news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pengalaman Pertama Masuk Kelab Malam

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
13 Januari 2020 20:00 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kelab malam. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kelab malam. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Jangan nilai buku dari sampulnya, sebagaimana kita juga sebaiknya jangan menilai suatu acara cuma dari namanya. Camkan ini baik-baik kalau kalian enggak mau mengalami nasib kayak gua.
ADVERTISEMENT
Karena begini, guys. Hmm... Gua, sih, enggak tahu antara guanya yang bego atau memang naif. Tapi gara-gara --anggaplah-- kepolosan gua itu, gua jadi merasakan pengalaman pertama masuk kelab malam. Gokil, enggak, tuh?
Gua enggak tahu, sih, definisi operasional 'kelab malam' itu sebenarnya apa. Pokoknya, bagi gua, kalau pencahayaan di dalamnya minim dan jual bir, nah itu adalah 'kelab malam', meski pada kesempatan itu gua masuknya pas masih sore.
Bagaimana cerita awalnya gua bisa masuk ke sana?
Sebelum mulai, gua mau menyatakan bahwa cerita gua ini enggak ada maksud buat menjelek-jelekkan, apalagi, merugikan pihak tertentu. Acara ini sebenarnya keren. Asli. Cuma, guanya aja yang bego.
Mohon maaf bila ada salah-salah kata. Foto: Pixabay
Oke, jadi begini. Gua dikasih tahu oleh teman gua bahwa salah satu musisi favorit gua bakal mentas di sebuah acara bernama 'Blablabla Festival' --ini gua sensor saja, ya, namanya daripada menimbulkan salah paham.
ADVERTISEMENT
Itu acaranya tanggal 28 Desember 2019. Hari Sabtu.
Kata gua, wah, pas banget, nih, jadwal gua libur dan harga tiketnya juga kagak mahal-mahal amat, cuma Rp 100.000,-. Dan di situ artisnya enggak cuma si 'musisi favorit gua', tapi juga ada solois atau band lain.
Rame, dah, pokoknya. Ada belasan atau lebih kali artisnya.
Gua jujur cuma tahu sedikit, sih, tentang musisi-musisi lainnya. Soalnya, indie semua.
Lha, gua 'kan kagak update, ya, sama musisi-musisi indie kekinian. Sampai sekarang aja, gua masih betahnya dengar lagu-lagu Oasis, Backstreet Boys, SNSD, random dah, tapi enggak kekinian.
Terus gua pikir, ah, sekali-kalilah berkenalan dengan aliran musik yang jarang gua dengar. Siapa tahu ada yang cocok di kuping. Menambah khazanah permusikan duniawi gua. Hazzekk.
ADVERTISEMENT
Lagian juga, jarang-jarang 'kan gua nongkrong pas malam Minggu. Sekali-kali ngapa nge-gaul sedikit, jangan ngurusin konten sepak bola mulu.
Oh, iya. Ini tuh lokasinya di daerah Kemang, ya. Gua udah mikir, wah, kapan lagi, nih, jadi anak gaul Jaksel dengan budget enggak terlalu tinggi kayak gini. Enggak boleh dilewatkan.
Ekspektasi. Foto: Pixabay
Tapi masalahnya.... Gua 'kan lihat informasi acara itu pas masih H-7 acaranya, ya. Nah, si panitia hanya mempublikasikan bahwa itu acara bakal diadakan di 'Kemang Area'.
Enggak ada informasi --atau mungkin guanya yang kurang teliti bacanya-- lokasi tepatnya di gedung apa atau kafe apa gitu. Pokoknya, 'Kemang Area'.
Tapi, mereka ngasih informasi peta lokasi acaranya di Google Maps. Inilah justru sumber masalahnya. Lokasi titik yang tertera di situs web resmi penjualan tiket mereka adalah sebuah pertigaan di Jalan Kemang Raya.
ADVERTISEMENT
Kata gua, ini mau bercanda apa gimana, ya? Masa, iya, bikin acara musik di jalanan? Ini kita nontonin orang ngamen apa begimana?
Terus, gua berpikir, 'Blablabla Festival'. Oh, iya. Ada kata 'Festival'. Bukan sesuatu yang asing harusnya kalau menggelar festival di jalanan. Masuk akal.
Habis itu, gua search di Google pakai kata kunci: 'Festival Kemang Raya'. Ini bukan nama acaranya, ya. Gua ngasal doang, pengin tahu apakah bisa itu Jalan Kemang Raya 'disulap' jadi lokasi festival.
Dan ternyata, ada tuh gambar-gambar acara festival di jalanan wilayah Kemang. Gua kagak tahu, dah, acara apaan. Pokoknya. ada kayak tenda-tenda bazar jualan makanan, terus ada panggung hiburan juga.
Ekspektasi. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Kata gua, nah kayaknya nanti bakal kayak begini konsepnya, nih. Ala-ala Hyde Park gitu kali, ya.
ADVERTISEMENT
Jadi, nanti ada beberapa panggung. Nah, setiap panggung itu ada daftar artisnya dan kita tinggal pilih mau masuk ke panggung mana.
Ekspektasi. Foto: Unsplash
Okelah kebayang, nih. Gua sudah pede dengan asumsi yang gua bikin sendiri ini dan gua enggak cek-cek lagi situs web resmi penjualan tiket dan Instagram mereka.
Singkat cerita, pas Hari H, gua ke sana. Nah, kalau di situs web resmi penjualan tiket, itu ada keterangan acara mulai pukul 16:00 WIB. Hari itu, gua paginya rekaman podcast dulu bareng Gooner Lokal, ngebahas Arsenal. Kalau yang mau dengerin bisa cek link di bawah ini.
Gua rekaman sambil haha-hihi sedikit ada kali dua jam, 12:00-13:00 WIB, di sebuah kafe di daerah Cipete. Gua pilih itu tempat karena memang dekat dengan Kemang dan sudah cukup sering ke sana juga.
ADVERTISEMENT
Sekitar jam 1-an, pokoknya si Gooner Lokal pulang. Eh... Enggak pulang, sih, katanya dia mau ngapel ke ceweknya. Dasar anak muda.
Nah, gua di situ aja tuh. Enggak ke mana-mana. Nge-charge HP sambil nonton YouTube. Ketawa-ketawa sendiri kayak orang bego. Tapi memang kocak banget video yang gua tonton itu. Nih, videonya Tara Arts.
Gua juga sempat salat zuhur di kafe itu. Zikir-zikir bentar, terus jam 3 cabut ke lokasi acara. Kata gua, ini kalau acara mulainya jam 4, kelarnya jam 4 subuh (serius), berarti jam 3 sore sudah pada siap-siap check sound kali, ya.
Nah, karena itu 'kan pertigaan, ya, titiknya, jadi kagak bisa dicari di aplikasi ojek online (ojol), dong. Tapi di dekat situ ada kafe juga, ya, gua jadiin titik aja itu kafe.
ADVERTISEMENT
Tukang ojolnya bingung kali, ya, sampai sekarang? "Ini pelanggan, kok, melakukan perjalanan dari kafe ke kafe? Memang kerjaannya begitu atau emang enggak punya rumah?"
Ya, buat bapak ojol yang mengantar saya waktu itu, semoga bapak baca cerita ini agar rasa penasaran bapak tertuntaskan. Saya enggak enak kalau sampai bikin bapak enggak tidur gara-gara mikirin kegoblokan saya.
Ilustrasi ojek online. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Singkat cerita, sampailah gua di titik acara diantar oleh bapak ojol itu. Gua sebenarnya di jalan sudah sedikit curiga. Soalnya, kalau acara festival jalanan, otomatis lalu lintas terganggu, dong, ada pengalihan arus segala macam.
Tapi, ini, kok, si bapak ojol anteng-anteng bae. Kagak ada tuh dia bilang, "Bang, ini di depan ditutup ada festival. Abang mau gimana?"
ADVERTISEMENT
Dan ternyata benar, guys, di titik tempat acara itu blasss normal-normal saja. Enggak ada tanda-tanda persiapan bakal ada keriaan. Kagak ada panggung-panggung, tenda-tenda, atau genset-genset.
Normal saja lalu lintas seperti biasa. Ada mobil, ada motor, ada orang nyeberang, ada orang bingung. Iya, si orang bingung itu gua. Sambil celingak-celinguk tapi sok cool pula.
Ilustrasi ekspresi muka gua waktu itu. Foto: Pixabay
Bingunglah! Buset, ini gua ditipu atau bagaimana, ya? Tapi enggak mungkin, soalnya si 'musisi favorit gua' juga mempromosikan acara itu di Instagram mereka. Ya, kali mereka juga tertipu.
Sekilas, gua berpikir untuk segera pulang ke Depok. Tapi gua ingat, di rumah gua enggak ada orang. Bokap gua narik, nyokap gua ke rumah nenek gua di Bekasi. Gua kagak bawa kunci. Ah, mampus gua.
ADVERTISEMENT
Yaudahlah, enggak jadi pulang. Terus gua ngapain? Cari musala. Betulan ini. Gua jalan kaki ada kali 15 menitan buat cari musala. Akhirnya ketemu, numpang salat asarlah di situ.
Tadinya, mau sekalian nge-charge HP juga di musala. Tapi itu musala kagak ada colokan di ruang salat, ya. Ya sudahlah, gua nge-charge iman aja.
com-Ilustrasi Salat Foto: pixabay
Habis salat, gua memutuskan makan martabak di kafe dekat musala. Sambil nge-charge HP, gua cek lagi Instagram acaranya. Dan ternyata, mereka update informasi soal lokasi acara pas H-1 acara.
Geblek. Gua enggak lihat. Salah gua, sih, yang sudah kelewat pede. Untungnya, enggak terlalu jauh dari titik pertigaan Kemang Raya itu.
Jadi, ada tiga tempat. 'Musisi favorit gua' lokasinya agak lebih jauh dari tempat gua makan itu. Terus, mereka juga mainnya jam 11 malam. Buset, gua kagak bisa, ya. Ada janji sama orang jam 9 di Depok.
ADVERTISEMENT
Gua memutuskan untuk nonton di venue yang paling dekat dengan tempat gua makan. Bukan 'musisi favorit gua' enggak apa-apa, dah. Penasaran juga gua.
Terus, gua panik sendiri, tuh, pas gua tahu ternyata venue-nya itu semacam kelab malam. Tahu dari mana?
Gua cari itu akun Instagram venue-nya, pas ketemu, gua lihat foto-fotonya ada orang lagi bersulang wine, lagi ngebir, terus pencahayaan ruangannya gelap. Kelab malam banget.
Aduh, kacau, nih. Masa gua masuk kelab malam? Takut, ah. Takut diapa-apain. Takut dicekokin bir segala macam. Negatif aja pokoknya di kepala gua. Lha wong selama ini ngurusin klub sepak bola, ini sekarang kelab malam.
Ilustrasi panik. Foto: Pixabay
Tapi di sisi lain, gua merasa bahwa gua harus memberanikan diri. Umur 26 tahun masa takut. Masa gua kalah sama si Agaton Kenshanahan, yang --katanya-- pernah coba masuk kelab malam juga --meski untuk keperluan liputan, sih. Lagian, gua juga penasaran kelab malam dalamnya kayak apa, sih.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, okelah gua memberanikan diri. Rute dari tempat gua makan martabak menuju kelab itu --sebut saja nama kelabnya 'Kepala Ratu'-- itu cuma tinggal lurus doang. Kalau di Google Maps, jalan kaki cuma 20 menit. Dan gua pilih jalan kaki.
Kenapa? Gua mikir, gua habis makan martabak, jadi 'olahraga' dikitlah buat bakar kalori.
Ilustrasi martabak telur. Foto: Dok. Shutterstock
Itu gua jalan kaki benar-benar capeeeekkk... rasanya. Kok, enggak sampai-sampai, pikir gua. Apa ini cara Tuhan 'membutakan' mata gua agar batal ke sana?
Namun ternyata, akhirnya sampai juga. Sekitar 16:50 WIB-lah waktu gua sampai itu. Tapi ternyata, acara belum mulai. Gua nunggu dululah akhirnya di luar. Makin deg-degan gila.
Ditambah lagi, gua agak gentar juga melihat bentukan petugas keamanan yang disewa buat jaga acara itu. Gede-gede banget. Takut salah tingkah terus digebukin gua.
ADVERTISEMENT
Sudah begitu, gua makin tegang gara-gara, beberapa menit sebelum boleh masuk venue, ada orang berantem. Persis di depan 'Kepala Ratu'. Kata gua, yaelah, pertanda apa ini, Ya Allah.
Mereka berantem gara-gara tabrakan motor. Biasalah, enggak ada yang mau ngaku salah. Enggak ada yang luka, sih, cuma salah satu motor rusak parah dan pemiliknya ngotot minta ganti rugi. Aya-aya wae.
Gua memutuskan untuk meninggalkan perdebatan itu. Geblek, gua niatnya nonton acara musik, kenapa jadi nonton orang adu bacot?
Pas mau masuk itu gua bingung. Aduh, kalau masuk ke tempat kayak gini mesti copot sepatu apa kagak? Terus, pas melangkah pertama kali pakai kaki kanan duluan atau kiri duluan? Ah, yaudahlah, gua loncat aja pakai dua kaki.
ADVERTISEMENT
Itu gua masuk pukul 17:10 WIB. Buset, suasana di dalamnya sesuai bayangan gua: Pencahayaan minim, jualan bir, gua juga enggak nemuin pintu yang ada tulisan 'Musala' --entah karena gelap atau memang enggak ada--, aduuuuhhh... Gua bagaimana ini kalau mau salat magrib?
Suasana di dalam hasil jepretan sendiri.
Tapi, ya, itu tadi. Gua memberanikan diri. Cool saja. Cuma masalahnya itu tadi, gua bingung salat magrib di mana. Di luar venue juga kagak ada musala. Terus, gua mutusin berada di situ sampai jam 6 sore aja.
Singkat cerita, acara dimulai. Gua lupa nama band yang tampil pertama itu apa. Pokoknya, musiknya asyik. Mereka memainkan instrumen asli dan vokalisnya nge-rap. Asyik banget itu musik.
Suasana di dalam hasil jepretan sendiri
Gua nonton sambil juga sesekali melihat sekeliling. Enggak 'seremang-remang' dan enggak 'seliar' yang gua bayangkan, sih. Entah gua aja yang terlalu berpikir negatif atau karena itu masih sore.
ADVERTISEMENT
Orang-orang di sana pada nontonnya sambil minum bir, sambil merokok, enggak cewek, enggak cowok. Hmm... Inikah dunia gemerlap itu?
Suasana di dalam hasil jepretan sendiri
DAN! Gua melihat Mauro Camoranesi, hahaha...
Enggak, deng, bercanda. Bukan Mauro Camoranesi betulan. Dia orang Indonesia, cowok, rambutnya panjang, pakai jersi Juventus. Sepintas, gua langsung keingatan sama Camoranesi.
Itu orang, aduh, Ya Allah, ngapain, sih, datang ke kelab malam pakai jersi klub sepak bola? Juventus pula. Yailah, salah destinasi kali ini orang. Niatnya ke Stadio Dele Alpi, tapi malah ke Kemang. Jauh banget nyasar lu!
Mauro Camoranesi. Foto: Twitter/@juventusfcen
Tapi, gua akuin, sih, suasana di dalam memang seasyik itu. Hampir saja gua memesan sebotol bir. (Bercanda, hehe...)
Soalnya, gua ngebayangin, andai ini tempat enggak ada acara live music, pasti tetap ada musik yang disetel pakai sound system. Habis pulang kerja atau malam Minggu datang ke sana, nongkrong sambil ngobrol sama konco-konco, plus pesan bir kayaknya menarik.
Suasana di dalam hasil jepretan sendiri
Dari situ, gua paham. Paham kenapa banyak orang senang main ke kelab malam. Karena vibe-nya bisa seasyik itu.
ADVERTISEMENT
Pukul 17:50 WIB, band yang gua tonton itu kelar mentas. Gua lantas memutuskan menuju pintu keluar. Kian dekat dengan pintu keluar, kaki kian berat, seperti ada yang bisikin, "Sayang, bro, pulang sekarang, jarang-jarang lu kayak gini".
Tapi gua sadar, itulah mungkin cobaannya. Gua tetap pulang, meninggalkan lokasi menuju minimarket terdekat untuk memesan ojol di sana menuju Stasiun Pasar Minggu.
Well, tapi seenggaknya gua sekarang sudah punya pengalaman ke kelab malam-lah. Jadi, kalau ada orang nanya, "Lu pernah, enggak, ke kelab malam?"
Gua bisa jawab, "Pernah". Ngapain? Cari musala.