Konten dari Pengguna

Bagaimana Pelecehan Seksual Dinormalisasikan di Mesir?

Khairan Rei
Saya Khairan Rei! Hobi saya menulis puisi, cerpen, dan juga artikel tentang opini saya sendiri! Saya masih pelajar di Sekolah Cikal Amri Setu.
20 Agustus 2024 16:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khairan Rei tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menurut UN Women, sebanyak 99.3% perempuan Mesir melaporkan pernah mengalami pelecehan seksual, dan 91% mengatakan mereka merasa tidak aman di jalan sebagai dampaknya. Hal ini menjadi fenomena yang dinormalisasi dalam masyarakat Mesir, kurangnya langkah-langkah keamanan publik. Normalisasi pelecehan seksual ini berkaitan dengan misoginis/kebencian terhadap perempuan. Mereka mencoba membenarkan dan mengesampingkan pelecehan seksual dengan mengatakan bahwa pilihan pakaian perempuan yang harus disalahkan, atau bahwa perempuan sebenarnya menikmati perhatian yang tidak diinginkan. Ini mencerminkan sikap yang lebih luas yang mencoba mengalihkan tanggung jawab dari orang yang dituduh melakukan pelecehan kepada korban. Hal-hal seperti situasi keuangan yang sulit yang dihadapi banyak pemuda di Mesir dan fakta bahwa keamanan negara tidak stabil membuat beberapa pria merasa mereka perlu bersikap keras dan agresif, yang dapat menyebabkan mereka memperlakukan orang lain dengan buruk, terutama secara seksual. Beberapa orang juga menggunakan interpretasi ketat dari ajaran agama untuk mengatakan bahwa mengganggu orang lain itu boleh.
ADVERTISEMENT
Link foto: https://unsplash.com/photos/woman-holding-white-paper-with-smash-the-pairtarchy-XwrDrY9hjrI
Tetapi, mengapa pria Mesir membenci perempuan? Mona Eltahawy mengatakan bahwa pria membenci perempuan karena mereka ingin mengendalikan tubuh dan seksualitas mereka. Mereka berpikir bahwa dengan mengendalikan perempuan, mereka dapat mengendalikan masa depan budaya dan agama mereka. Dia berkata, "if you don't control that future by controlling women's bodies, you've lost control generally. So sex and women are - by controlling those, you basically control your culture, you control your religious well-being, and you control your future.” (The-Two-Way, 2012).
foto ini didapatkan dari pinterest.
Misoginis di Mesir mempengaruhi perkembangan perempuan, menciptakan lebih banyak tantangan yang dihadapi perempuan dan feminis untuk menjadi bebas dan setara dengan pria. Ketidaksukaan yang meluas terhadap perempuan dalam masyarakat Mesir membuat sangat sulit bagi perempuan untuk maju dan benar-benar setara.
ADVERTISEMENT
Contohnya, setiap tahun ketika hari raya idul fitri memiliki kasus pelecehan seksual yang meningkat. Tak ada banyak orang yang ingin membantu untuk mencegah hal ini terjadi kembali. Kurangnya pengawasan polisi juga menjadi salah satu faktor. Malahan budaya patriarki menjadi akar isu ini. Dimana banyak orang yang terus menyalahkan perempuan ketika mereka yang menjadi korban. Mereka selalu berkata bahwa perempuan mengenakan baju yang terlalu ketat, terbuka, dll. Ataupun berpakaian dan berperilaku tidak islami.
Solusi untuk isu ini bukan menghilangkan para misoginis yang menyebarkan luas budaya patriarki. Percayalah, misoginis akan selalu ada bahkan jika dunia kiamat. Namun kita yang peduli dengan mereka. Seharusnya yang melakukan sesuatu. Pertama, mendidik rakyat Mesir tentang kesetaraan gender ataupun dampak buruk dalam pelecehan seksual. Seperti, UN Women yang telah membuat beberapa program untuk meningkatkan rakyat kesadaran atas isu global kritikal ini. Kedua, Mesir memang telah memiliki undang-undang khusus untuk pelecehan seksual. Namun, mereka seharusnya lebih menekankan dengan memastikan bahwa pelaku dihukum sesuai dengan ketentuan hukum. Ketiga, bantuan dari kita semua. Seharusnya kita semua bersedia untuk menjadi teman curhat para korban yang membutuhkan bantuan. Beri jalan solusi untuk mereka atau meningkatkan kesadaran berdasarkan dari kasus mereka.
ADVERTISEMENT