Limbah FABA Tak Lagi Masuk Kategori B3, Begini Tanggapan Mahasiswa FIS UM

BEM FIS UM
Akun Resmi portal kabar berita BEM FIS UM Dikelola oleh Departemen Riset dan Teknologi
Konten dari Pengguna
20 Maret 2021 13:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BEM FIS UM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Kebijakan turunan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja menghasilkan PP Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam PP tersebut, limbah hasil pembakaran batu bara, yaitu Fly Ash (abu terbang) dan Bottom Ash (abu dasar) atau FABA tidak lagi masuk ke dalam kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Namun, penghapusan FABA dari kategori limbah B3 menuai kontroversi dari berbagai pihak.
PLTU Lontar - Tangerang, Ilustrasi limbah hasil Pembakaran batu bara berjenis fly ash (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan.com)
Lantas, bagaimana tanggapan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang mengenai kebijakan tersebut? Apakah kebijakan tersebut sudah tepat atau mungkin akan merusak lingkungan? Nah, berikut yang berhasil dirangkum dari opini mereka:
ADVERTISEMENT

Habiby Bastyan (Jurusan Sejarah angkatan 2020)

“Menurut pendapat saya, kebijakan tersebut tidak tepat karena sepengetahuan saya, setelah menonton film dokumenter "Seksi Killer" beberapa waktu lalu, limbah yang dihasilkan dari pembakaran batu bara yang berupa abu terbang dan abu dasar akan berbahaya jika terhirup dan masuk ke saluran pernapasan manusia. Limbah ini berupa debu atau abu yang berwarna hitam dan dapat menyebabkan penyakit pada saluran pernapasan. Selain berbahaya bagi saluran pernapasan, limbah FABA juga berbahaya bagi lingkungan. Limbah ini jika menumpuk pada tanah atau lahan pertanian dapat merusak unsur hara yang ada didalamnya, alhasil tanah menjadi miskin unsur hara, bahkan tanah menjadi tandus dan tidak baik untuk ditanami tanaman konsumsi. Saya tidak tahu betul apa maksud dari penghapusan FABA dari kategori B3, tetapi pendapat saya langkah ini tidak tepat.”
ADVERTISEMENT

Robbi Maulana Malik Huda (Jurusan Sejarah angkatan 2019)

“Sejauh yang saya pahami, sekiranya belum dapat dipastikan secara jelas apakah penghapusan limbah batubara dari kategori tersebut memang dihapus seutuhnya atau sementara, atau bahkan hanya dipindah kategori jenis limbahnya saja. Akan tetapi, jika memang benar limbah batubara dihapuskan sepenuhnya dari kategori limbah berbahaya, hal tersebut sudah pasti akan merugikan berbagai pihak, terutama masyarakat yang berada di radius jangkaun terpapar limbah batu bara tersebut. Oleh karena itu, perlu kajian ulang dari pemerintah, khususnya sebagai pemangku kebijakan agar mampu memberikan keputusan yang bijak demi terciptanya lingkungan yang sehat.”

Diky Romadoni Saputra (Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan angkatan 2019)

“Menurut saya kebijakan tersebut sudah jauh dari prinsip pembangunan yang berkelanjutan yang di dalamnya mengandung esensi tetap menjaga kelestarian alam serta meminimalisir dampak lingkungan kepada kehidupan sekitar. Adanya kebijakan tersebut jika tidak segera diatasi dikhawatirkan akan membuat masalah baru khususnya dalam bidang kesehatan yang sudah terkoyak hebat akibat adanya pandemi belum lagi bilamana nantinya ditambah kebijakan ini justru akan mempeparah kondisi tersebut.”
ADVERTISEMENT

Agung Kurniawan (Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Angkatan 2019)

“Menurut pendapat saya, tentunya kebijakan dikeluarkannya UU tersebut pasti sudah melalui berbagai pertimbangan, sehingga tidak ada salahnya kebijakan tersebut diberlakukan selama hal tersebut diiringi dengan prosedur yang benar dan tidak membawa dampak yang buruk bagi masyarakat. Apabila nantinya membawa dampak buruk bagi lingkungan, maka hendaknya pemerintah lebih mempertimbangkan kebijkan tersebut.”

Muhammad Kresna Dutayana (Jurusan Sosiologi Angkatan 2020)

“Menurut saya, pandangan mengenai kebijakan tersebut tidaklah tepat, sebab sekarang ini banyak unsur bahan kimia yang tidak mudah terurai dari pembusukan ataupun menghilangkan unsur bahan kimia dari limbah hasil pembakaran batu bara. Hal tersebut dikarenakan unsur senyawa pada tanah menjadi asam, sehingga bisa menimbulkan kerusakan tanah menjadi tidak subur. Apalagi sekarang ini peraturan agak nyeleneh, yang mana sekarang banyak limbah dari perbuatan manusia yang mengancam dari pada hanya menghapus aturan mengenai limbah ini. Jadi menurut saya, hal ini akan merusak ekosistem lingkungan hidup, terutama adanya lepas tangan dari pemerintah dalam pengelolaan limbah yang tepat, sehingga limbah yang tidak bisa terurai zat kimiawi dengan baik akan menimbulkan kerusakan ekosistem. Aturan ini mengabarkan pemerintah lepas tangan untuk mengelola atau menangani limbah yang tidak bisa dijelaskan dengan baik mengapa dan apa sebabnya limbah ini tidak bermasalah bagi pupuk baru ini alias abu ini pupuk.”
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, berdasarkan analisis dari opini mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang dapat diambil kesimpulan, bagi mereka yang netral berpendapat, bahwa kebijakan tersebut dirasa masih belum jelas bagaimana kepastiannya. Sedangkan pihak kontra didasarkan pada limbah FABA yang dapat merusak kelestarian alam dan lingkungan, serta berbahaya bagi pernapasan manusia dan dari pihak pro, dilihat dari pembuatan kebijakan yang dirasa sudah melalui berbagai macam pertimbangan, sehingga kebijakan tersebut sekiranya dapat diterapkan.
Melihat kebijakan yang masih menimbulkan banyak kontroversi, pemerintah harus lebih mengkritisi langkah terhadap kebijkan tersebut agar tidak merugikan berbagai pihak, apabila kebijakan tersebut memang bermanfaat tanpa merugikan pihak tertentu yang tentunya pemerintah perlu mengambil tindakan nyata untuk meyakinkan kepada masyarakat secara rasional, bahwa kebijakan itu benar-benar tepat dan pro-rakyat.
ADVERTISEMENT
Reporter : Rohmatin Alfianistiawati
Kementerian Komunikasi dan Informatika BEM FIS UM 2021