Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Menjelajahi Kepulauan Belitung
13 Juli 2021 16:22 WIB
·
waktu baca 3 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 14:04 WIB
Tulisan dari Salwa Izzati K tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belitung atau Belitong, begitu warga setempat memanggilnya. Sebuah pulau indah yang berdiri di lepas pantai timur Sumatera. Memiliki luas 4.801 km² dengan ketinggian 500m, serta diapit oleh dua selat, yaitu Selat Gaspar dan Selat Karimata.
ADVERTISEMENT
Pulau cantik yang mampu menghipnotis dengan pesonanya yang indah begitu diburu untuk dijadikan sebagai pilihan destinasi liburan. Tak hanya pelancong dari luar negeri, masyarakat lokal pun berdecak kagum dengan pulau satu ini. Tak terkecuali, aku. Pulau yang terkenal dengan rempah lada putihnya ini mampu mencuri hatiku untuk singgah sejenak guna melepas penatnya Ibu Kota. Liburan singkat ini memakan waktu tiga hari dua malam, tepatnya pada 5-7 Oktober 2018.
Penerbanganku akan berangkat pada pukul 06.15 WIB dan akan tiba di Bandara H.A.S. Hanandjoeddin pada pukul 07.15 WIB. Berada di dalam pesawat tak pernah membuatku bosan, aku senang bisa melihat awan dan terkadang malah bisa melihat pesawat yang juga sedang melintas. Tak hanya itu, aku bisa menikmati luasnya perairan yang membentang, juga bangunan-bangunan yang ada di daratan. Sungguh menakjubkan!.
ADVERTISEMENT
Semilir angin menyambutku begitu aku turun dari pesawat. Aku berucap syukur karena keberangkatan ini berjalan lancar dan sampai di tujuan dengan selamat. Kakiku berjalan menyusuri bandara. Sampai di tempat pengambilan bagasi pesawat, aku melanjutkan perjalanan menuju hotel.
Tak lama aku berada di hotel, hanya untuk menaruh barang bawaan dan sarapan. Tour guide pun menginstruksikan aku untuk segera menaiki kendaraan yang sudah disiapkan. Penjelajahan pertama menuju Pantai Tanjung Kelayang. Dari pantai itu, aku menaiki perahu motor untuk mulai menjelajahi pulau-pulau eksotis yang ada.
Sampai di tengah perairan, aku melihat kumpulan batu raksasa yang menjulang tinggi membentuk rupa seperti kepala burung. Rupanya inilah yang disebut sebagai Pulau Burung Belitung. Bongkahan raksasa batu granit yang menyerupai kepala burung dengan badan seperti sedang mengerami telur ini, membuatku terpesona. Pemandangan di sana sangat indah dan menenangkan jiwa.
Setelah puas memandangi Pulau Burung Belitung dari dalam perahu motor, penjelajahan pulau dilanjutkan menuju Pulau Batu Berlayar. Hamparan pasir putih menyentuh lembut kakiku saat turun dari perahu motor. Sejuknya angin menerpa wajahku dan melambaikan pakaian yang aku kenakan. Aku begitu takjub melihat indahnya pemandangan bongkahan batu granit raksasa yang menjulang tinggi di atas gundukan pasir putih. Berjalan mengelilingi tiap-tiap batu granit, memasuki celah-celahnya, dan menyusuri hamparan pasir sungguh momen yang membahagiakan jiwa.
Tak kalah cantiknya dengan Pulau Batu Berlayar, Pulau Lengkuas pun juga punya pesonanya tersendiri. Uniknya, di pulau ini ada mercusuar setinggi 8 lantai peninggalan kolonial Belanda yang masih berdiri kokoh, meski sudah berusia lebih dari satu abad, tepatnya sudah ada sejak tahun 1882. Mercusuar LI Enthoven pun boleh dinaiki dan bisa menikmati indahnya panorama laut dari ketinggian. Namun, sayang sekali, saat aku berkunjung, mercusuarnya sudah tidak boleh dimasuki sejak 2017. Tetapi tak apa, hal itu terbayarkan dengan keelokan pulau satu ini.
ADVERTISEMENT
Di Pulau Lengkuas ini, juga bisa menikmati kesegaran dari es kelapa sambil memandang hamparan pasir putih dan birunya air laut yang memukau. Seperti pulau lainnya yang menjadi ciri khas Belitung, bongkahan batu-batu granit juga ada menghiasi pulau ini.
Usai sudah hariku menjelajahi tiap pulau selama satu hari penuh ini. Tak terasa mata begitu dimanjakan oleh pesona pulau-pulau yang ada di Kep. Belitung. Memang betul perkataan banyak orang yang menyebut “Belitung Maladewa-nya Indonesia”. Pesona keindahan dan keeksotisannya sungguh sulit ditolak.
(Salwa Izzati Khairana – Politeknik Negeri Jakarta)