Peluang Optimalisasi Penerimaan Negara melalui PPN e-Commerce

Konten dari Pengguna
24 Juli 2023 4:40 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KHALISAH FHADILILAH ZULKARNAEN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Vectorjuice, Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Vectorjuice, Freepik
ADVERTISEMENT
Maret 2020 merupakan awal merebaknya Covid-19 di Indonesia. Penyakit menular ini menyebabkan banyak kerugian karena harus membatasi aktivitas sehari-hari masyarakat terutama yang memerlukan kontak fisik. Segalanya dipenuhi melalui platform digital dari rumah atau ruangan tertutup dengan kapasitas orang yang terbatas. Mulai dari pelajar yang belajar menggunakan Google Classroom, pekerja yang rapat menggunakan Zoom, orang-orang yang memperoleh hiburan melalui Spotify dan Netflix, bahkan peningkatan belanja kebutuhan dasar melalui e-commerce sekalipun. Para pelaku usaha juga harus beradaptasi dalam menghadapi pandemi yang menyebabkan keterbatasan ruang gerak ekonomi mereka. Sehingga sebagai bentuk penyesuaian tersebut, banyak pelaku usaha yang menambah platform berjualannya melalui toko daring agar dapat dijangkau oleh konsumen lebih luas. Peningkatan penggunaan toko daring atau e-commerce ini memberikan potensi penerimaan negara melalui pajak yang lebih besar sekaligus hilangnya potensi penerimaan pajak bagi pelaku usaha yang tidak melaporkan transaksinya.
ADVERTISEMENT
Landasan Hukum Pengenaan PPN PMSE
PPN atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) telah diatur dalam PMK Nomor 48 /PMK.03/2020 yang telah digantikan dengan PMK 60/PMK.03/2022 untuk memperkuat landasan hukum pemungutan PPN atas PMSE. Latar belakang pengenaan pajak ini adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 44E ayat (2) huruf f UU KUP dan bertujuan memberikan kepastian hukum PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP melalui PMSE. Tujuan lain pengenaan ini juga sebagai bentuk kesetaraan perlakuan (level of playing field) antara pelaku usaha konvensional dan digital, menyelaraskan ketentuan mengenai tarif dan pelaporan PPN, serta wujud dari optimalisasi penerimaan negara melalui pajak. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud telah diatur secara rigid dalam PMK Nomor 60 tahun 2022 Pasal 3 sebagai bentuk upaya untuk menjangkau seluruh transaksi yang terjadi agar tidak ada potensi penerimaan pajak yang hilang.
ADVERTISEMENT
Alur dan Pelaku Transaksi PMSE
Sumber : Webinar PMK 60 Tahun 2022, Direktorat Jenderal Pajak
PMSE dapat dilakukan secara langsung antara penyedia barang/jasa luar negeri dengan pembeli dalam negeri atau dapat dilakukan melalui penyelenggara PMSE luar negeri/dalam negeri. Hal ini yang nantinya akan menentukan siapa yang akan memungut PPN atas penggunaan barang/jasa melalui sistem elektronik. Pembeli yang dimaksud dalam PMK Nomor 60 Tahun 2022 ini adalah yang bertempat tinggal di Indonesia, melakukan pembayaran menggunakan fasilitas yang disediakan oleh institusi di Indonesia (Bank Mandiri, BRI, BNI, dsb), serta bertransaksi menggunakan alamat IP di Indonesia (Country: Indonesia) atau kode telepon Indonesia (+62).
Sedangkan, pelaku usaha PMSE terdiri dari Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, PPMSE Luar Negeri, dan/atau PPMSE Dalam Negeri yang wewenang penunjukkannya dilimpahkan oleh Menteri Keuangan kepada Dirjen Pajak. Penunjukkan pemungut PPN PMSE ini memiliki batasan kriteria, yaitu nilai transaksi yang melebihi Rp600 juta dalam 1 tahun atau Rp50 juta dalam 1 bulan dan/atau jumlah traffic atau pengakses melebihi 12.000 dalam 1 tahun atau 1.000 dalam 1 bulan. Tidak hanya itu, menurut PER-12/PJ/2020, DJP dapat mencabut penunjukkan sebagai pemungut PPN PMSE ketika terdapat hal-hal yang tidak memenuhi batasan kriteria tersebut melalui penerbitan Kepdirjen dan berlaku pada awal bulan berikutnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan PMK Nomor 60 Tahun 2022 Pasal 6, tarif PPN yang dipungut adalah sebesar 11 persen dikalikan dengan DPP yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan sebesar 12 persen dikalikan dengan DPP yang paling lambat berlaku pada 1 Januari 2025 (Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN). Dasar pengenaan pajak atau DPP yang dimaksud adalah sebesar uang yang dibayarkan oleh pembeli barang atau penerima jasa yang tidak termasuk PPN dan dipungut ketika kegiatan pembayaran tagihan dilakukan oleh pembeli.
Hilangnya Peluang Penerimaan Negara dalam Pengenaan PPN e-commerce
Terdapat dua macam transaksi e-commerce, yaitu transaksi yang berhubungan dengan pembuatan desain website dan transaksi yang dapat dilakukan melalui website. Pembuatan desain dan halaman utama website termasuk jasa periklanan bukan merupakan jenis jasa yang dikecualikan dari PPN. Sehingga, penyerahan jasa desain website dan pembuatan homepage dikenakan PPN (Budilaksono, 2011). Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa sangat besar peluang peningkatan penerimaan negara jika bisa memungut PPN kepada pelaku usaha digital.
Sumber : Freepik
Transaksi e-commerce di Indonesia terus berkembang hingga saat ini. Dengan segala kemajuan teknologi, penjual bisa lebih mudah dalam menjajakan barang dan jasa yang dijual. Salah satu media yang penjual gunakan untuk mempromosikan barang atau jasa adalah melalui media sosial dengan cara mengirim pesan atau telepon. Sayangnya, pesan atau telepon melalui media sosial ini tidak selalu dapat dilacak oleh otoritas pajak dalam rangka optimalisasi penerimaan negara. Selain itu, pengetahuan pelaku PMSE terhadap kewajiban untuk membayar pajak dan melaporkan SPT-nya, mungkin disebabkan oleh kurangnya informasi dan sosialiasi oleh otoritas pajak sekitar. Masyarakat yang mengetahui pengenaan pajak atas PMSE ini beranggapan bahwa ini adalah pajak baru yang mneyulitkan pelaku PMSE. Padahal, pengenaan pajak atas PMSE ini pada dasarnya bertujuan untuk menyamaratakan hak dan kewajiban pelaku perdagangan antara konvensional dan digital. Sehingga hal ini juga menjadi ”PR” bagi DJP untuk bisa melakukan inovasi atas hal-hal semacam ini.
ADVERTISEMENT
Upaya Optimalisasi Penerimaan Negara
Sumber: Penulis
DJP memiliki beberapa upaya dalam mempertimbangkan kerangka regulasi perpajakan atas transaksi e-commerce. Pertama, DJP bisa membangun hubungan kerja sama dengan pihak terkait, seperti Kominfo dan platform PMSE. Kerja sama yang dibangun oleh DJP ini karena transaksi e-commerce melibatkan penggunaan tekonologi dan platform digital untuk beroperasi. Kominfo juga berperan penting dalam mengawasi dan mengatur sektor tekonologi informasi, telekomunikasi, dan internet. Data transaksi e-commerce dicatat dan dapat diakses oleh Kominfo. Seperti data pribadi pelaku usaha, frekuensi, sampai dengan jumlah besaran transaksi. Kerja sama ini memungkinkan DJP memperoleh data yang relevan dalam proses pemantauan dan pemungutan pajak atas transaksi e-commerce. Kemampuan Kominfo dalam mengakses platform digital yang digunakan masyarakat, juga bisa menjadi celah DJP untuk melakukan sosialisasi dalam meningkatkan kesadaran pajak pengguna e-commerce.
ADVERTISEMENT
Kedua, DJP juga perlu mengevaluasi keefektifan dari regulasi yang telah ada serta mempertimbangkan modernisasi dalam administrasi perpajakan untuk transaksi PMSE ini. Hal ini perlu dilakukan karena arus globalisasi menyebabkan perubahan lingkungan bisnis dengan cepat. Dalam konteks global, transaksi e-commerce dapat melibatkan pelaku usaha dari berbagai negara dengan aturan pajak yang berbeda-beda. Evaluasi regulasi ini akan berperan dalam identifikasi potensi celah atau penyimpangan perpajakan yang perlu ditutup atau ditangani lebih baik. Selain itu, adanya evaluasi terhadap keefektifan regulasi ini juga merupakan bentuk dari respon pemerintah terhadap tuntutan dan masukan dari masyarakat maupun pelaku usaha.
Upaya lainnya yang dapat diambil adalah melakukan harmonisasi dan konvergensi dengan standar internasional serta melakukan perjanjian bilateral dalam rangka penghindaran pengenaan pajak berganda. Ketika berbagai negara memiliki regulasi pajak yang berbeda-beda, pengusaha akan menghadapi kompleksitas administratif yang tinggi untuk mematuhi ketentuan pajak di setiap negara. Adanya harmonisasi dan konvergensi ini akan menyederhanakan dan mengurangi birokrasi dan berdampak pada pelaku usaha yang lebih mudah untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
ADVERTISEMENT
Sumber Referensi
PMK 60/PMK.03/2022
PER-12/PJ/2020
Riphat, S. (n.d.). Pajak E-Commerce Tantangan dan Upaya dalam Pajak e-Commerce. Elex Media Komputindo.
Utomo, E. M. (n.d.). Transaksi E-Commerce sebagai Potensi Penerimaan Pajak di Indonesia. Jurnal Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, 18.