Melihat Cuan Bisnis Rumahan Tahun Kedua Pandemi COVID-19 di Karimun

Konten Media Partner
21 Agustus 2021 12:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Subandi, melakukan proses pengeringan bahan kerupuk sebelum dilakukan langkah penggorengan. Foto: Khairul S/kepripedia.com
zoom-in-whitePerbesar
Subandi, melakukan proses pengeringan bahan kerupuk sebelum dilakukan langkah penggorengan. Foto: Khairul S/kepripedia.com
ADVERTISEMENT
Tahun kedua pandemi, menjadi waktu di mana bisnis olahan kerupuk miliki Subandi mulai kembali bangkit dari keterpurukan pasca dirundung COVID-19 yang menggerus ekonomi secara luas.
ADVERTISEMENT
Pengusaha rumahan yang tinggal di kampung Sidorejo, Bukit Tembak, Kecamatan Meral, Karimun, ini mengakui jika sejak awal pandemi, bisnisnya sempat merosot jauh dari semestinya.
"Terparah adalah pada masa awal corona kemarin. Menurun bahkan 50 persen. Itu memang penjualan sangat terasa menurun drastis," ujarnya, saat ditemui kepripedia, Sabtu (21/8).
Meski demikian, ia memilih tidak menyerah pada keadaan. Ia bersama sang istri terus gigih menggeluti usaha keluarganya itu.
Alhasil, sejak 6 bulan terakhir, omzet dari usahanya itu perlahan mulai kembali meningkat. Hal ini cukup dirasakan dari hasil penjualan ke beberapa wilayah di Karimun.
"Nah, sekarang penjualan sudah lumayan kalau dibanding sebelumnya. Ini berlangsung 6-7 bulan terakhir," jelasnya.
Ia juga sempat mengembangkan usaha dengan memasarkan hasil olahan kerupuk hingga ke Kota Batam dan Tanjungpinang. Namun keuntungan belum berpihak kepadanya.
ADVERTISEMENT
"Tapi untuk di sana kita merugi makanya kita stop dulu. Sekarang ini pemasaran kita hanya di wilayah Karimun dan pulau Kundur saja," ucapnya.
Pabrik Pengolahan Tahu dan Tempe di Karimun
Proses pengemasan tempe. Foto: Khairul S/kepripedia.com
Berbeda dengan Subandi, hal sebaliknya justru dialami pengusaha pabrik tahu dan tempe di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Muhammad Fazri.
Ditemui kediamannya di kampung Winosari, Kelurahan Baran Barat, Meral Kota, Karimun, Sabtu (21/8), pria yang akrab disapa Fazri itu menceritakan keluh kesahnya sebagai pebisnis tahu dan tempe di masa pandemi COVID-19.
Kendala yang paling berat ia alami terutama perolehan bahan baku yang harus didapat dengan harga tinggi. Sementara harga jual di pasaran terasa tidak sesuai dengan modal yang harus keluarkan.
"Kalau bahan baku memang tidak sulit didapat, tapi harganya itu yang naik tajam. Dari Rp 370 ribu menjadi Rp 515 ribu per karung," jelasnya.
Bahan baku kacang kedelai untuk pembuatan tahu dan tempe. Foto: Khairul S/kepripedia.com
Kondisi yang sulit ini, memaksanya harus merumahkan 2 orang karyawan yang telah lama bekerja dengannya.
ADVERTISEMENT
"Makanya keuntungan itu betul-betul nge-press. 2 karyawan terpaksa juga kita rumahkan. Sekarang ini hanya tinggal 3 orang saja yang bekerja," kata dia.
Dari usaha yang telah digeluti sejak tahun 2007 itu, saat ini omzet penjualan yang didapat dalam setiap bulannya berkisar Rp 60 juta sampai Rp 70 juta.
"Normalnya itu Rp 90 juta sampai Rp 120 juta setiap bulan. Itu yang dibagi untuk bahan baku, operasional dan gaji karyawan," bebernya.