Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
3 Fase Relasi Cinta
6 September 2019 14:25 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Kelas Cinta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Cinta kok dipelajari? Konyol ah. Ngapain, itu kan alamiah?"
Begitu reaksi seloroh hampir semua orang ketika pertama kali melihat artikel dan video lessons dari Kelas Cinta. Bisa jadi anda termasuk salah satu yang (pernah) berpikir demikian. Rasanya absurd sekali membayangkan orang sampai perlu belajar tentang hubungan cinta.
ADVERTISEMENT
Namun sebenarnya sudah jadi kesepakatan umum bahwa jika mau lebih maju, baik, sukses, kita mesti bersedia belajar menambah wawasan keilmuan sambil memperbanyak eksperimen dan pengalaman. Itu berlaku dalam studi, karir, keterampilan hidup, kedewasaan, hobi, keuangan, pertumbuhan rohani, berorganisasi, pergaulan, kepemimpinan, olahraga, bisnis, dan segala aspek lain dalam hidup.
Tapi entah kenapa, prinsip itu dianggap tidak berlaku dalam aspek relasi cinta dan pernikahan. Sepertinya percintaan adalah area yang (dipercaya) tidak bisa diilmukan, tidak boleh dianalisis, tidak perlu dipelajari. Upaya mengkaji mekanika dan dinamika cinta biasanya direspons sebagai lelucon, kesesatan, ataupun pembodohan.
Kami setuju, cinta memang fenomena alamiah. Semua orang tentu bisa merasakan gejolak jatuh cinta tanpa perlu cape-cape dan repot-repot mempelajarinya. Namun hanya karena sesuatu alamiah, bukan berarti kita bisa menjalaninya sesuai feeling saja.
ADVERTISEMENT
Rasa lapar itu alamiah, demikian juga dorongan untuk makan. Apa yang terjadi jika kita asal makan apa saja tanpa perhitungan, mengikuti insting yang belingsatan setiap melihat iklan promo jajanan manis di berbagai aplikasi yang tinggal klik itu?
Bisa-bisa kita akan merusak tubuh dan memicu kerugian di masa depan.
Itu sebabnya sejak kecil kita diberi pelajaran oleh orang tua tentang kebiasaan makan yang sehat. Itu sebabnya di usia dewasa, apalagi ketika memasuki usia-usia tertentu, kita belajar mengelola pola makan dan kesadaran akan nutrisi tubuh. Bahkan belakangan ini ada studi mindful eating yang terbukti menghindarkan kebiasaan makan yang buruk dan meningkatkan kesehatan jiwa .
Kami yakin anda pasti pernah membaca tips soal makan, mungkin malah meneruskan pesan-pesan kesehatan terkait itu lewat whatsapp groups. Apakah anda merasa konyol belajar tentang cara makan, urutan makan, strategi makan, dan sebagainya? Tidak 'kan?
ADVERTISEMENT
Demikian juga dengan relasi cinta.
Pada saat belajar tentang cinta, anda bukan sedang belajar hal yang menye-menye. anda belajar tentang segudang efek psikologis yang ajaib dan tidak kasat mata . Anda belajar tentang badai biologis yang sangat nyata dan bisa terukur terjadi di balik tempurung kepala . Anda tentang belajar tentang salah satu aspek kehidupan yang terpenting.
Bangsa Yunani kuno mengenali ada tujuh jenis cinta . Robert Sternberg mengenali ada tiga komponen cinta (seperti dibahas dalam artikel sebelumnya ). Elaine Hathfield membagi cinta dalam dua konstruksi . John Lee mengenali cinta ada tiga warna primer dan tiga warna sekunder .
ADVERTISEMENT
Tidak terhitung berapa ratus orang lainnya di sepanjang sejarah manusia ini yang telah mendedikasikan hidupnya untuk memahami aspek-aspek cinta. Bukan cuma sisi positif cinta yang dipelajari, tapi juga sisi-sisi pedih dan gelapnya seperti studi Roy Baumeister tentang unrequited love (cinta tak berbalas) dan studi Dorothy Tennow tentang limerence (cinta yang obsesif).
Misalnya, sebuah studi mencatat bahwa hanya 24 persen wanita dan 65 persen pria di tahun 1960-an yang menganggap cinta adalah dasar dari rumah tangga. Hanya dalam selang dua dekade kemudian, angka itu melonjak hingga lebih dari 80 persen bagi pria dan wanita tahun 1980-an.
ADVERTISEMENT
Bisa dibilang dimensi cinta, ekspresi cinta, dan institusi cinta ikut berevolusi. Itu sebabnya Eli Finkl mengatakan pernikahan itu sebuah institusi yang rumit dan makin ke sini makin rumit, karena ada banyak ekspektasi yang kita masukkan ke dalam rumah tangga dalam beberapa dekade terakhir: "[A] marriage that would have been acceptable to us in the 1950s is a disappointment to us today because of those high expectations."
Manusia modern berharap bahtera rumah tangga adalah tempat yang membahagiakan, padahal realitanya tidak demikian . Semakin menambah-nambah ekspektasi, semakin jadi kacau, berat, dan sulit berlayarnya.
ADVERTISEMENT
Kami juga yakin hati anda sebenarnya percaya itu, makanya anda masih terus membaca hingga baris ini.
3 Fase Hubungan Romansa
Masih ingat pelajaran tempo hari tentang progresi afeksi dalam relasi cinta? Mulai dari Arousal (ketergodaan), lalu Attraction (ketertarikan), dan akhirnya Attachment (kelekatan).
Hari ini kami ingin mengenalkan salah satu prinsip dasar lainnya yang hanya ada di Kelas Cinta, yaitu bahwa hubungan romansa terdiri atas tiga fase linear (yang sebenarnya juga bisa berjalan terpisah masing-masing). Setiap fase memiliki aturan, pola, dan cara interaksi yang berbeda, seperti yang bisa diperhatikan sebagai berikut.
Fase ini disebut juga sebagai fase pendekatan (PDKT). Pada fase ini yang terjadi sebenarnya adalah tumbuhnya ketertarikan akibat impresi fisik/seksual dan interaksi sosial yang menyenangkan. Belum ada unsur cinta yang lekat dan kuat (atau attachment ) di dalamnya; hanya ada unsur-unsur arousal dan attraction saja, itu sebabnya lebih tepat disebut ̶C̶i̶n̶t̶a̶ Gairah Pada Pandangan Pertama.
ADVERTISEMENT
Menurut Profesor Antropologi Helen Fisher, ketertarikan fisik di tahap ini dipicu oleh hormon testosteron pada pria dan hormon estrogen pada wanita. Ketertarikan semacam ini terjadi di seluruh spesies dan menjadi bagian dari insting dasar untuk menemukan pasangan dalam rangka menyebarkan gen.
Terlalu cepat dan beresiko berbicara soal cinta di fase ini sebab segala sesuatunya belum pasti: belum tentu gebetan merasakan ketertarikan yang sama dan belum tentu pula gebetan mau menjalin hubungan. Atas dasar itulah, pada fase pendekatan sebaiknya anda tidak sedikit pun melakukan tindakan-tindakan serius seperti pengorbanan, dekat dengan satu orang saja, membicarakan masa depan.
Kekeliruan bersikap akan membuat anda jadi terlalu banyak berinvestasi (secara sepihak) pada seseorang yang kemungkinan besar buruk ataupun tidak sejalan dengan gaya hidup anda.
ADVERTISEMENT
Tahapan selanjutnya adalah fase hubungan serius, mulai dari berpacaran hingga berumah tangga. Kalau di fase sebelumnya anda dilarang memakai perasaan dan keseriusan, maka di fase ini anda justru wajib bicara tentang cinta, pengorbanan, komitmen, dan segala tetek bengeknya.
Unsur cinta yang memegang peranan penting di fase ini akan membuat anda dan pasangan semakin terikat dan mulai mengenal kepribadian masing-masing secara lebih mendalam.
Cara 'bermain' di fase kedua ini sangat menitikberatkan pada kerjasama. Kedua pihak perlu bisa melakukan distribusi tugas yang cukup merata. Kami tidak merekomendasikan pembagian tugas sesuai gender, misalnya pria bekerja cari uang dan wanita bekerja urus rumah. Itu akan menciptakan ketimpangan kuasa yang membuka banyak sekali potensi masalah, seperti abuse of power, ketidakseimbangan porsi mengurus domestik, dsb.
ADVERTISEMENT
Selain menata kerjasama, anda dan pasangan juga perlu belajar mengelola konflik dengan sehat. Kata kuncinya adalah mengelola alias managing, bukannya menyelesaikan. Menurut studi , ada hanya 31 persen masalah dan konflik yang bisa diselesaikan. Ketidakmampuan mengelola konflik ini wajib jadi parameter penentu lanjut menikah atau tidak.
Jika terbukti kesulitan semasa pacaran, maka tinggal waktu saja hubungan anda akan melipir ke fase terakhir. Kalau dipaksakan menikah (atau bertahan dalam rumah tangga), ya keduanya jadi lebih sibuk memelihara ketidakbahagiaan dibanding memelihara kebahagiaan.
Fase ke-3 adalah fase patah hati, putus cinta, ataupun perceraian. Jika fase pertama berupaya menyeleksi calon investor, fase kedua berupaya mengelola investasi bersama, maka fase terakhir ini berupaya damage control alias, menghentikan investasi dan mengalirkannya ke tempat yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Ketika hubungan hancur, maka kita perlu berfokus pada pengendalian diri, emosi dan meminimalisir konsekuensi kerusakan yang mungkin terjadi dalam hidup anda, serta mempersiapkan diri untuk mendapatkan cinta lagi dengan pasangan baru.
Semua orang yang pernah mengalami putus cinta pasti tahu bahwa inilah fase yang paling menyakitkan baik secara fisik maupun psikis. Rasanya tidak ada orang jatuh cinta yang mau atau sempat terpikirkan akan sampai di fase ini.
Karena sebegitu menyakitkannya, maka hal yang harus segera dilakukan adalah memotong semua sumber rasa sakit agar bisa secepatnya pulih (move on). Menurut sebuah studi , terus berhubungan dekat dengan mantan memiliki "... negative implications both for relationship quality and for life satisfaction." Setelah jaga jarak itu, barulah menyiapkan hati untuk mengambil pelajaran dari kegagalan hubungan sebelumnya agar tergelincir pada 'penyakit' atau kekeliruan serupa di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Nah, apa gunanya mengetahui tiga fase tersebut? Tidak kah itu pengetahuan yang mempersulit hidup dan sia-sia?
Menurut kamu, justru itu semua membantu kita agar jadi lebih sadar diri, cermat, dan tidak salah langkah dalam membuka dan menjalin hubungan.
Misalnya, anda masih PDKT tapi sudah memperlakukan gebetan dengan penuh keseriusan dan kebaikan hati selayaknya seorang pacar. Hasilnya seringkali jadi terjebak friendzone, ataupun menghabiskan waktu menolong dia jadian dengan orang lain.
Penyebabnya tentu saja karena gebetan berpikir untuk apa dijadikan pacar kalau jadi teman saja sudah mendapatkan limpahan kebaikan sosok seorang pacar? Analoginya seperti “Untuk apa beli kalau gratisan saja sudah dapat semuanya?”
ADVERTISEMENT
Kalaupun nembak, kemungkinan besar anda ditolak .
Contoh kesalahan populer lain akibat ketidaktahuan dan ketidak-mauan orang belajar cinta adalah sikap keras kepala setelah ada kata putus. Tidak sedikit orang yang meneruskan investasi, berusaha memperbaiki, bahkan sampai mengemis-ngemis diberikan kesempatan kedua.
Di fase post-relationship, alias pasca hubungan, tidak ada lagi hubungan yang bisa diperbaiki. Satu-satunya yang masih bisa diperbaiki adalah pribadi kitanya, jadi seluruh tenaga dan waktu idealnya dialihkan untuk menyembuhkan dan memperbaiki diri. Tapi kebanyakan orang biasanya masih ngeyel bertanya dan memaksa, "Aku mau perbaikin hubungan!"
Semakin banyak sumber daya diri yang dialirkan ke hubungan-yang-sudah-tiada itu, semakin kita akan merasa sakit, terbuang, sia-sia, dan bisa terperosok ke lembah depresi.
ADVERTISEMENT
Apa contoh operasi yang sehat sesuai fase post relationship? Mengutip dari buku Move On Dalam 30 Hari , salah satunya adalah memotong akses dari semua sumber rasa sakit yaitu mantan dan semua hal tentang dirinya. Kita perlu menjaga jarak agar jiwa kita bisa lebih tenang, tidak terpapar rasa sakit sepanjang hari.
Masuk akal, bukan?
Cinta Bisa Dipelajari
Dalam relasi cinta, ada banyak 'kondisi seharusnya' yang tidak sejalan dengan realitanya. Seharusnya orang baik mudah dijadikan pacar, realitanya banyak ditolak dan hanya dijadikan teman baik. Seharusnya putus cinta membuat kita menemukan pasangan yang lebih baik, realitanya kita masih terus terjebak nostalgia.
ADVERTISEMENT
Fenomena itulah yang semestinya membuat kita sadar bahwa penting untuk mempelajari cinta. Lebih tepatnya, bukan cinta-nya yang dipelajari, melainkan memahami dinamika sosial yang terjadi dalam relasi cinta.
Ada ratusan (kalau tidak ribuan) riset dan kajian tentang cinta yang oleh para peneliti sejak puluhan tahun yang lalu. Semua terobosan keilmuan itulah yang menjadi referensi Kelas Cinta dalam mengedukasi masyarakat.
Dan usaha kita untuk melatih skill menghadapi segala dinamika romansa yang akan semakin rumit seiring berkembangnya jaman. Itu sebabnya jangan pernah memacari (apalagi menikahi!) seseorang yang menganggap remeh belajar tentang hubungan. Anda bisa baca lebih lengkap tentang itu dengan klik twit berikut .
ADVERTISEMENT
Semoga pembahasan materi di artikel cukup ringan sekaligus cukup tajam untuk membuka wawasan anda tentang cinta. Akan jauh lebih mudah jika anda memiliki pengetahuan tentang kehidupan romansa dan mempelajari seluk-beluknya, sebelum langsung terjun praktek lalu terseok-seok menjalaninya.
Sampai jumpa di kelas berikutnya.