Konten dari Pengguna

Peran Pendidik dalam membentuk Digital Citizenship untuk Peserta Didik

Kharisma Lutfiyatul Ilmiyah
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Jember. Menjadi Mahasiswa sejak tahun 2021 sampai sekarang.
30 Agustus 2023 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kharisma Lutfiyatul Ilmiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi Pribadi (09/06/2023)
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Pribadi (09/06/2023)
ADVERTISEMENT
Teknologi bukanlah hal baru lagi di era ini. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia memanfaatkan teknologi. Hakikatnya, teknologi memang diciptakan untuk memudahkan kegiatan manusia. Banyak macam teknologi dalam kehidupan ini. Khususnya teknologi informasi yang memiliki pengaruh besar terhadap cara manusia melakukan proses belajar, memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan. Teknologi informasi dapat berperan sebagai media pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk menyampaikan informasi serta pengetahuan yang diperlukan oleh khalayak umum.
ADVERTISEMENT
Hampir setiap waktu dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dari penggunaan teknologi digital baik untuk belajar, bekerja ataupun bersosialisasi lewat komputer, handphone, atau perangkat pintar lain yang ada di sekitar kita. Interaksi ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat dari bangun tidur sampai tertidur lagi.
Of course, banyak sekali manfaat yang kita dapat dari penggunaan teknologi digital ini, antara lain produktivitas yang meningkat, kolaborasi dalam belajar ataupun bekerja dengan siapa saja lebih mudah, kapan saja dan di mana saja dapat dibantu dengan internet, terlebih saat kondisi pandemi yang pernah kita rasakan. Transformasi digital semakin meningkat pesat, 3-4 tahun menjadi lebih cepat. Hampir semua pekerjaan maupun pembelajaran dilakukan secara daring ketika kondisi pandemi. Namun, ada hal yang perlu diwaspadai oleh masyarakat dalam penggunaan teknologi digital ini, terlebih apabila teknologi digital terhubung dengan internet.
ADVERTISEMENT
Resiko kejahatan siber atau cybercrime menjadi pengetahuan yang sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat. Akan tetapi dalam praktiknya masyarakat Indonesia minim literasi untuk memahami hal tersebut, sehingga banyak yang menjadi korban dari kejahatan ini. Tentu hal ini menjadi perhatian kita semua untuk semakin meningkatkan kesadaran mengenai potensi kejahatan siber yang ada, terlebih dalam setiap aktivitas kita selalu dihadapkan di ruang digital khususnya ruang siber.
Menurut riset yang dilakukan National Cyber Security Index (NCSI) negara Indonesia berada di peringkat ke 76 dengan nilai indeks 38.96. berdasarkan data tersebut Indonesia memiliki nilai yang kurang baik dari berbagai aspek, salah satunya terkait dengan pendidikan atau literasi.
Selain kejahatan siber, terdapat etika di ruang siber yang perlu kita perhatikan. Merujuk pada survei yang dilakukan oleh Microsoft dari bulan April - Mei 2020 dan dipublikasikan pada bulan Februari 2021, Indonesia berada di posisi paling buncit pada Digital Civility Index (DCI) Report di wilayah regional Asia Pasifik. Nilai DCI Indonesia memburuk 8 angka dari nilai sebelumnya. Indonesia mendapat skor DCI 76 poin sama seperti Meksiko. Angka tersebut menempatkan Indonesia di posisi ke-4 dari 10 negara paling tidak sopan. DCI Report merupakan hasil riset yang mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet di seluruh dunia saat berinteraksi maupun berkomunikasi di ruang siber. Semakin tinggi nilai DCI maka semakin buruk pula tingkat kesopanan dan etikanya.
ADVERTISEMENT
Buruknya nilai DCI Indonesia langsung terbukti setelah beberapa saat Microsoft merilis hasil riset tersebut. Akun sosial media Microsoft dibanjiri oleh kecaman ataupun kalimat yang tidak sopan lain dari netizen Indonesia sehingga memaksa Microsoft untuk mematikan komentar yang ada.
Kenaikan nilai DCI di Indonesia dipengaruhi oleh hoax, scam, dan fraud yang meningkat 13%, ujaran kebencian meningkat 5% dan diskriminasi menurun 2%. Hal yang menjadi perhatian adalah kenaikan nilai DCI ini malah disumbang sebagian oleh orang-orang dewasa di Indonesia. Sekitar 47% responden menyampaikan bahwa mereka terlibat dalam aktivitas bullying dan 19% dari responden menjadi target dari bullying, di mana 12% terjadi terhadap orang dewasa.
Dari laporan ini, masyarakat seakan lupa akan nilai-nilai etika yang ada dalam ruang fisik ketika berinteraksi di ruang siber. Etika dan kesopanan akan muncul di ruang fisik menjadi hilang ketika interaksi dilakukan lewat teks yang ada di gadget masing-masing. Salah satu sebabnya dikarenakan masyarakat Indonesia belum memahami dengan baik bagaimana menjadi masyarakat digital atau Digital Citizen yang baik.
ADVERTISEMENT
Kesadaran masyarakat mengenai cybercrime ini dan etika digitalnya perlu ditingkatkan karena hal itu menjadi hal yang fundamental untuk terciptanya siber yang aman dan nyaman di Indonesia.
Berkaitan dengan informasi diatas, muncul istilah “Digital Citizenship”. Apa yang dimaksud Digital Citizenship???
Istilah Digital Citizenship dalam teachtought.com diartikan sebagai ”The quality of an individual’s response memberships in a community ” Pengertian ini berkaitan dengan penggunaan media sosial. Menurut digitalcitizenship.net “Digital citizenship is the continuously developing norms of appropriate, responsible, and empowered technology use ”.
Dapat disimpulkan bahwa digital citizenship merupakan kualitas perilaku seseorang dalam berinteraksi di internet, khususnya media sosial yang harusnya dipertanggungjawabkan dan digunakan sesuai norma serta etika yang berlaku. Hal ini berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam mengelola dan memonitor perilakunya untuk menggunakan teknologi yang didalamnya terdapat keamanan, etika, norma dan budaya.
ADVERTISEMENT
Digital citizenship mencakup beberapa hal, yaitu:
1. Bagaimana seharusnya seseorang memanfaatkan teknologi informasi secara aman. Hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan kerugian serta membahayakan keselamatan diri sendiri maupun orang lain.
2. Bagaimana seharusnya seseorang berkomunikasi di media sosial dengan tetap menjaga etika sekaligus mengacu pada norma-norma yang berlaku di lingkungan internal nasional maupun global.
3. Bagaimana seharusnya seseorang bertransaksi informasi di dunia maya, terutama ketika mengunduh konten atau mengunggah konten serta bertransaksi secara online
4. Bagaimana seharusnya seseorang bertransaksi informasi di dunia maya, terutama ketika mengunduh konten atau mengunggah konten serta bertransaksi secara
Pesatnya penggunaan media sosial di masyarakat Indonesia sangatlah pesat hal ini ditunjukkan oleh masyarakat yang telah mengenal dan memanfaatkan teknologi. Di sisi lainnya, berbagai postingan ataupun konten serta aktivitas mereka di media sosial cukup memprihatinkan jika dihubungkan dengan konsep digital citizenship. Mengapa tidak? Masyarakat Indonesia banyak menggunakan media sosial untuk hal yang kurang penting dan tidak produktif. Benar atau benar? Contohnya saja membuka media sosial Facebook, yang terlihat kebanyakan adalah foto selfie, aktivitas sehari-hari, bahkan curhatan tentang masalah pribadi.
ADVERTISEMENT
Parahnya lagi media sosial juga digunakan untuk mencela, menghujat, melecehkan, bahkan merendahkan orang lain atau disebut bullying. Sebagian masyarakat banyak yang melontarkan kata-kata jahat, tidak sopan bahkan tabu. Hal ini jelas menunjukkan perilaku digital citizenship yang tidak baik. Maka diperlukan pendidikan secara khusus untuk memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai penggunaan internet secara bijak dan baik.
Agar menjadi digital citizen yang bijak dan sehat, sangat diperlukan edukasi untuk diri sendiri. Demikian juga seharusnya diberlakukan di sekolah. Peserta didik memerlukan pelajaran mengenai panduan mengakses informasi yang benar melalui internet. Mereka juga perlu diberi pengertian mengenai teknik komunikasi yang baik sesuai dengan norma kesopanan khususnya di situs media sosial yang diikuti.
Sehubungan dengan hal itu, tugas pendidik yang bertambah bukan hanya sekedar mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga menerapkan perilaku dalam memanfaatkan IPTEK yang baik khususnya teknologi informasi. Konsep ini harus benar-benar diterapkan oleh pendidik dalam proses pendidikan sehingga diharapkan mampu menyelamatkan peserta didik dan masyarakat Indonesia dari dampak buruk penggunaan internet.
ADVERTISEMENT
Terkait Peran pendidik dalam digital citizenship, Mike Ribble dalam bukunya "Digital Citizenship Hanbook for School Leaders: Fostering Positive Interactions Online " mengatakan bahwa digital citizenship is more than just a teaching tool: it is a way to prepare students for a society full of technology . Digital citizenship juga bukan hanya alat untuk mengajar tetapi merupakan cara untuk mempersiapkan peserta didik menjadi bagian masyarakat yang sarat akan teknologi. Pendidik dituntut untuk mampu menguasai teknologi sehingga dapat dijadikan contoh sebagai digital citizen yang baik sekaligus dapat membimbing peserta didik. Hal yang paling penting ditekankan adalah bagaimana cara membentuk kebiasaan dalam mengakses dunia digital dengan cara yang aman dan baik.
Peran guru untuk menerapkan digital citizenship yang baik pada peserta didik dapat melalui tiga pilar utama, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Digital Literacy
Literasi digital atau digital literacy merupakan kemampuan individu di dunia maya untuk dapat mencari, memahami, mengevaluasi dan membuat informasi sehingga lebih bersiap diri dalam menghindari resiko tertentu, membuat keputusan secara tepat dalam menyebarkan informasi dan pemahaman yang lebih baik dalam mengelola privasi di dunia maya. Pendidik harus memberikan pemahaman kepada peserta didik mengenai kebiasaan dasar dalam menjaga keamanan dunia maya, seperti melindungi akun dan reputasi mereka pentingnya menggunakan password yang kuat dan rahasia, dan cara melakukan update komputer atau perangkat mereka untuk melawan scam ataupun malware.
2. Digital Civility
Pengguna internet yang baik harus memiliki rasa hormat dan protektif terhadap hak orang lain maupun diri sendiri. Selain itu pengguna internet juga harus dapat mengaplikasikan keterampilan dengan bersifat etis dan memahami batas norma-norma sosial. Hal yang perlu dilakukan pendidik agar peserta didik dapat menerapkan hal ini adalah:
ADVERTISEMENT
a. Memberikan contoh dan menerapkan kepada peserta didik bagaimana bersikap seharusnya di dunia maya. Sikap yang diharapkan adalah rasa empati, welas asih, kebaikan dalam bersosialisasi, serta memperlakukan semua orang dengan rasa hormat dan bermartabat. Peserta didik harus bisa menghargai perbedaan pendapat maupun budaya. Jika tidak setuju dengan pendapat di dunia maya, maka peserta didik harus bersikap bijak dalam menanggapi pendapat tersebut.
b. Bersikap bijak, terutama menyarankan peserta didiknya untuk berpikir sebelum bertindak secara online b. Bersikap bijak, terutama menyarankan peserta didiknya untuk berpikir sebelum bertindak secara
c. Pendidik harus bisa memberikan dukungan kepada peserta didik jika kurang nyaman dalam mengatakan ketidaksetujuan kepada seseorang. Pendidik juga dapat menawarkan bantuannya kepada peserta didik yang menjadi target kekerasan atau kekejaman untuk dapat melaporkan kegiatan yang mengancam keselamatan orang lain maupun mempersiapkan bukti-bukti yang diperlukan jika ada kebiasaan menyimpang.
ADVERTISEMENT
3. Information Literacy
Information Literacy merupakan kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, serta menggunakan informasi dari internet secara efektif dalam menyelesaikan pekerjaan menjawab pertanyaan atau meneliti sebuah topik .
Meluasnya penggunaan internet sebagai informasi harus ditanggapi secara bijak baik pendidik maupun peserta didik. Pendidik harus memberikan pengetahuan kepada peserta didik mengenai undang-undang hak cipta misalnya terkait aturan-aturan untuk mengunduh video ataupun musik yang dilindungi oleh hak cipta. Literasi informasi diperlukan agar peserta didik bisa mengakses informasi secara efektif dan efisien serta dapat mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten. Dengan demikian, informasi yang didapatkan dapat dimanfaatkan secara akurat dan kreatif.
Dokumentasi Pribadi (30/08/2023)
Bagaimana pembaca? Sudah pahamkah sampai sini? Jadi digital citizenship suatu keharusan atau kelalaian dari pendidik? Tentu merupakan sebuah keharusan ya. Sudah seharusnya, pendidik berperan aktif dalam pembentukan digital citizenship yang baik. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah:
ADVERTISEMENT
1. Memperlakukan peserta didik dan orang lain Dengan hormat dan bermartabat.
2. Berinteraksi dengan cara bijaksana dan konstruktif.
3. Menghimbau serta membimbing peserta didik agar senantiasa menghargai perbedaan pendapat dan memberikan ruang kepada teman maupun orang lain jika memiliki pandangan yang berbeda.
4. Membimbing dan selalu mengingatkan peserta didik agar tidak melakukan kekerasan serta penyalahgunaan gadget .
5. Memperhatikan dan mengingatkan peserta didik untuk mempraktikkan kebiasaan digital yang sehat terkait penggunaan media sosial.
Apakah kita sudah menjadi digital citizen yang baik? jawabannya tentu kita perlu merefleksi diri sendiri.