Anfield. Maksudnya, ini laga derbi, big match, tetapi kok fan Liverpool tampak kurang intimidatif terhadap MU dan kurang bersemangat mendukung tuan rumah.
Eks kapten MU yang kini menjadi pundit, Gary Neville, bahkan juga mengaku heran dengan kondisi suporter di Liverpool hari itu. Baginya itu adalah atmosfer Anfield yang terburuk dari yang selama ini ia tahu.
“Suasananya adalah yang terburuk yang pernah saya lihat di Anfield. Saya selalu memuji fan Liverpool. Mereka adalah penonton terbesar di sini dalam 60 atau 70 tahun, tapi di laga ini adalah penonton paling tenang yang pernah saya lihat," kata Neville, dikutip dari BBC.
Kiper MU, Andre Onana, bahkan tampak tidak merasakan getaran atau rasa terintimidasi dari kehadiran suporter Liverpool yang memenuhi Anfield. Padahal, ada lebih dari 50.000 orang yang hadir di sana pada laga itu.
“Tidak ada. Saya terbiasa memainkan pertandingan besar dengan intensitas tinggi, itulah mengapa mereka membawa saya ke sini,” jawab Onana saat ditanya soal efek yang dirasakannya dari atmosfer yang diciptakan oleh pendukung Liverpool di Anfield.
Sebenarnya, atmosfer yang terkesan ‘tenang’ di Anfield bukan hal baru, melainkan sudah beberapa kali menjadi sorotan. Misalnya pada Oktober 2023, ketika Liverpool mengalahkan Everton 2-0. Ini padahal juga derbi mahapentingnya Liverpool, tetapi sejumlah orang di Inggris pun menganggap bahwa Anfield tak seberisik biasanya hari itu.
Terjadi juga pada Oktober 2022, saat Liverpool ditaklukkan City 0-1. Bek The Citizens, Manuel Akanji, mengaku enggak merasakan intimidasi.
"Lucu sekali, karena sebelum pertandingan, saat kami masuk ke stadion untuk pemanasan, suasananya sangat sepi. Tidak ada cemoohan atau apa pun. Saya bilang pada Erling, menurut saya itu aneh. Saya kira stadionnya akan sangat ramai," kata Akanji kala itu, dikutip dari Daily Mail.
Mundur ke Januari 2017, Liverpool keok 2-3 dari Swansea City. Usai laga, Klopp juga pernah komplain tentang kenapa Anfield terkesan sepi banget.
“Hari ini sangat, sangat sepi. Ada banyak rasa frustrasi dan kekecewaan. Anda bisa mendengar di dalam stadion bahwa babak pertama bukanlah yang paling menghibur,” ujar Klopp waktu itu.
Kalau diingat-ingat, pada musim itu, Liverpool masih terus mencari performa terbaiknya, timnya belum sepenuhnya padu, dan taktiknya belum berjalan sempurna. Skuad yang belum solid bisa rentan kehilangan poin dari tim papan bawah sekalipun.
Pada musim itu, Liverpool finis keempat dengan 76 poin, jauh sekali poinnya dari Chelsea yang jadi juara dengan 93 poin. Jadi, faktor materi pemain boleh jadi juga berpengaruh.
Kini balik lagi ke konteks Liverpool vs Arsenal. Ketika kedua tim bermain imbang di Anfield pada musim lalu, tepatnya pada 9 April 2023, ada situasi menarik ketika Liverpool tertinggal 0-2 lebih dahulu dari Arsenal karena gol Gabriel Martinelli dan Gabriel Jesus.
Kemudian, ada momen Granit Xhaka dan Andrew Robertson bersitegang, lalu Robertson memanas-manasi suporter di Anfield agar lebih semangat lagi. Gegara itu, Anfield menjadi lebih berisik dan setelahnya Arsenal menjadi kian tertekan.
Akhirnya, Liverpool mampu menyamakan skor berkat gol Mohamed Salah dan Roberto Firmino. Liverpool bahkan nyaris berbalik menang andai Aaron Ramsdale tidak menyelamatkan gawang dari tembakan Ibrahima Konate di menit akhir babak kedua.
Jadi, apakah atmosfer kandang berpengaruh pada hasil? Klopp bukanlah satu-satunya pelatih yang pernah mempermasalahkan suporter timnya kurang riuh ketika melakoni laga kandang. Pelatih dan pemain tim lain juga pernah.
Pertanyaan besarnya, memang seberapa besar pengaruh keriuhan suporter di stadion terhadap performa tuan rumah dan tim tamu?
Peneliti Fakultas Ilmu Olahraga Dokuz Eylul University di Turki, Tugbay Inan dan kolega, pernah meneliti soal ini pada 2019. Mereka memperhatikan data laga Bundesliga Jerman, La Liga Spanyol, Ligue 1 Prancis, Premier League Inggris, dan Serie A Italia selama 4 musim (2015-2019).
Hasilnya, keunggulan di kandang sendiri yang disebabkan oleh dukungan penonton berbeda secara dramatis di setiap liga. Bahkan, kehadiran penonton kandang di Serie A dan Bundesliga tidak memiliki pengaruh statistik terhadap poin yang diperoleh suatu tim di kandang.
Namun kesimpulan secara keseluruhannya, ditentukan bahwa dukungan dan kepadatan penonton merupakan variabel penting yang berkontribusi terhadap keunggulan tuan rumah dalam pertandingan sepak bola. Perlu diingat, penelitian ini mengesampingkan faktor-faktor penentu keunggulan tuan rumah lainnya karena beberapa di antaranya cukup sulit diungkapkan secara kuantitatif tanpa membuat pernyataan dan asumsi subyektif.
Penelitian lain dilakukan ketika dunia dihantam pandemi corona. Michael Christian Leitner dan Fabio Richlan dari University of Salzburg membuat penelitian bagaimana pengaruh ketiadaan penonton terhadap laga kandang yang dipublikasikan pada September 2020. Karena waktu pandemi, laga-laga sepak bola tidak bisa dihadiri penonton untuk menekan penularan.
Mereka meneliti sebanyak 1286 pertandingan di liga teratas Spanyol, Inggris, Jerman, Italia, Rusia, Turki, Austria, dan Republik Ceko. Mereka menganalisis hasil, poin, gol, pelanggaran, kartu kuning, dan alasan kartu kuning. Semua itu dikontraskan di antara masing-masing pertandingan dengan musim 2018/19 (adanya kehadiran penonton reguler) dan musim 19/20 (ketika mulai dilarang ada penonton).
Ada 3 poin mereka temukan. Pertama, keunggulan kandang yang terlihat pada musim reguler 2018/19 hilang hampir seluruhnya pada 2019/20. Kedua, tim tuan rumah kalah jauh lebih banyak dalam pertandingan, sedangkan tim tandang memenangi lebih banyak pertandingan saat tak ada penonton dibandingkan dengan pertandingan biasa. Ketiga, tim tuan rumah lebih sering mendapat kartu kuning karena melakukan pelanggaran saat tak ada penonton dibandingkan dengan pertandingan biasa.
Mereka menyimpulkan bahwa hilangnya suporter di liga sepak bola elite profesional menghilangkan efek keuntungan sebagai tuan rumah. Hilangnya dukungan dari penonton tuan rumah juga berdampak langsung pada pengalaman, perilaku, dan kinerja tim tuan rumah. Oleh karena itu tim tuan rumah cenderung mengimbanginya dengan meningkatkan perilaku agresif, yang secara langsung menghasilkan tekel yang lebih keras dan pada akhirnya lebih banyak kartu kuning yang diberikan karena pelanggaran.
Namun, ini adalah studi pertama yang menunjukkan dampak tekanan sosial terhadap pengambilan keputusan wasit dalam skala besar dalam suasana alami dan bukan eksperimental. Terakhir, hasil penelitian kami memberikan landasan empiris bagi pengembangan metode latihan untuk meminimalisir pengaruh penonton terhadap pengambilan keputusan wasit di masa depan.
Beda lagi dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihang Wang dari Department of Physical Education, Foshan Polytechnic di China. Ini juga membandingkan dengan situasi saat pandemi corona. Sampelnya 33.796 pertandingan dari 41 liga profesional di 30 negara berbeda, termasuk Bundesliga Jerman, La Liga Spanyol, Serie A Italia, Premier League Inggris, Liga Champions UEFA, hingga Euro.
Kesimpulannya, memang ada pengaruh ketiadaan penonton dengan hasil tuan rumah. Namun, ada kemungkinan performa menurut juga karena latihan mandiri di rumah, infeksi COVID-19, perubahan peraturan, jadwal yang padat, dan berbagai tindakan pencegahan epidemi. Yang pasti, Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa performa fisik pemain berhubungan dengan dukungan penonton.
Pada intinya, hasil penelitian pun berbeda-beda. Perlu penelitian lebih lanjut.
Dengan begitu, untuk saat ini, sepertinya sah-sah saja bagi Juergen Klopp meminta para fan Liverpool lebih semangat dalam mendukung timnya dan lebih intimidatif terhadap Arsenal. Toh, kalau melihat data, sampai pekan ke-17, Liverpool memenangi 7 dari 8 laga kandang sejauh ini di Liga Inggris.