Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Berkelong Investasi Menjanjikan
4 Maret 2019 15:24 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB
ADVERTISEMENT
Oleh : Hasrullah

Berkelong bagi sebagian masyarakat nelayan di Kepulauan Riau, khususnya di Kabupaten Lingga merupakan pekerjaan nelayan perikanan yang sudah ada sejak turun temurun. Kelong artinya membuat perangkap ikan, khususnya ikan teri atau bilis dalam bahasa melayu Lingga. Dari waktu kewaktu usaha perikanan kelong ini, tidak sebatas untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat nelayan menengah kebawah.
ADVERTISEMENT
Beberapa masyarakat dengan ekonomi menengah keatas, kini menjadikan usaha Kelong sebagai invetasi usaha dibidang perikanan. Hal ini dipicu dengan harga ikan teri yang tetap stagnan dalam kondisi perekonomian apapun, inilah yang membuat banyak orang yang memiliki modal untuk menanamkan modal untuk usaha kelong ikan teri ini.
Sekedar hobi atau berinvestasi ini, menjadi trend mulai dari aparatur negara hingga pengusaha, tertarik untuk memiliki Kelong, karena investasi Kelong dinilai memiliki nilai profit dan sekaligus sebagai tempat rekreasi pemancingan yang menguntungkan.
"Bilis (teri) mayang sekitar 120 ribu, bilis jalo 75 ribu, bilis merah 90 ribu" terang Ai, masyarakat Dabo Lama, Kabupaten Lingga saat ditemui kepripedia, Minggu (3/3).
Saat ditemui Ai (bukan inisial red-) (50) tahun bercerita panjang lebar perihal mata pencariannya yang seratus persen mengandalkan dari usaha Kelong yang dijalaninya sejak tahun 90-an. Tinggal ditempat para nelayan sejak lahir yaitu di Senayang, Kabupaten Lingga, membuat dirinya sangat paham betul mengelola usaha Kelong ikan Teri dengan pola Kelong tradisional.
ADVERTISEMENT
"Di laut Dabo, kalau rezeki bagus, satu kali musim sudah balik modal, kalau di Senayang dulu, satu tahun bisa 2 kali bangun kelong," ceritanya
Menurutnya disekitar laut Pulau Singkep tempat dirinya berdomisili sekarang, tergolong aman dari badai yang dapat merusak kontruksi kelong. Bahkan dirinya sempat memiliki kelong yang berusia 18 tahun, yang kini sudah di jual.
Hal ini berbeda dengan kondisi di Senayang tempat kelahirannya, diwilayah laut Senayang, konstruksi kelong akan hancur selepas musim panen yang diakibatkan badai dan ombak.
"Modal membangun kelong cukup besar, bisa belasan juta sekali bangun," ujarnya.
Musim kelong di Kabupten Lingga dalam setahunnya nelayan dapat memanen hasil ikan teri, dalam dua periode tangkap setiap tahun. Hal ini akan berbeda jika angin timur dan barat.
ADVERTISEMENT
Hasil tangkapan tidak bisa diprediksi dengan akurat, Ai yang bekerja sebagai pemilik dan sekaligu sebagai pemborong pembuatan kelong tersebut, menyebutkan paling normal tangkapan sekitar 30 - 40 Kg ikan Teri sehari dalam kurun waktu 1-2 bulan sepanjang musim tangkap.
Setelah musim tersebut berakhir, pemilik kelong libur dan hanya tinggal merawat kondisi belatnya tersebut.
"Kalau sudah habis musim tangkap, kita liburan, paling mancing, ada juga yang turun kelaut nangkap ikan," terangnya.
Meskipun begitu dari penghasilan musim tangkap tersebut, sudah dapat menutupi biaya hidup hingga musim tangkap selanjutnya.
Meski lebih dominan ikan teri, namun kelong tidak selamanya hanya berisi ikan Teri, beberapa jenis ikan dan cumi juga ikut masuk kedalam kadot (jaring kelong). Cumi dan ikan tersebut kemudian dapat menjadi penghasilan tambahan saat musim tangkap berakhir.
ADVERTISEMENT
"Dibilang lebih tidak juga, tapi sekedar untuk kebutuhan hidup sudah lepas. Tinggal bagaimana memanfaatkan dan pengelolaan kelong," tutupnya.
Editor : Wak JK