Banjir di Kolaka Utara dan Pembukaan Lahan Serta Tambang Sirtu Ilegal

Konten Media Partner
19 Desember 2020 13:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ratusan batang kayu yang terbawa banjir diduga hasil pembukaan lahan masyarakat. Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
zoom-in-whitePerbesar
Ratusan batang kayu yang terbawa banjir diduga hasil pembukaan lahan masyarakat. Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
ADVERTISEMENT
Dalam sebulan terakhir, wilayah Kolaka Utara (Kolut) sering diguyur hujan. Intensitas dan waktunya tidak menentu. Sesekali deras, kadang hanya rintik, atau dengan durasi lama, atau hanya beberapa waktu
ADVERTISEMENT
Hanya saja, Kolaka Utara belum pernah diguyur hujan dengan jangka waktu lebih dari 8 jam secara terus-menerus. Dalam catatan Kendarinesia, hujan dengan intensitas cukup tinggi hanya mengguyur Kolaka Utara pada akhir November, bulan lalu. Intensitas hujan kala itu terbilang tinggi, yang membuat debit air di Sungai Batu Ganda meluap.
Kala itu tidak ada rumah yang terendam air. Hanya saja, bronjong di Desa Batu Ganda sepanjang 30 meter ambruk. Dampaknya, abrasi di bibir sungai tak terbendung.
Kejadian ini bagi banyak orang, juga pemerintah, serupa kejadian sambil lalu. Bukan sebuah pertanda akan kerusakan lingkungan. Tanpa ada yang menduga, bencana jauh lebih besar mengintai ribuan warga yang berada di sempadan sungai, di daerah pusat kota Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara ini.
ADVERTISEMENT
Banjir Bandang
Kamis malam, (17/12) pukul 21.00 Wita, warga di Kota Lasusua, khususnya yang bermukim di seputaran DAS berhamburan keluar rumah akibat meluapnya sungai Batu Ganda.
Malam itu, tidak hanya sungai utama ini yang meluap, namun juga ada sungai lainnya, yaitu Sungai Rante Angin di Kecamatan Rante Angin, dan Sungai Wawo di Kecamatan Wawo.
Banjir sebesar ini disebut yang terbesar sepanjang sejarah Kabupaten Kolaka Utara berdiri. Banjir bandang 2010 silam menerjang Desa Batu Ganda, dan menewaskan 13 orang.
Wakil Bupati Kolaka Utara, H Abbas menyebut banjir kala itu menelan korban tapi debit air tidak sebesar yang terjadi pada Kamis malam.
“Sebelumnya kan tidak pernah air lewati jembatan Rante Limbong. Kemarin kita liat itu dia lewati jembatan itu," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dari data BPBD, banjir bandang di tiga kecamatan tersebut merendam 8 desa dan 2 kelurahan. Banjir ini membuat 1.109 rumah mengalami kerusakan, dengan rincian 3 rumah hanyut, 109 rusak berat, 91 rusak sedang, dan 903 rusak ringan.
Selain itu, banjir juga merusak 13 bangunan fasilitas umum; lima masjid, tiga unit sekolah, dua sarana olah raga, dan tiga jembatan. Banjir juga merusak 30 hektar kebun kakao, 5 hektar sawah, dan menghanyutkan 10 ekor ternak warga.
Beruntung tidak ada laporan korban jiwa dalam bencana alam yang menerjang Kolaka Utara pada Kamis malam.
Pembukaan Lahan dan Tambang Sirtu
Selain intensitas hujan, kuat dugaan pembukaan lahan secara serampangan di hulu, serta aktivitas tambang sirtu atau tambang galian C di Kolaka Utara menjadi penyebab banjir bandang.
ADVERTISEMENT
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara, Saharuddin yang dikonfirmasi jurnalis kendarinesia menyebut pembukaan lahan di hulu menjadi penyebab banjir di Kolaka Utara.
"Iya kalau data kita memang di Kolaka Utara memang terjadi pembukaan lahan di hulu," ucap Saharuddin dikonfirmasi Sabtu siang.
Selain itu, menurut Saharuddin, Pemda Kolaka Utara serta pihak-pihak terkait juga harus serius menertibkan tambang sirtu di Kolaka Utara.
Data yang diterima kendarinesia dari ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara pada beberapa bulan lalu, izin tambang galian C di Kolaka Utara hanya dimiliki satu orang, atas nama Hayuddin yang izin lokasinya berada di bagian Utara.
Hal ini juga dibenarkan oleh Kabid Perizinan PTSP Kolaka Utara, Taufik. Menurutnya, sampai sekarang beberapa masih dalam tahapan pengurusan, dan izinnya belum terbit.
ADVERTISEMENT
Dikonfirmasi di tempat lain, Anggota DPRD Kolaka Utara fraksi PKB Muhammad Syair berharap kedepan pembukaan lahan oleh warga di hulu bisa ditertibkan. Dia juga menyebut pembukaan lahan di hulu menjadi salah satu penyebab meluapnya DAS.
Banyaknya pohon berukuran besar yang terbawa arus aungai menjadi salah satu bukti pembukaan lahan di hulu.
"Kita lihat pepohonan di pinggir sungai ini memang kita lihat sudah berkurang," ujar Syahril.
Terkait tambang  galian C, Syahril menilai persoalan tersebut dilematis. Pasalnya, di lain sisi proses pengurusan izin tambang sirtu menurutnya sulit dan membutuhkan banyak biaya.
"Saya sudah sampaikan ke PTSP dan Dispenda bagaimana menunjukan jalan bagi masyarakat yang mengurus izin ini difasilitasi sampai di provinsi sampai penerbitan IUP," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Solusi
Wakil Bupati Kolaka Utara, Abbas, SE mengatakan, setelah kondisi di Kolaka Utara pasca banjir kembali normal, pihaknya akan mencari solusi terbaik untuk warga yang tinggal di area DAS.
Abbas mengatakan, pihaknya akan berupaya untuk menertibkan tambang galian C yang beroperasi secara ilegal di Kolaka Utara.
Selain itu, dia mengimbau agar masyarakat tidak melakukan pembukaan lahan di area DAS, khususnya yang berada di hulu sungai.
"Kedepan kita akan menata kembali sehingga tidak terjadi seperti yang kemarin," ucap Abbas.
Saat ini Pemda Kolaka Utara tengah menimbang beberapa opsi untuk warga di Desa Batu Ganda, yang pemukimannya memang hanya berjarak beberapa meter dari tepian sungai.
Opsi yang pertama, Pemda berencana akan melakukan pemindahan jalan di daerah itu yang putus akibat banjir. Yang kedua, sepanjang aliran sungai akan dibuatkan tanggul menggantikan bronjong yang sebelumnya berdiri di Batu Ganda.
ADVERTISEMENT
Warga Kolaka Utara, khususnya yang menjadi korban banjir bandang berharap penuh kepada Pemda Kolut untuk mencari solusi terbaik agar peristiwa banjir bandang di Kolaka Utara tidak terulang lagi.
Batang kayu besar melintang di pinggir jalan usai terbawa banjir bandang akibat luapan sungai Batu Ganda. Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.