Lebaran 2021 Dilarang Mudik, Bagaimana Pendapat BEM FIS UM 2021?

BEM FIS UM
Akun Resmi portal kabar berita BEM FIS UM Dikelola oleh Departemen Riset dan Teknologi
Konten dari Pengguna
31 Maret 2021 12:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BEM FIS UM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mudik lebaran menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Muslim di seluruh Indonesia untuk bersilaturahim dan berkumpul merayakan Idul Fitri bersama sanak saudara. Sayangnya, lebaran di tahun 2020 lalu, pemerintah Indonesia melarang adanya mudik lebaran karena kasus pandemi COVID-19.
Petugas kepolisian mengarahkan bus ke pintu keluar Tol Bitung, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (24/4/2020). Penyekatan itu dilakukan menyusul adanya larangan mudik bagi seluruh kalangan yang sudah ditetapkan mulai hari ini guna mencegah penyebaran COVID-19. Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Pada tahun 2021, warga perantauan bisa bernapas lega dengan adanya wacana mengenai direstuinya mudik lebaran yang telah disampaikan Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi (16/3/2021). Tidak adanya larangan mudik lebaran karena Menhub Bersama dengan Tim Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 telah memperisiapkan mekanisme protokol kesehatan yang ketat. Namun, layaknya prank, tanggal 27 Maret 2021, telah disampaikan secara resmi larangan mudik 2021.
ADVERTISEMENT
Larangan ini menimbulkan pro dan kontra, apakah lebaran kali ini tidak mudik lagi?

Lantas, bagaimana tanggapan mahasiswa perwakilan Direktorat Jenderal Pers Mahasiswa, BEM Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang mengenai larangan mudik lebaran tersebut? Nah, ini dia tanggapan mereka yang berhasil dirangkum:

Rohmatin Alfianistiawati (Trenggalek, Jawa Timur)
"Menurut saya, kebijakan larangan mudik ini menimbulkan pro dan kontra. Saya pribadi kurang setuju akan adanya larangan mudik lebaran di tahun 2021, terutama bagi saya di mana posisi saya dan orang tua terpisah jauh. Kedua orang tua saya bekerja di luar Jawa sehingga mudik lebaran ini menjadi momen saya dan orang tua untuk dapat berkumpul bersama. Namun, dengan adanya kebijakan ini, momen-momen tersebut tidak bisa saya rasakan. Jujur, kebijakan larangan mudik ini membuat suasana lebaran menjadi sepi, tidak seperti lebaran sebelum pandemi. Meskipun teknologi komunikasi saat ini sudah berkembang, sehingga tidak ada batasan berkomunikasi, tetapi tetap saja ada rasa yang kurang. Menurut saya kebijakan ini bukan hanya berdampak pada kurangnya intensitas berkumpul bersama keluarga, tetapi berdampak pula pada penurunan pendapatan masyarakat yang bergantung pada bulan Ramadhan, terutama di musim mudik. Ramadhan yang biasanya ramai banyak pendatang yang berkunjung mampu meningkatkan penghasilan masyarakat terutama yang bekerja di bidang transformasi dan kuliner Namun, dengan larangan mudik ini penghasilan mereka juga menurun lantaran pendatang yang berkunjung sepi."
ADVERTISEMENT
Areta Shabiha Rumekso (Purbalingga, Jawa Tengah)
"Mengenai larangan mudik lebaran 6-17 Mei 2021, sejujurnya, tidak berdampak banyak pada saya dan keluarga karena mayoritas keluarga saya masih berada di regional Purbalingga, Jawa Tengah dan saya tidak pernah mudik lebaran ke mana pun. Namun, ada saudara saya yang berada di Kalimantan berniat pulang ke Purbalingga setelah lebaran menemui ibu mereka yang sudah lama tidak berjumpa. Meskipun demikian, kemungkinan besar saudara saya mengurungkan niat untuk mudik karena Ibu yang akan mereka temui berada pada usia dan kondisi yang renta terserang COVID-19. Oleh karena itu, saya pribadi pro terhadap larangan mudik ini melihat kondisi keluarga yang kurang sehat dan pandemi di Indonesia yang kian lama tidak terkendali, bahkan di Purbalingga yang notabennya bukan perkotaan besar, angka kematian karena COVID-19 cukup banyak. Selain itu, banyak anak muda Purbalingga yang merantau di kota-kota besar dengan angka COVID-19 yang tinggi dan apabila diperbolehkan mudik, bukan tidak mungkin mereka akan membawa virus bagi keluarga yang berada di Purbalingga, meskipun kondisi tubuh mereka terlihat sehat. Saya memang tidak bisa merasakan kerinduan mudik lebaran, tetapi saya yakin rasanya akan sama seperti saya merantau untuk kuliah. Namun, bukankah penularan COVID-19 dapat dicegah oleh kita? Jika bukan kita, siapa lagi?"
ADVERTISEMENT
Yunita Eka Savitri (Jombang, Jawa Timur)
"Saya setuju dengan kebijakan pelarangan mudik lebaran untuk tahun 2021. Menurut saya, kebijakan ini perlu dilakukan untuk mengurangi risiko kenaikan tajam kasus Covid-19 yang saat ini berada dalam tren menurun. Jika kita lihat dari fenomena mudik tahun-tahun sebelumnya pasti tempat umum seperti stasiun, terminal, bandara, maupun pelabuhan akan dipenuhi dengan orang yang akan mudik, kondisi tersebut pastinya menciptakan kerumunan yang berpotensi pada penularan Covid-19. Masyarakat, tenaga medis dan pemerintah tentu saja tidak menghendaki hal tersebut terjadi hanya karena keinginan mudik yang tidak bisa ditahan. Kita telah memasuki era digital, dimana komunikasi bisa dilakukan secara online. Dengan masih adanya pandemi Covid-19 di Indonesia kita bisa memanfaatkan aplikasi chat ataupun meet online untuk bisa terhubung dengan keluarga yang berada jauh dari kita."
ADVERTISEMENT
Muhammad Kresna Dutayana (Sleman, DIY)
"Dari adanya peraturan pemerintah menganai larangan mudik lebaran tahun 2021, kesempatan untuk bersilaturahim secara langsung tidak bisa dirasakan dalam reelitas kehidupan. Hal tersebut karena tidak semua orang, terutama generasi tua yang memiliki HP/telefon untuk berkomuniksi dan di Indonesia masih adanya kesenjangan dalam memiliki teknologi HP/telepon. Walaupun ada telepon, masih banyak orang tua yang tidak bisa mengoprasikan HP/telepon tersebut. Selain itu, larangan mudik membuat perekonomian terutama di bidang perhubungan, pendapatan devisanya berkurang akibat tidak ada praktik perekonomian atau arus perekonomian dalam mobilitas antar daerah/pulau. Hal ini mengakibatkan pendapatan dari sektor transportasi berkurang. Terlihat dari pendapatan maskapai penerbangan, kereta, dan bus yang mulai menurun. Padahal, mobilitas ini akan menunjang pendapatan devisa perekonomian, sehingga banyak tangungan daerah yang akan ditutupi dari biaya dari pendapatan mobilitas ini. Selain itu, mudik adalah sistem yang sudah membudaya di masyarakat Indonesia, terutama mudik lebaran. Jika budaya itu diganggu, akan menimbulkan pertentangan, serta akan menimbulkan konflik yang ada di setiap kegagalan dari fungsi yang ada dari arahan peraturan larangan mudik. Oleh karena itu, tidak heran jika larangan mudik ini dilanggar dan tidak disetujui, sebab mudik adalah budaya Indonesia."
ADVERTISEMENT
Dari tanggapan mahasiswa di atas, dapat dianalisis, bahwa pihak yang menyetujui larangan mudik lebaran ini berdasarakan pada tajamnya peningkatan angka kasus pandemi COVID-19 di Indonesia dan dapat lebih meroket apabila diperbolehkan mudik lebaran di mana hampir seluruh masyarakat di Indonesia berbondong-bondong untuk pulang ke kampung halaman masing-masing. Hal itu berpotensi pada penularan COVID-19 di perjalanan maupun di daerah tujuan. Dikutip dari halaman Twitter milik Drs. H. Lukman Hakim Saifudin, Menteri Agama Indonesia 2014-2019 menyatakan, bahwa :
twitter.com/lukmansaifuddin
Namun, dari pihak kontra, pelarangan mudik lebaran ini tentu akan menganggu silaturahim, terutama bagi mereka dengan keluarga yang berada jauh dan sudah sangat rindu karena lebaran tahun 2020 pun dilarang mudik. Meskipun ada fitur komunikasi online, tetapi komunikasi tersebut dirasa kurang puas, terutama untuk silaturahim di hari sacral seperti Idul Fitri.
ADVERTISEMENT
Suatu kebijakan baru pasti akan melahirkan pro dan kontra dari masyarakat. Tidak terkecuali kebijakan larangan mudik lebaran 2021 yang dirasa sepele, tetapi akan mempengaruhi kegiatan masyarakat di kala lebaran nanti. Namun, melihat situasi pandemi di Indonesia, kita perlu berpikir ke depan dan bertanya pada diri sendiri akan resiko yang dihadapi.
REPORTER: Ditjen Pers Mahasiswa
Kementerian Komunikasi dan Informatika
BEM FIS UM 2021