Konten dari Pengguna

PPN 12 Persen Mengundang Tanda Tanya

KH Anwar Abbas
Wakil Ketua Umum MUI, Ketua PP Muhammadiyah
26 Desember 2024 9:58 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KH Anwar Abbas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengunjuk rasa membentangkan poster saat aksi tolak ppn 12% di Jakarta, Kamis (19/12/2024). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjuk rasa membentangkan poster saat aksi tolak ppn 12% di Jakarta, Kamis (19/12/2024). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Dilihat dari perspektif hukum, kenaikan PPN 12 persen jelas memiliki dasar karena sudah tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tapi pertanyaannya, apakah dari perspektif hukum tuntutan dari UU tersebut sesuai dengan amanat konstitusi? Kedua, apakah dari perspektif sosial ekonomi ketentuan tersebut sudah tepat?
ADVERTISEMENT
Di sinilah letak masalah dan kontroversinya. Pihak pemerintah tampak bersikeras memberlakukan ketentuan tersebut pada 1 Januari 2025 mendatang.
Alasan yang mengemuka ada dua. Pertama, karena hal itu sudah menjadi tuntutan dari UU HPP yang jika tidak dilaksanakan, maka pemerintah akan dicap melanggar UU. Kedua, karena pemerintah saat ini memang butuh dana yang besar untuk membiayai semua pengeluaran, termasuk untuk pembangunan.
Untuk itu sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam melaksanakan kenaikan PPN 12 persen, mereka juga sudah menyiapkan berbagai langkah. Salah satunya adalah mengecualikan kenaikan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok, obat-obatan, dan layanan pendidikan.
Pengunjuk rasa membentangkan poster saat aksi tolak ppn 12% di Jakarta, Kamis (19/12/2024). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Di sisi lain, masyarakat dan dunia usaha tampak resah dan sangat keberatan dengan pemberlakuan tersebut. Kenaikan PPN 12 persen jelas akan mendorong kenaikan harga barang dan jasa. Jika hal ini terjadi, tentu daya beli masyarakat akan turun. Jika daya beli turun, maka tingkat keuntungan pengusaha dan kesejahteraan serta kemakmuran masyarakat juga akan menurun.
ADVERTISEMENT
Hal demikian jelas tidak sesuai dengan amanat k0nstitusi yang mengharapkan semua tindakan dan kebijakan dibuat oleh pemerintah untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Karena itu, mengingat kenaikan PPN ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan rakyat banyak, pemerintah sebaiknya menunda kenaikan PPN 12 persen ini sampai dunia usaha dan ekonomi masyarakat mendukung.
Ini penting jadi perhatian kita bersama, terutama dalam menjaga persatuan dan kesatuan sebagai bangsa karena kita tahu, Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan telah berkali-kali menyatakan sikap bahwa kebijakan yang akan dia buat akan pro-rakyat.
Kebanyakan ahli dan masyarakat menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen di tengah trust terhadap pemerintah masih belum kuat dan dunia usaha tengah lesu jelas bukan keputusan yang tepat. Oleh karena itu, jika pemerintah tetap memaksa akan memberlakukan UU tersebut pada 1 Januari 2025 mendatang, hal ini tentu akan mengundang tanda tanya.
ADVERTISEMENT