Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Konten dari Pengguna
Kebutuhan Air Tanaman: Adaptasi Pertanian Indonesia untuk Ketahanan Pangan
14 Februari 2025 14:46 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Kharistya Amaru tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemanasan global dan dampaknya
ADVERTISEMENT
Pemanasan global mengancam sektor pertanian Indonesia dengan perubahan pola hujan dan kemarau panjang yang menurunkan produktivitas berbagai komoditas. Kekeringan menghambat pertumbuhan kopi di Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Bali, serta menyebabkan gagal panen mangga di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Padi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan terancam kekeringan, sementara kakao di Sulawesi dan Sumatera mengalami peningkatan serangan hama. Produksi kelapa sawit di Riau dan Kalimantan menurun akibat curah hujan rendah, sedangkan cengkeh di Maluku dan Sulawesi Utara terdampak bunga gugur. Untuk mengatasi dampak ini, diperlukan varietas tahan kering, sistem irigasi efisien, serta kebijakan pengelolaan air berkelanjutan guna menjaga ketahanan pangan dan keberlanjutan pertanian.
![Sawah yang baru ditanami (Dokumentasi pribadi).](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jm1k5kk23rd2101k9kkcfgc9.jpg)
Air merupakan faktor kunci dalam budidaya pertanian karena berperan dalam fotosintesis, transportasi nutrisi, serta menjaga suhu dan tekanan turgor sel tanaman. Kebutuhan air setiap tanaman berbeda tergantung pada jenis tanaman, fase pertumbuhan, iklim, dan jenis tanah. Kekurangan air dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil panen, sementara pengelolaan air yang tepat dapat meningkatkan efisiensi budidaya dan keberlanjutan pertanian.
ADVERTISEMENT
Cekaman air (water stress) terjadi ketika ketersediaan air dalam tanah lebih rendah dari kebutuhan tanaman, sehingga tanaman tidak bisa menyerap cukup air untuk mempertahankan proses fisiologisnya. Cekaman ini bisa terjadi dalam dua bentuk yaitu cekaman kekeringan ketika kebutuhan air tanaman melebihi pasokan air, dan cekaman kelebihan air ketika aerasi lahan buruk, atau air terlalu banyak dilahan sehingga mengurangi oksigen di zona perakaran sehingga menganggu respirasi akar, menyebabkan busuk akar dan mengurangi penyerapan unsur hara. Oleh karena itu, pemahaman tentang kebutuhan air tanaman dan strategi pengelolaannya sangat penting untuk mendukung produktivitas optimal.
Kebutuhan air tanaman
FAO (Food and Agriculture Organization) telah mengeluarkan panduan lengkap tentang perhitungan kebutuhan air tanaman melalui FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56 yang berjudul "Crop Evapotranspiration (Guidelines for Computing Crop Water Requirements)". Panduan ini menjadi acuan utama dalam menghitung kebutuhan air tanaman, terutama melalui konsep Evapotranspirasi (ET). Evapotranspirasi adalah proses gabungan antara penguapan air dari tanah (evaporasi) dan transpirasi air melalui tanaman. Sedangkan ETo adalah evapotranspirasi dari permukaan tanah yang ditutupi oleh tanaman rumput (grass) yang tumbuh sehat, dengan tinggi tertentu, dan tidak kekurangan air. ETo digunakan sebagai acuan untuk menghitung kebutuhan air tanaman lainnya. ETc adalah evapotranspirasi aktual dari tanaman tertentu, yang dihitung dengan mengalikan ETo dengan koefisien tanaman (Kc). Nilai Kc bervariasi tergantung pada jenis tanaman, fase pertumbuhan (awal, pertumbuhan, pertengahan, dan akhir), dan kondisi lingkungan. FAO menyediakan tabel Kc untuk berbagai jenis tanaman.
ADVERTISEMENT
Rumus Penman-Monteith adalah metode standar yang direkomendasikan FAO untuk menghitung Eto. Akan tetapi terdapat metoda lain yang dapat digunakan untuk menghitung ETo, terutama ketiak data meteorologi terbatas. Metode Blaney-Criddle merupakan metode yang cocok digunakan di daerah dengan data iklim terbatas. Adapun metode Hargreaves dan Radiasi, kedua metode ini menggunakan data suhu dan radiasi matahari. Selain itu terdapat metode Panci Penguapan (Pan Evaporation) menggunakan data penguapan dari panci penguapan (panci kelas A).
Kendala dan Solusi
Meskipun metode perhitungan kebutuhan air tanaman oleh FAO, seperti Penman-Monteith, sangat akurat, penerapannya di tingkat petani menghadapi berbagai tantangan. Keterbatasan sosialisasi pengetahuan, akses terhadap data iklim, kompleksitas perhitungan, kurangnya pelatihan, serta infrastruktur irigasi yang masih tradisional menjadi kendala utama dalam mengoptimalkan penggunaan air di lahan pertanian. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang lebih sederhana dan mudah diterapkan oleh petani untuk meningkatkan efisiensi irigasi dan menjaga ketahanan pangan.
Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah penggunaan teknologi sederhana yang dapat membantu petani dalam menghitung kebutuhan air tanaman. Konsep Kampung Iklim (Proklim) dapat dimanfaatkan dengan membangun stasiun klimatologi sederhana yang dikelola oleh petani untuk mencatat data suhu, kelembaban, curah hujan, dan kecepatan angin. Data ini kemudian dapat digunakan dalam metode perhitungan yang lebih sederhana, seperti Blaney-Criddle atau Hargreaves. Selain itu, pengembangan aplikasi berbasis smartphone yang dapat menghitung ETo dan ETc secara otomatis serta memberikan rekomendasi irigasi juga menjadi solusi praktis bagi petani yang memiliki akses ke teknologi digital.
ADVERTISEMENT
Teknologi Tepat Guna dan Pendampingan
Selain pemantauan iklim, sistem irigasi yang efisien juga perlu diterapkan, seperti irigasi tetes sederhana yang dapat dikembangkan dengan bahan lokal. Penggunaan tanaman penutup tanah, embung, dan sumur resapan juga dapat membantu mempertahankan kelembaban tanah serta menyimpan air untuk musim kemarau. Upaya ini perlu didukung oleh pelatihan dan pendampingan dari penyuluh pertanian, sehingga petani memahami cara menggunakan alat ukur iklim, menginterpretasikan data, serta mengaplikasikan sistem irigasi yang sesuai.
Agar penerapan teknologi sederhana ini berjalan optimal, integrasi dengan program pemerintah seperti Proklim, UPSUS Pajale, dan Program Desa Mandiri Benih sangat diperlukan. Dengan adanya dukungan berupa penyediaan alat pengukur iklim dan pelatihan kepada petani, diharapkan penggunaan air di sektor pertanian menjadi lebih efisien, meningkatkan produktivitas tanaman, serta mendukung pertanian yang berkelanjutan di tengah tantangan perubahan iklim.
ADVERTISEMENT