Mencari Solusi Banjir Bandang di Sulawesi Tenggara

Konten Media Partner
28 Juni 2019 12:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Banjir bandang yang terjang Konawe Utara beberapa waktu lalu, Foto: Istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Banjir bandang yang terjang Konawe Utara beberapa waktu lalu, Foto: Istimewa.
ADVERTISEMENT
Banjir bandang melanda enam daerah di Sulawesi Tenggara, yakni Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten Bombana, dan Kabupaten Buton.
ADVERTISEMENT
Wilayah yang terkena dampak banjir bandang paling parah berada di Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Konawe. Di Konawe Utara, setidaknya 1.962 rumah terendam air, dan 370 rumah hanyut. Bencana di Bumi Oheo ini juga membuat 2.502 kepala keluarga atau 9.609 jiwa mengungsi, sedangkan 18.765 warga lainnya turut terdampak banjir.
Beruntung tidak ada korban jiwa di Konawe Utara. Namun, kerugian akibat bencana di Konawe Utara atau Konut saja ditaksir mencapai Rp 674,8 miliar. Sementara itu, kerugian infrastruktur tercatat ada empat jembatan yang  hanyut, empat lagi tidak bisa diakses. Beberapa di antaranya jembatan penghubung antar provinsi di Pulau Sulawesi lumpuh.
Banjir juga merusak 970,3 hektare persawahan, 83,5 hektare kebun jagung, dan 420 hektare tambak di Konawe Utara. Ganasnya banjir bandang terbesar selama 47 tahun terakhir di Konut ini membuat empat Puskesmas dan empat Pustu (Puskesmas Pembantu) terkena dampaknya sehingga tidak bisa digunakan. Banjir juga merusak 10 unit sekolah dasar, tiga bangunan SMP, satu bangunan SMA, dan 17 bangunan TK.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, di Kabupaten Konawe, banjir bandang membuat 89.130 jiwa merasakan dampaknya. Bahkan, dari laporan posko induk bencana banjir Konawe, tiga orang dilaporkan meninggal dunia akibat bencana ini. Selain memakan korban jiwa, 4.809 warga Konawe harus mengungsi karena banjir di daerah tersebut.
Tak hanya itu, 7.290 hektare sawah siap panen di Konawe pun harus mengalami kegagalan, dan merusak saluran irigasi yang mengairi 9.000 hektare sawah. Banjir juga membuat 846 hektare perkebunan produktif rusak. Kerugian akibat bencana banjir di Konawe ditaksir mencapai Rp 700 miliar.
Meski air yang menggenangi 25 kecamatan di Kabupaten Konawe, dan 7 kecamatan di Konawe Utara sudah hampir surut, namun bukan berarti warga yang mengungsi bisa serta-merta pulang ke rumahnya. Ada masalah baru yang harus dihadapi warga, yakni tingginya lumpur.
Seorang warga di Konawe Utara tak bisa berbuat banyak dengan kondisi rumahnya yang dipenuhi lumpur usai air sudah surut, Foto: Suhardiman/kendarinesia.
Di rumah-rumah warga, tinggi lumpur berada di kisaran 30 cm hingga 1 meter. Hal ini membuat sebagian warga di dua daerah tersebut masih bertahan di pengungsian. Begitu pula mereka yang rumahnya hilang disapu banjir. Mereka masih harus berada di tenda-tenda pengungsian atau menumpang di rumah kerabat sembari menunggu solusi dari pemerintah setempat.
ADVERTISEMENT
Lumpur tebal juga masuk ke sumur-sumur warga sehingga mengakibatkan sumber air bersih yang dikonsumsi warga lenyap. Pekan lalu, Manggala Agni Daops Tinanggea melakukan pembersihan di sumur umum di Ameroro, Konawe.
Mereka menurunkan dua mesin besar untuk menguras air di salah satu masjid di Ameroro, Konawe. Pantauan kendarinesia, dengan dua mesin saja, membutuhkan waktu 1 sampai dua jam untuk menguras. Itu hanya menguras sumur, belum termasuk membersihkan lumpur di rumah-rumah warga yang tentunya akan lebih sulit.
Pemerintah Daerah Konawe Utara dan Konawe telah menerjunkan tim pemadam kebakaran untuk menyemprot rumah warga yang tergenang lumpur. Hanya saja, kendala yang ditemui pihak pemadam kebakaran adalah sulitnya mengakses beberapa wilayah terisolir karena disebabkan terdapat jembatan yang putus.
ADVERTISEMENT
kendarinesia sempat mengikuti rombongan Manggala Agni yang rencananya akan melakukan pembersihan lumpur di Kecamatan Routa dan Latma. Karena jembatan darurat yang hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua, tim Manggala Agni Daops Tinanggea terpaksa putar balik.
Itu di Konawe. Lain halnya di Konawe Utara. Contohnya di Desa Walalindu dan Desa Tapuwatu, Kecamatan Asera. Di Desa Walalindu, lima rumah hilang, dan sebagiannya lagi masih berdiri. Hanya saja, warga yang rumahnya tidak hanyut kebingungan akan berbuat apa setelah kembali ke rumahnya.
Area persawahan mereka bak lautan lumpur. "Kita mau bikin apa kalau pulang, sementara kita ini petani dan lihat sawah kita kasihan," kata Banong (61), salah seorang warga setempat.
Solusi yang ditawarkan Pemda
ADVERTISEMENT
Untuk daerah Konut, Pemda Konut berencana akan melakukan relokasi tiga desa. Ketiganya adalah Desa Tapuwatu, Desa Wanggudu Raya, dan Desa Walalindu. Ketiga desa ini masuk di wilayah Kecamatan Asera.
"Tiga desa yang siap direlokasi itu adalah Dea Tapuwatu, Wanggudu Raya, dan Walalindu, Kecamatan Asera," kata Bupati Konawe Utara, Ruksamin.
Hasil pantauan di lokasi, ketiga daerah ini terletak di bantaran Sungai Lasolo.
Bupati Konawe Utara, Ruksamin, didampingi Wakil Bupati Konawe Utara, Rauf, saat memberikan keterangan pers kepada awak media di lokasi banjir bandang, Foto: Wiwid Abid Abadi/kendarinesia.
Tawaran relokasi ini sebelumnya telah diberi oleh Pemda Konut. Hanya saja, saat itu warga menolak karena mereka akan ditempatkan di wilayah perkebunan kelapa sawit. Negosiasi antara warga dan Pemda pun menemui jalan buntu.
Karena bencana ini, warga mengatakan mau tidak mau mereka siap untuk ditempatkan di mana saja. Mereka tidak mau lagi bermukim di wilayah desa sebelumnya. Dengan alasan, ada efek trauma mendalam yang melanda mereka, seperti kata Hasrina (32) salah satu warga Tapuwatu yang ditemui di tenda pengungsian.
ADVERTISEMENT
"Kita sebenarnya dulu memang tidak mau. Tapi sekarang biar saya dibayar berapa saya nda maumi kembali, trauma kita," kata Hasrina, Sabtu (22/6).
Solusi harus mencari sumber masalah
Anggota DPR RI Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra), Ridwan Bae, meninjau beberapa lokasi banjir di Kabupaten Konawe bersama Gubernur Sultra, Ali Mazi, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, Kamis (20/6).
Dalam kesempatan itu, Ridwan Bae mengatakan masalah banjir yang terjadi di Konawe dan Konawe Utara harus dicari sumber masalahnya. Menurutnya, percuma saja ada solusi seperti relokasi, pembangunan jembatan yang lebih kuat, jika akar masalahnya tidak dipecahkan.
ADVERTISEMENT
Menurut anggota komisi V DPR RI ini, gubernur harus menggandeng semua pihak dalam menyelidiki penyebab banjir di Sultra. Dia juga mengusul kepada gubernur agar meninjau kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ada di Sultra, khususnya yang beroperasi di Kabupaten Konawe dan Konawe Utara.
"Memang kita ada harapan bahwa bapak gubernur bisa membentuk tim khusus untuk menangani persoalan ini (banjir)," lanjut Ridwan saat meninjau jembatan Ameroro bersama rombongan.
Silang pendapat soal penyebab banjir
Ruksamin mengatakan banjir yang memporak-porandakan 31 persen luas wilayah Konut disebabkan karena curah hujan yang tinggi. Hujan dengan itensitas tinggi di Konut sejak awal Mei diklaim menjadi penyebab utama Sungai Lasolo, Sungai Lalindu, Sungai Landawe, dan Sungai Langkikima meluap.
ADVERTISEMENT
Ruksamin tak menapik, banjir yang terjadi kali ini disebabkan karena rusaknya beberapa kawasan hutan di daerah tersebut. Namun, Ruksamin belum mengurai secara detail penyebab rusaknya hutan di daerahnya.
Menurut kesaksian warga setempat yang ditemui kendarinesia di Konawe Utara, hujan seperti itu tiap tahun sering terjadi. Hanya saja, tahun ini dampaknya sangat mengejutkan. “Iya, tiap tahun memang sering banjir kalau hujan lebat dan lama, hanya tidak pernah banjir begini,” kesaksian Erwin (36) salah satu warga Konut yang rumahnya hilang disapu banjir bandang, Sabtu (22/6).
Seorang warga lainnya yang menolak disebut namanya, menuding banjir yang terjadi di Konut karena pembukaan lahan kelapa sawit di daerah tersebut. “Sebelumnya kan tidak pernah begini. Barulah setelah ada itu kelapa sawit,” ucapnya.
Kerusakan lahan yang diakibatkan pertambangan dan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Konawe Utara dilihat menggunakan citra satelit Google Earth.
Saat dikonfirmasi kendarinesia pekan lalu, Kamis (20/6), Bupati Kabupaten Konawe, Kery Saiful Konggoasa, memberikan pernyataan yang hampir sama dengan Ruksamin. Kata dia, banjir di Konawe merupakan efek dari curah hujan yang tinggi sehingga membuat beberapa tanggul Sungai Konaweeha jebol.
ADVERTISEMENT
Desa Tapuwatu Konawe Utara hilang diterjang banjir luapan sungai lasolo, Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), La Ode Syarif, menduga banjir disebabkan karena rusaknya lingkungan. Hal itu disampaikan saat membawa mata kuliah umum dihadapan mahasiswa pasca sarjana IAIN Kendari, Senin (24/6).
“Banjir Konut bukan tanpa sebab. Selain intensitas curah hujan tinggi, banjir itu buah aktivitas tambang dan perkebunan sawit,” kata Saharudin, Kamis (19/6).
Banjir rendam Kabupaten Konawe dilihat dari udara, Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahan Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara, diketahui 640.000 hektare hutan di Sulawesi Tenggara dikuasai oleh tambang dan sawit. Konsesi tambang sekitar 600.000 hektare, dan 40.000 hektare sawit.
ADVERTISEMENT
Data WALHI juga menyebut pembukaan lahan terbesar terjadi di Kabupaten Konawe dan Konawe Utara. Pembukaan lahan ini karena aktivitas pertambangan dan lahan kelapa sawit.
Banjir merendam sejumlah ruas jalan penghubung antara kabupaten di Konawe, Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, menepis rumor bahwa penyebab banjir di Sultra karena aktivitas pertambangan. Menurutnya harus ada kajian secara ilmiah untuk memastikan hal tersebut.
Ditanya soal ijin tambang, Ali Mazi mengatakan, “Ijin itu kurang lebih 393 ya, (keseluruhan Sultra). Tapi yang beroperasi (Konaw-Konut) mungkin sekitar kurang dari sepuluh lah. CNC hampir kira-kira 60 persen. Yang tidak CNC kita akan cabut sesuai petunjuk KPK,” kata Ali Mazi.
ADVERTISEMENT
Kata akademisi soal penyebab banjir
“Kemarin ada dosen kita sampaikan ke saya, katanya, ‘kita mau buat tulisan gabung-gabung soal penyebab banjir Sultra’, saya bilang tidak usah. Sederhana saja itu karena hutannya rusak,” kata Dekan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo, Prof. Aminuddin Mane Kandari, Rabu (26/6).
Aminuddin memastikan penyebab utama banjir di Konawe dan Konawe Utara karena rusaknya hutan. Kata dia, tidak perlu dilakukan penelitian untuk mencari penyebab banjir, karena hutan di daerah Konut khususnya sudah rusak dan sebagian gunungnya sudah gundul.
“Yang perlu diteliti atau dicari tahu itu, apakah hutan-hutan kita sudah digunakan sesuai peruntukannya atau tidak. Atau sudah dimanfaatkan sesuai wilayahnya atau tidak,” tegas Aminuddin.
Dia menjelaskan, ada rambu-rambu dalam mengelola hutan. Ada hutan lindung yang harus dijaga eksistensinya, tidak boleh diapa-apakan. "Undang-undang RI no 41/1999 tentang Kehutanan menyebutkan hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah,” lanjut Aminuddin.
Dekan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo, Prof. Aminuddin Mane Kandari, Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
Kemudian ada Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan hutan yang hanya dapat dieksploitasi dengan terbatas. Hutan Produksi Terbatas merupakan hutan yang dialokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas rendah.
ADVERTISEMENT
“Namanya terbatas, artinya tidak boleh dibabat habis. Selanjutnya ada HPK yang dapat dikonservasi, dan hutan produksi tetap yang dapat dikelola oleh perusahaan. Semua ada aturan pengelolaannya dan sudah jelas di undang-undang,” tambah Aminuddin.
Aminuddin menduga, ada hutan di wilayah Sultra khususnya Konawe dan Konawe Utara yang dikelola tidak sesuai dengan fungsinya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya kerusakan hutan dan alam menjadi tidak seimbang yang berujung pada bencana alam.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Nomor : SK.306/MENLHK/PDSHL/DAS.0/7/2018, diketahui luas lahan kritis di Sulawesi Tenggara 424.655 hektare. Lahan kritis di Konut seluas 24.956,36 hektare, dan di Konawe lahan kritisnya seluas 26.474,56 hektare.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara, diketahui Konut tidak memiliki Kawasan Suaka Alam (KSA) atau Kawasan Pelestarian Alam (KPA), sementara Konawe seluas 17.115 hektare.
ADVERTISEMENT
Untuk hutan lindung, Konawe Utara punya 209.661 hektare, dan Konawe 236.190 hektare. Hutan Produksi Terbatas (HPT), Konawe Utara 80.490 hektare, Konawe 107.463 hektare. Hutan Produksi, Konawe Utara 65.999 hektare, dan Konawe 52.041 hektare. Sementara untuk wilayah Hutan yang dapat dikonservasi (HPK), Konawe Utara 33.052 hektare, dan Konawe 24.913 hektare. Untuk jumlah keseluruhan hutan, Konawe Utara punya 389.202 hektare, dan Konawe 437.722.
Kerugian akibat banjir Konut ditaksir mencapai Rp 674,8 miliar
Banjir bandang yang melanda Kabupaten Konawe Utara (Konut), membuat 1.962 rumah terendam, dan 370 rumah hanyut. Bencana ini juga membuat 2.502 kepala keluarga atau 9.609 jiwa mengungsi, dan 18.765 warga lainnya ikut terdampak.
Dari data yang diterima Kendarinesia, kerugian materi akibat bencana tersebut mencapai Rp 674 miliar. Kerugian terbesar berada di bagian infrastruktur, yakni jalan, jembatan, dan jaringan listrik. Angkanya mencapai Rp 436,9 miliar.
ADVERTISEMENT
“Ada empat jembatan yang hanyut, empat lagi tidak bisa diakses. Disitu sudah ada jembatan penghubung antar provinsi,” kata Kabag Humas Konawe Utara, La Ode Aminuddin, Senin (24/6).
Grafis dampah banjir bandang sultra, Desain Grafis: Aga Ramdhania.
Banjir juga merusak 970,3 hektare persawahan, 83,5 hektare kebun jagung, dan 420 hektare tambak. Pemda Konut merinci, kerugian di bidang pertanian mencapai Rp 43 miliar, dan perkebunan Rp 77 miliar.
Untuk sarana pendidikan dan kesehatan, kerugiannya ditaksir mencapai Rp 21 miliar. Memang, banjir di Konut telah membuat empat puskesmas, empat pustu rusak. Banjir juga membuat puluhan bangunan sekolah rusak, dengan rician 10 unit sekolah dasar, tiga unit SMP, satu unit bangunan SMA, dan 17 bangunan TK.
Selanjutnya, kerugian di wilayah perumahan dan pemukiman Rp 66,4 miliar, sarana pemerintahan Rp 200 juta, kelautan dan perikanan Rp 14,2 miliar, koperasi dan UMKM 2,1 miliar, perdagangan Rp 600 juta, lingkungan hidup Rp 7,8 miliar, pangan Rp 306 juta, dan sarana prasarana pemerintahan desa Rp 4,6 miliar.
ADVERTISEMENT
Aminuddin mengatakan Bupati Konut Ruksamin tengah menghadiri rapat dengan kementerian dan DPR untuk membahas solusi terkait kerugian tersebut. “Selanjutnya kita tunggu saja bagaimana hasil koordinasi pak bupati dengan orang pusat,” terang Aminudddin.
---