Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Mencari Kurikulum Ideal bagi Pendidikan di Indonesia
7 Mei 2025 13:02 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Khairunnisa Muthmainnah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai mahasiswa jurusan pendidikan, saya kerap merenung dan bertanya: bagaimana seharusnya wajah pendidikan kita? Apa yang kurang, dan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh peserta didik di era sekarang? Di tengah perubahan zaman yang sangat cepat, pendidikan Indonesia butuh arah yang jelas. Dan itu semua berakar dari satu hal penting: kurikulum.

Kurikulum bukan sekadar kumpulan materi atau silabus. Ia adalah roh dari proses pembelajaran itu sendiri. Ia menjadi dasar bagaimana guru mengajar, bagaimana siswa belajar, dan bagaimana capaian pembelajaran dinilai. Namun sayangnya, selama bertahun-tahun, kurikulum di Indonesia cenderung bersifat tambal sulam. Setiap pergantian menteri sering kali diiringi oleh perubahan kurikulum, tanpa evaluasi menyeluruh terhadap implementasi kurikulum sebelumnya. Akibatnya, guru menjadi lelah dengan berbagai tuntutan administratif, dan siswa menjadi objek eksperimen yang berganti-ganti metode.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, kurikulum ideal adalah kurikulum yang berpusat pada peserta didik, bukan pada angka-angka ujian semata. Kurikulum harus bisa menumbuhkan rasa ingin tahu, kreativitas, dan empati. Ia harus mendorong kolaborasi, bukan kompetisi yang tidak sehat. Dalam hal ini, Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah mulai mengarah ke sana, dengan pendekatan pembelajaran berbasis proyek, penekanan pada profil pelajar Pancasila, serta diferensiasi dalam proses pembelajaran.
Namun, idealisme tanpa kesiapan adalah jebakan. Banyak guru yang belum mendapatkan pelatihan cukup untuk menerapkan Kurikulum Merdeka. Di beberapa sekolah, proyek hanya menjadi formalitas karena keterbatasan waktu, alat, atau pendampingan. Di daerah pelosok, kurikulum yang terlalu ideal malah terasa jauh dari realitas.
Oleh karena itu, menurut saya, kurikulum ideal adalah kurikulum yang berkeadilan dan kontekstual. Ia bisa diterapkan tidak hanya di sekolah unggulan di kota besar, tetapi juga di sekolah kecil di daerah perbatasan. Ia memberikan ruang kreativitas bagi guru, tapi juga panduan yang jelas agar tidak membingungkan. Ia mempertimbangkan kondisi psikologis siswa, bukan hanya menjejalkan materi demi target kelulusan.
ADVERTISEMENT
Sebagai calon guru, saya belajar bahwa pendidikan bukan hanya mentransfer ilmu, tapi juga membentuk manusia. Kurikulum ideal harus menjadikan siswa sebagai subjek aktif dalam pembelajaran. Mereka harus merasa dilibatkan, didengarkan, dan dihargai. Sebab pada akhirnya, tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia.
Kurikulum tidak bisa dibentuk hanya dari meja birokrat. Ia harus menjadi hasil dialog antara guru, dosen, mahasiswa pendidikan, praktisi, dan masyarakat luas. Dalam konteks itu, suara mahasiswa pendidikan seperti saya pun seharusnya mulai diperhitungkan. Karena kami lah yang kelak akan berada di ruang-ruang kelas, menjadikan kurikulum bukan sekadar teks, tapi nyata dalam tindakan.