Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Selain Social Distancing, Perlu Jugakah Menerapkan Social Media Distancing?
17 Maret 2020 19:25 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jadi, sekarang Indonesia sedang menerapkan kegiatan bernama social distancing . Mulai sekarang, setidaknya untuk sementara, kita tidak boleh bikin acara rame-ramean dulu, belajar hingga kerja #dirumahaja, mengisolasi diri.
ADVERTISEMENT
Kalaupun mau keluar, ya, seperlunya saja. Itu pun kita mesti menjaga jarak dengan orang lain. Jangan terlalu dekat. Semua ini gara-gara penyebaran virus corona yang telah menjadi pandemi global.
Ah, ya, sudahlah. Kalau kalian adalah introvert kayak gua, mungkin sudah biasa, ya, melakukan social distancing dalam kehidupan normal.
Menjauhi keramaian adalah passion kami, menyendiri adalah bakat alamiah kami, kesunyian adalah kekasih kami. So, kami ada di garda terdepan dalam gerakan ini~
Namun, selain social distancing, perlukah kita juga menerapkan social media distancing? Pemikiran ini terlintas di benak gua sejak tadi pagi kala melihat salah seorang kenalan gua di Twitter bicara soal hal tersebut.
Katanya, sudah terlalu gaduh. Media sosial --yang sebelumnya sudah berisik-- menjadi tambah berisik dengan segala macam perbincangan ihwal per-corona-an duniawi ini.
ADVERTISEMENT
Bahkan pada malam sebelumnya, gua juga melihat orang lain menyarankan agar kita meng-unfollow para buzzer politik. Sebab, kata dia, mereka berpotensi semakin memperkeruh situasi karena memanfaatkan momen persebaran COVID-19 untuk tujuan politik masing-masing.
Ada benarnya, sih. Kita butuh media sosial. Namun seyogianya, kita cukup mem-follow akun-akun media yang terpercaya dalam memberi informasi. Jangan yang aneh-aneh.
Ingat, kita cuma perlu informasi valid. Bukan yang bikin hati dan pikiran melilit.
Kurang lebih, begitu, sih, konteks dari social media distancing yang gua maksud. Menjaga jarak dari akun-akun yang bikin panik hingga toxic. Juga, akun-akun penyebar hoaks dan pembikin informasi sotoy terkait corona.
Memperjelas poin terakhir, maksudnya akun pembikin informasi sotoy adalah mereka yang mencoba untuk memberi tips anti-corona versi mereka sendiri. Padahal, mereka bukan dokter atau tenaga medis yang tersertifikasi. Karena itu, kita mesti berhati-hati.
ADVERTISEMENT
Bagaimana? Menarik, bukan? Biar hidup kita lebih tenang juga.