Dituding Salah Gunakan Lahan, 10 Pegawai Tambang Diikat Warga Konawe

Konten Media Partner
24 Agustus 2019 13:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Operator alat berat yang disandera oleh warga Wawonii. Foto: tangkapan layar video.
zoom-in-whitePerbesar
Operator alat berat yang disandera oleh warga Wawonii. Foto: tangkapan layar video.
ADVERTISEMENT
Warga Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara (Sultra), mengamankan 10 orang karyawan PT Gema Kreasi Perdana (GKP). Mereka adalah operator alat berat perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan nikel itu.
ADVERTISEMENT
Dari video warga yang diterima kendarinesia, 10 orang itu tampak diikat. Mando Maskuri, salah satu warga Wawonii, mengatakan bahwa telah terjadi penyerobotan di lahan milik warga bernama Amin, Wa Ana, Labaa, dan Nurbaya (anak Labaa).
"Penerobosan ini bukan kali pertama, melainkan sudah berkali-kali," kata Mando dalam siaran persnya, Jumat (23/8).
Warga juga menyegel 18 alat berat yang beroperasi di lahan tersebut. Warga marah karena pengoperasian alat berat dalam rangka membangun jalan tambang (hauling) menuju konsesi tambang milik perusahaan GKP itu merusak perkebunan.
Selain aktivitas alat-alat berat, warga juga protes karena sering mendapati polisi yang jumlahnya lebih dari 10 orang menjaga lokasi tambang. Padahal, lokasi tambang ada yang berada di perkebunan milik mereka.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum warga, Anselmus, menjelaskan penyerebotan lahan di Konawe Kepulauan bukan baru kali ini saja. Akar masalahnya, kata Ansel, adalah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) yang masuk ke lahan milik warga.
Ada beberapa warga yang sudah menjual lahannya ke perusahaan, ada pula yang masih mempertahankan lahannya. Warga yang tidak ingin menjual lahannya inilah yang melangsungkan aksi protes.
Ansel mengatakan, sebenarnya IUP sudah terbit tahun 2007, lalu berubah menjadi IUP GKP pada 2017. Yang menerbitkan IUP kala itu adalah Lukman Abu Nawas (Wakil Gubernur Sultra) saat masih menjabat sebagai Bupati Konawe sebelum dimekarkan menjadi Konawe Kepulauan.
"Yang diambil alih ini jalan hauling. Sebenarnya kami sudah melapor untuk pengrusakan ini," ujar Ansel.
ADVERTISEMENT
Ansel juga menuding aparat tersebut yang beberapa kali ada di lokasi pertambangan tidak lagi bersifat netral, melainkan lebih berpihak ke pihak perusahaan.
"Polisi ini seperti pengawal perusahaan, karena sudah ada pernyataan kapolda kalau GKP ini legal. Padahal itu kan masih perdebatan juga karena ada warga yang belum sepakat," ucap Ansel.
Sampai saat ini, pihak Polda Sultra belum bisa dikonfirmasi terkait kabar adanya polisi yang berada di lokasi.
Ilustrasi tambang nikel. Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad
Di tempat terpisah, Direktur Operasional GKP, Bambang Murtiyoso, membantah pihaknya telah menyerobot lahan warga. Menurut Bambang, wilayah yang diklaim oleh warga adalah kawasan hutan produksi terbatas.
"Justru ini warga yang menyerobot lahan kita," kata Bambang di Kendari, Sabtu (24/8).
Ia mengklaim pihak perusahaan sudah mengantongi izin untuk menggunakan lahan tersebut. "Boleh enggak sih berkebun di hutan negara? Ya jelas enggak boleh. Ini PT GKP ini sudah punya izin pinjam pakai kawasan," ujar Bambang.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Bambang mengatakan pihaknya telah melaporkan warga yang mengklaim lahan yang disengketakan. "Saya enggak takut ditangkap apa ditangkap KPK, karena saya ini bekerja dengan benar," klaim Bambang.