Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Omong Kosong dan Realita dari Ajaran Kebaikan, Percintaan, dan Motivasi
14 April 2021 18:42 WIB
Tulisan dari Patrick Ivan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tidak terasa lagi, manusia akan berada di penghujung dari hayat dunia ini, dengan kata lain, manusia akan musnah dari dunia ini dikarenakan kiamat sudah dekat. Kebobrokan yang terjadi merupakan hasil dari perilaku manusia sehingga mengakibatkan kefatalan bagi sekitar, namun manusia saling menyalahkan. Kehidupan yang mengajarkan untuk bertahan dengan menjatuhkan orang lain mampu berjalan dengan efektif pada saat ini.
ADVERTISEMENT
Ada yang mengatakan, manusia hidup untuk memberikan kebaikan kepada sesama. Namun, terdengar sangat klise, bahkan terdengar seperti omong kosong. Di dunia ini manusia harus bersikap egois, agar bisa memilih keputusan dengan bijak. Bagi masyarakat konservatif, mengajarkan untuk hidup saling bergantung satu sama lain, bisa dikatakan melakukan kebaikan. Di sisi lain, menurut masyarakat liberal, mengutamakan individualisme atau kepentingan pribadi. Manusia hidup didasarkan oleh rasa egois, manusia hidup untuk mencari keuntungan demi diri sendiri.
Perkembangan teknologi digadang-gadang akan memberikan kemudahan untuk masyarakat sehingga bisa memberikan keuntungan yang berlipat kali ganda. Namun, di sisi lain, perkembangan teknologi mengubah makna dari perbuatan. Kemunculan media sosial mengubah perilaku manusia menjadi 180 derajat. Sederhananya kemunculan media sosial menjadi kehidupan kedua manusia.
ADVERTISEMENT
Kebaikan merupakan tujuan dari dunia ini diciptakan, bahkan seluruh agama pun mengajarkan untuk menyebarkan kebaikan ke seluruh penjuru bumi. Meskipun, kebaikan sudah menjadi alat penghubung sesama, namun terasa seperti fiktif. Berbagai macam pengajaran telah memberitakan tentang kebaikan harus dilakukan secara ikhlas, namun realitanya berbanding terbalik. Rasanya seperti kebohongan dari sebuah dongeng.
Media sosial menjadi alat manusia untuk menciptakan keuntungan, kemunculannya pun menarik perhatian masyarakat. Di dalam media sosial, manusia dapat bebas melakukan apa saja, termasuk penggunaan freedom of speech. Kita bisa menebak perilaku manusia dari cara penggunaan media sosial. Namun, kita bisa melihat kebaikan berubah ke dalam konteks negatif.
Media sosial menawarkan fasilitas untuk seseorang bisa terkenal sehingga manusia akan melakukan apa saja demi ketenaran dan kekayaan. Kebaikan menjadi ladang uang manusia di media sosial. Kebaikan digunakan untuk menarik perhatian masa dengan tujuan menarik engagement di media sosial. Dengan menjual konten kebaikan, tentu saja manusia akan tersentuh untuk ikut memperhatikan.
ADVERTISEMENT
Manusia sering menjadikan agama sebagai konten di media sosial. Pamer beribadah menjadi sebuah konten hari-hari hingga menjadi bulanan sehingga memunculkan penilaian masyarakat yang positif. Namun, di balik agamis seseorang di media sosial, kita melihat sisi keburukan dari manusia seperti itu. Memang, jika melihat tayangan di televisi, orang seperti ini sering terkena masalah. Kita dapat menyimpulkan bahwa media sosial berisi orang-orang yang munafik dan palsu.
Kemiskinan menjadi ajang persaingan konten di media sosial. Begitu banyak orang ingin terkenal dengan menjual kemiskinan seseorang, biasanya dengan masuk ke dalam video orang terkenal. Dengan kita menjual kemiskinan seseorang, tentu saja bisa menaikkan rating dan engagement, lalu bisa menarik banyak pengikut yang bisa menjadi ladang uang. Nasib menjadi ladang eksploitasi orang berpengaruh demi keuntungan, namun yang miskin tetap miskin.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya di media sosial saja kita melihat permasalahan ini, kita bisa menemukan juga sehari-hari. Dunia ini mengajarkan nilai kebaikan yang didasarkan atas rasa kepalsuan. Kebaikan menjadi sebuah ladang keuntungan dari seseorang demi keuntungan diri sendiri, termasuk kemunafikan. Hal ini sudah tidak asing lagi, sering terjadi di berbagai kalangan. Anda akan merasakan, seperti sapi perahan.
Nilai kebaikan sering disalahgunakan dalam hal percintaan. Biasanya manusia untuk membangun suatu hubungan dengan lawan jenis, mengutamakan kebaikan dan komunikasi yang baik, agar menciptakan sebuah impresi yang baik. Membuka diri dengan lawan jenis untuk menciptakan keakraban dan kehangatan tersendiri sehingga bisa menarik perhatian lawan jenis. Berdasarkan hasil pengamatan, memang cara ini katanya selalu berhasil, namun bagi saya ini seperti dimanfaatkan.
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa kasus di dunia nyata, gagalnya terciptanya hubungan yang baik adanya tuntutan yang lebih dari kebaikan. Berdasarkan kesaksian dari kaum pria, memang lawan jenis lebih menyukai kebaikan, namun kebaikan dan memiliki fisik yang lebih. Realita dalam kasus percintaan memanglah kejam. Kita harus rela berkorban demi sesuatu yang tidak pasti, kemudian rela ditipu daya demi cinta. Pada akhirnya, lawan jenis akan memilih yang memiliki fisik lebih dan melihat ekonomi yang berlebih.
Pernahkah anda mendengar dari seorang selebgram yang memotivasi orang-orang dengan mengatakan “self love.” banyak orang menggunakan jargon ini di dalam kehidupan sehari-harinya. Namun, sebuah realita di kehidupan berbicara bahwa memiliki fisik yang lebih menjadi kunci agar bisa sukses di dunia ini. Terbukti orang lebih memilih seseorang yang memiliki fisik lebih daripada seseorang yang memiliki kekurangan dari fisik. Jargon ini menjadi alasan untuk orang tidak mau mengubah kekurangannya. Jargon ini dikatakan oleh seseorang yang tidak pernah mengalami hal seperti ini, dengan kata lain sama seperti adanya motivasi untuk berbisnis secara mandiri dari orang yang memiliki latar belakang sudah kaya sejak lahir. Bisa dikatakan sungguh munafik sekali.
ADVERTISEMENT
Sebuah omong kosong tentang dunia yang diajarkan dari orang terdahulu adalah kita harus membalas kejahatan dengan kebaikan. Dunia yang dipenuhi kejahatan tidak menyediakan tempat bagi kebaikan. Realitanya hingga saat ini, masih ada saja orang melakukan kecurangan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, motivasi-motivasi yang disebutkan tidak membuat orang menjadi kaya. Kita tidak membayar tagihan dengan kata-kata yang manis, yang dibutuhkan hanyalah uang.
Dahulu kita percaya dengan berbuat baik, orang akan membalas dengan kebaikan. Namun, di sisi lain hal ini berubah menjadi omong kosong. Kita mendapatkan balasan dengan bentuk kejahatan, bahkan bisa terkena sakit mental. Jadi untuk apa berbuat baik, jika dunia ini memang perlu dimusnahkan?