Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
ADVERTISEMENT
Pendidikan yang belum merata di Indonesia bukanlah cerita baru. Hingga saat ini, masih cukup banyak generasi penerus bangsa yang belum mendapatkan pendidikan yang layak untuk menjadi bekal masa depannya. Ada beberapa faktor penyebab, salah satunya akses.
ADVERTISEMENT
Sehingga, relawan hingga tenaga pendidik harus berjibaku melawan dan menaklukkan akses. Namun, bagaimana jika menyambangi anak-anak didik hingga ke tengah lautan yang nanjauh disana? Terlebih lagi jika itu dilakukan tanpa imbalan bahkan harus menggunakan uang pribadi.
Di Sulawesi Tenggara (Sultra) ada sekelompok anak muda yang membentuk sebuah organisasi bernama Sultra Island Care (SIC). Tugas mereka adalah mengajarkan baca-tulis bagi anak-anak yang berdiam di pulau maupun di pesisir. Organisasi SIC sendiri sudah berdiri selama dua tahun.
Salah satu pencetus SIC, Jumrin Basara (24) mengungkapkan hadirnya organisasi pendidikan berawal dari organisasi Saponda Iland Care yang diinisiasi oleh 16 komunitas. Saat tanggal 2 Mei, organisasi ini mengambil tempat di Pulau Saponda, Kecamatan Soropia, untuk merayakan Hari Pendidikan Nasional.
ADVERTISEMENT
"Kami fokusnya memang di daerah pesisir, karena bermula saat kami lakukan pengajaran di Pulau Saponda, kami melihat anak-anak itu berangkat ke sekolah nanti jam 9 pagi sedangkan pulangnya jam 11 siang, jadi hanya 2 jam di sekolah. Apa yang mereka lakukan?" kata Jumrin kepada kendarinesia, Kamis (14/5).
Saat menggali informasi, didapati anak-anak tersebut ke sekolah kebanyakan hanya bermain. Sebab, ketika tidak ada guru, maka anak-anak tersebut hanya bermain bola. Berawal dari keprihatinan tersebut, Jumrin bersama rekan-rekannya berinisiatif membuat sebuah wadah untuk pendidikan anak-anak yang sulit mendapatkan akses pendidikan yang layak.
Sejak berdiri tahun 2018, SIC sudah memiliki dua daerah binaan diantaranya binaan anak-anak pulau di Pulau Baho, Kecamatan Laonti dan anak-anak pesisir di Desa Wawatu, Kecamatan Moramo Utara yang terletak di Kabupaten Konawe Selatan.
ADVERTISEMENT
Program binaan SIC di daerah pesisi diantaranya belajar baca tulis, berhitung dan pengenalan teknologi informasi. Selain itu, komunitas juga telah membangun taman baca. Seperti di Pulau Baho, dengan kondisi geografis kepulauan yang berada di tengah lautan, membuat mobilisasi atau akses sangatlah terbatas.
"Kalau untuk daerah binaan Baho dan itu daerah pertama binaan kami. Kami rutin kesana (Baho) sebulan sekali dan kita lakukan pelajaran selama 3 hari 2 malam," kata dia.
Ojenk --sapaan akrabnya-- menceritakan pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Baho, warga menyambut baik kedatangan mereka. Bahkan pihak pemerintah desa langsung memberikan bekas balai dusun untuk digunakan sebagai lokasi taman baca. Terlebih, anak-anak di pulau itu yang masih duduk di banguku sekolah dasar sangat antusias untuk mengikuti proses pembelajaran yang diberikan oleh SIC.
ADVERTISEMENT
Sekali berangkat ke Pulau Baho, Ojenk dan kawan-kawannya harus merogoh kocek sebesar Rp 1 juta untuk menyewa kapal yang bisa mengantarkan mereka ke pulau tersebut. Begitu pula untuk konsumsi, selama di pulau itu para relawan harus menyiapkannya sendiri.
"Konsusmi kami patungan bersama para relawan dan teman-teman, kumpul uang, telur, beras, segala lauk pauk kami kumpulkan untuk persiapan selama di Baho," paparnya.
SIC akan memulai jam pembelajaran dari siang hari ketika para anak-anak pulang dari sekolah, hingga dilanjutkan sampai malam hari. Biasanya malam hari yang diajarkan belajar baca tulis Al-Qur'an. Selama dua tahun berdiri, SIC sudah berhasil membangun 2 taman baca di dua daerah binaan mereka.
"Jadi kami berangkat itu setiap Jum'at pagi, nanti minggu siang baru pulang, tapi sebelum pulang kami selalu gelar kegiatan bersih-bersih pantai bersama masyarakat sekitar," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Sarmawan (27) yang selama ini mengatur materi pembelajaran mengatakan, ada tiga program yang diterapkan dalam proses belajar mengajar diantaranya program unggulan, rutin dan tambahan.
Ismawan menjabarkan untuk program unggulan diantaranya adalah pemeriksaan kesehatan, dan penyuluhan kesehatan, dan pendirian taman baca; pogram rutin adalah pembelajaran rutin setiap kali mereka berkunjung ke desa binaan. Bahkan saat pembinaan anak-anak didiknya merekapun sudah menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
"Misalkan kita tiba hari Jum'at sore, maka dimulai dengan pembelajaran bahasa Inggris, malam harinya baru ada TIK. Kemudian Sabtu siangnya baru ada seni kreatifitas, pengembangan karakter anak-anak juga," jabarnya.
Ia menjelaskan setelah menyelesaikan proses pembinaan setahun, maka SIC akan mencari lagi daerah binaan baru. Namun, tidak serta melepas begitu saja daerah binaan sebelumnya, sebab mereka akan tetap memantau perkembangannya walaupun sudah tidak lebih intens lagi. Misalnya mereka akan mengunjungi setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali.
ADVERTISEMENT
Selama 2 tahun melakukan pembinaan di dua daerah binaan tersebut, Ismawan mengungkapkan cukup nampak perubahan yang signifikan. Seperti di Desa Wawatu, total ada 72 anak yang diajar dan setengahnya ternyata tidak pernah mengenyam bangku sekolah, namun kini mereka sudah bisa baca tulis dan mengenal abjad.
"Padahal sebelumnya mereka buta huruf sama sekali, dan anak-anak yang sedang bersekolah malah makin semangat belajar, apalagi kami setiap minggu kesini jadi mereka sangat terbantu saat ada pekerjaan rumah yang diberikan dari sekolahnya," ujarnya.
Sementara itu di Pulau Baho ada total 30 anak yang diajar, 10 orang diantaranya putus sekolah. Namun jenjang pendidikan mereka lebih tinggi yakni tingkat SMP. Hasil kajian SIC, pihaknya memastikan penyebab anak-anak ini putus sekolah akibat ekonomi. Mereka yang telah memiliki keahlian seperti berenang lebih memilih membantu orang tua mencari ikan dilaut untuk menambah pundi-pundi rupiah.
ADVERTISEMENT
"Mereka yang sudah sering ikut melaut oran tuanya maka mereka lebih memilih untuk putus sekolah," paparnya.
Tidak hanya mengajarkan anak-anak usia dini saja, bahkan SIC juga mengajarkan ibu-ibu yang belum tahu baca tulis. Untuk di Desa Wawatu ada 13 yang buta aksara.
Terpisah, Mufidah (25) selaku salah satu pengurus di SIC, sadar betul apa yang mereka lakukan belum begitu maksimal. Namun, tekad dan cita-cita mereka untuk mencerdaskan anak-anak pesisir akan terus berlanjut.
Ia berharap SIC menjadi wadah anak-anak di daerah pesisir yang tertinggal dan menjadi tempat untuk berkolaborasi segala lini dalam membangun sektor pendidikan untuk daerah pesisir.
Sebab hingga kini masih banyak anak-anak daerah pesisir di Sutra yang terpaksa putus sekolah bahkan tidak pernah mengenyam bangku pendidikan. "Inilah peran SIC bagaiman kita bisa menjamah daerah pesisir paling terpencil untuk membangkitkan semangat bahwa pendidikan itu bukan hanya sebatas keharusan, tapi juga sebagai kewajiban," paparnya.
ADVERTISEMENT
"Mimpi kami adalah setiap tahunnya kami mampu membuka desa-desa binaan baru di daerah pesisir yang terpencil bahkan paling jauh sekalipun," ujar dia.
Kini, jelang setahun berada diwilayah binaan Desa Wawatu, SIC sudah mulai melakukan survey dibeberapa daerah pesisir lainnya yang akan dilakukan pembinaan. Ada 2 calon wilayah yang sudah mereka survey yakni wilayah Laonti dan Woru-woru, untuk selanjutnya akan menjadi daerah binaan baru mereka.
𝙅𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙡𝙪𝙥𝙖 𝙛𝙤𝙡𝙡𝙤𝙬 𝙠𝙚𝙣𝙙𝙖𝙧𝙞𝙣𝙚𝙨𝙞𝙖 𝙙𝙞 𝙄𝙣𝙨𝙩𝙖𝙜𝙧𝙖𝙢 @𝙠𝙚𝙣𝙙𝙖𝙧𝙞𝙣𝙚𝙨𝙞𝙖 𝙙𝙖𝙣 𝙠𝙡𝙞𝙠 𝙩𝙤𝙢𝙗𝙤𝙡 '𝙄𝙆𝙐𝙏𝙄' 𝙪𝙣𝙩𝙪𝙠 𝙧𝙖𝙜𝙖𝙢 𝙞𝙣𝙛𝙤𝙧𝙢𝙖𝙨𝙞 𝙢𝙚𝙣𝙖𝙧𝙞𝙠 𝙡𝙖𝙞𝙣𝙣𝙮𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙚𝙧𝙟𝙖𝙙𝙞 𝙙𝙞 𝙎𝙪𝙡𝙖𝙬𝙚𝙨𝙞 𝙏𝙚𝙣𝙜𝙜𝙖𝙧𝙖.
***