Konten dari Pengguna

Menggugat (Sekaligus Membela) Linkin Park

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
21 Mei 2017 1:02 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menggugat (Sekaligus Membela) Linkin Park
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Linkin Park, grup musik asal California, Amerika Serikat baru saja merilis album teranyarnya bertajuk "One More Light" pada 19 Mei 2017 lalu. Setahun lebih, kira-kira adalah waktu yang diperlukan Chester Bennington CS untuk menggarap album ke-6 mereka tersebut. Namun, respon negatif justru banyak bermunculan dari para penggemar kala menanggapi album terbaru mereka. Apa yang terjadi?
ADVERTISEMENT
Respon negatif sudah terlebih dahulu muncul pada bulan Februari 2017 ketika Linkin Park, secara resmi, merilis single andalan mereka untuk album ini yang berjudul "Heavy", dimana Linkin Park berduet dengan seorang penyanyi wanita bernama Kiiara. Bukan keberadaan Kiiara yang menjadi masalah, melainkan genre yang diusung Linkin Park pada lagu tersebut dan hampir seluruh lagu pada album terbaru mereka bernuansa "Pop".
Tidak ada suara super heavy guitar, juga screamo khas dari Chester Bennington pada album kali ini. Nuansa garang pada musik Linkin Park, seperti menghilang pada album "One More Light".
Sejumlah penggemar menyatakan kekecewaannya, NME merangkum sejumlah nada kekecewaan para penggemar, di antaranya:
1. "Album baru Linkin Park membuat diriku... sangat kecewa!"
ADVERTISEMENT
2. "suaranya seperti Chainsmokers yang membuat album dengan Justin Bieber"
3. #kenapamellowbanget
Inti dari protes dan nada kekecewaan yang disuarakan oleh para penggemar Linkin Park, baik yang tersirat, maupun yang tersurat adalah berisi gugatan agar Linkin Park kembali seperti era Hybrid Theory! Setiap kali Linkin Park membuat semacam inovasi atau transformasi dalam musik mereka, para penggemar memang akan selalu membandingkannya dengan album pertama, sekaligus tersukses mereka, yaitu Hybrid Theory (2000).
Yap, dan juga album selain Hybrid Theory yang dapat diterima tanpa banyak protes dari penggemar adalah Meteora (2003). Hal ini nampaknya dipahami oleh Chester Bennington. Namun, pria bertato yang terkenal nge-rock banget ketika tampil ini justru mengatakan bahwa para penggemar harus "MOVE ON!"
ADVERTISEMENT
Yap, penggemar protes, Linkin Park juga protes.
Sebenarnya, ini juga bukan pertama kalinya Linkin Park mendapatkan protes untuk masalah musik yang mereka usung. Pada tahun 2007, album "Minutes to Midnight" juga mendapatkan kritikan. Ada warna musik yang berbeda dengan jika dibandingkan album Hybrid Theory dan Meteora.
Kenapa album tersebut mendapat kritikan? Salah satunya, karena mulai dari album ini ada semacam inovasi yang mulai dilakukan, salah satunya adalah pengurangan komposisi vokal rap dari seorang Mike Shinoda. Hanya dua lagu, "Bleed it Out" dan "Hands Held High" yang terkandung vokal rap Mike Shinoda di dalamnya.
Album Minutes to Midnight juga terdiri dari lagu-lagu yang agak bertempo lambat, seperti "Leave Out All The Rest", "Valentine's Day", dan "Shadow of the Day". Akan tetapi, masih banyak penggemar yang masih dapat menerima album tersebut karena nuansa musik Rock dan screamo khas Chester Bennington masih ada.
ADVERTISEMENT
Minutes to midnight masih terdengar keras dan garang. Orang-orang yang baru kenal Linkin Park pada saat itu tetap dapat mengidentifikasikan Linkin Park bagai grup musik rock. Beda dengan One More Light yang lebih menonjolkan unsur musik pop. Bisa jadi itulah sebabnya.
Setelah Minutes to Midnight, album lain seperti A Thousand Suns (2010), Living Things (2012), dan The Hunting Party (2014) masih dengan ciri khas musik keras. Walaupun, dapat terdengar bahwa mereka sudah mulai senang 'bermain-main' dengan nuansa hip hop dan electronic.
Bahkan, di album A Thousand Suns, mereka bereksperimen dengan suara orang bicara/pidato. Ya, mereka menyelipkan suara pidato/pembicaraan Martin Luther King Jr. (aktivis perdamaian dan hak asasi manusia), J. Robert Oppenheimer (ahli fisika), dan Mario Savio (aktivis) dalam beberapa lagu mereka.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, kalau boleh jujur, penulis sendiri masih cukup suka dengan album terbaru Linkin Park yang terbaru ini. Mungkin juga banyak di antara para 'penggugat' yang suka dengan musik mereka. Hanya saja, para penggemar mungkin takut Linkin Park akan kehilangan jati diri mereka sebagai band rock atau nu-metal.
Atau mungkin sekedar lelah saja dengan industri musik Amerika Serikat yang belakangan ini terlihat lebih men-support musik pop dan EDM (Electronic Dance Music). Bagi penggemar musik rock, tentu saja hal itu sangat menyebalkan.
Ketika sebuah harapan untuk mendengarkan lantunan musik rock berkualitas itu datang dari sebuah grup musik legendaris yang pernah sukses dengan lagu berjudul "In the End"-nya, yaitu Linkin Park... eeehh lah dalah malah ikutan nge-pop wae.
ADVERTISEMENT
Banyak yang masih mencintai Linkin Park, apapun yang terjadi. NME menuangkan 2 buah kutipan yang pro terhadap album One More Light:
1. "... Ini album yang indah, dan tiada keraguan ini adalah salah satu karya terbaik kalian (Linkin Park)"
2. "... Ini semua adalah tentang perubahan dan evolusi musik. Bukan berarti Linkin Park sudah tidak bisa seperti dulu lagi, ini hanya tentang mengikuti perubahan dan inovasi, mereka dapat melanjutkan gaya (bermusik) lama mereka tapi kenyataannya adalah mereka mengambil resiko karir mereka untuk penggemar...."
Menggugat (Sekaligus Membela) Linkin Park (1)
zoom-in-whitePerbesar
Ya, Linkin Park adalah sekumpulan musisi dan seniman. Itu yang harus diingat. Mereka berekspresi, berkarya tapi juga bisa bosan. Ingin sesuatu yang beru. Terkadang, mereka cenderung keras kepala. Terkadang, mereka butuh sarana untuk mencurahkan perasaan. Seorang novelis ternama dari Rusia bernama Leo Tolstoy pernah berujar, "seni bukanlah suatu kerajinan, melainkan adalah sebuah transmisi dari pengalaman seorang seniman".
ADVERTISEMENT
Lagu bertajuk "Heavy" yang dinyanyikan bersama Kiiara adalah tentang Chester Bennington yang tengah merasa ada beban berat pada 'pundaknya'. Banyak hal yang terjadi dalam hidupnya ketika proses pembuatan lagu tersebut, dan ia merasa beban yang ia rasakan amatlah berat. Bahkan, ketika ia disapa, "hei bagaimana kabarmu?", lalu Chester menjawab, "oh ya, aku baik-baik saja", sebenarnya ia sedang tidak dalam kondisi yang baik. Ia juga menceritakan hal tersebut kepada Mike Shinoda.
Lagu lain yang berjudul "Good Goodbye" adalah tentang momen terfavorit Mike Shinoda di dunia Basket. Pria keturunan Jepang ini mendapatkan inspirasi ketika menonton pertandingan LA Lakers. Kemudian, lagu berjudul "Invisible" adalah kisah seorang Mike Shinoda sebagai seorang ayah. Ini kurang lebih seperti perasaan seorang ayah terhadap anaknya, dimana ia ingin berkonsentrasi merawat anaknya.
ADVERTISEMENT
Ya, seorang musisi yang juga merupakan seorang seniman tentu tidak mau membiarkan dirinya terkungkung dalam tuntutan berbagai pihak. Mereka juga manusia, punya rasa, punya hati, jangan samakan dengan mak lampir... eh pisau belati maksudnya. Mereka bisa bosan juga karena itulah mereka butuh sesuatu yang baru.
Lagipula, kalau memang tidak suka dengan rekaman Linkin Park pada album ini, mungkin kita masih dapat banyak berharap dari penampilan live mereka. Bisa jadi, screamo Chester dapat muncul di sana. Bisa jadi, musik mereka akan terdengar lebih keras ketika live. Suka atau tidak suka adalah pilihan. Suka atau tidak suka, Linkin Park akan terus berkarya (semoga).
Terakhir, penulis ingin menutup artikel ini dengan kutipan dari Emha Ainun Nadjib:
ADVERTISEMENT
"Jiwanya seniman itu bagaikan ruang kosong, tak ada lemari atau kotak-kotak yang bisa dipakai untuk menyembunyikan sesuatu, segalanya tampak jelas dan jujur di mata."
Dalam kasus ini, mungkin juga tampak jelas dan jujur di telinga.
Foto 1: onemorelight.linkinpark.com
Foto 2: www.crowknow.com