Mau Dibawa ke Mana Penanggulangan AIDS di Indonesia di Masa Mendatang?

KitaSetara.org
kitasetara.org
Konten dari Pengguna
21 Februari 2017 11:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KitaSetara.org tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ironis, di saat posisi KPAN yang kuat masih sangat dibutuhkan untuk terus mengawal pelaksanaan program penanggulangan AIDS di Indonesia, ia justru akan dibubarkan melalui Perpres 124 Tahun 2016.
Sejak diakui keberadaannya oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 1981, hingga kini, AIDS disebut telah merenggut lebih dari 25 juta jiwa. Fakta itu membuat AIDS menjadi salah satu epidemik global yang paling menghancurkan. AIDS menjadi masalah multinasional yang amat serius.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, kasus pertama AIDS ditemukan tahun 1987. Di masa akhir 80-an tersebut, peningkatan infeksi AIDS terbilang lambat, sehingga belum ada tindakan penanggulangan yang cukup serius dari pemerintah. Barulah pada masa awal dan pertengahan tahun 90-an, terjadi peningkatan yang cukup tajam dalam penularan infeksi AIDS (sebagian besar disebabkan oleh penggunaan napza suntik) yang kemudian memaksa pemerintah untuk bergerak cepat membentuk lembaga khusus yang mengurusi masalah AIDS.
Pada bulan Mei 1994, dibentuklah Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) melalui Keputusan Presiden 36/1994. Tujuan dasar dibentuknya KPAN ini adalah untuk meningkatkan upaya pencegahan, pengendalian dan penanggulangan AIDS.
Hanya saja, sebagai sebuah komisi yang bertugas dalam upaya penanggulangan AIDS, peran KPAN saat itu boleh dibilang belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah upaya penanggulangan yang masih sangat terbatas dan hanya terfokus di sektor kesehatan, pembiayaan yang masih terbatas, sampai masalah SDM yang dinilai masih memiliki keterbatasan kapasitas dan kompetensi.
ADVERTISEMENT
Di rentang pertengahan tahun 90-an sampai pertengahan tahun 2000-an, peningkatan infeksi AIDS semakin masif.
Pada tahun 1993 di kalangan pengguna napza suntik, hanya 1 orang yang diketahui positif HIV (di Jakarta), pada bulan Maret 2002, sudah dilaporkan 116 kasus AIDS karena penggunaan napza suntik di 6 provinsi. Pada akhir tahun 2004 dilaporkan 2.682 orang dengan AIDS dari 25 provinsi (kumulatif), diantaranya: 1844 adalah Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) baru: 649 orang stadium HIV dan 1.195 AIDS baru. Sebanyak 824 orang (68,95% dari AIDS yang baru dilaporkan) adalah akibat penggunaan napza suntik.
Hal ini kemudian membuat desakan atas penguatan peran KPAN semakin besar.
Bulan Juli 2006, keluarlah Peraturan Presiden no 75/ 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Perpres ini mengatur tentang perubahan dalam status, keanggotaan maupun tata kerja KPAN. Boleh dibilang, Perpres 75/ 2006 menjadi tonggak lahirnya KPAN yang lebih baru, yang mana tugasnya adalah meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS yang lebih intensif, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi.
ADVERTISEMENT
Perpres 75/2006 membuat kerja KPAN lebih intensif, komprehensif dan terkoordinasi dengan sangat baik. Sebab selain membawa penguatan tupoksi KPAN, Perpres ini juga menguatkan fungsi sekretariat KPAN, yang tidak hanya untuk mendukung tim pelaksana KPAN, namun juga memiliki peran kunci dalam pelaksanaan fungsi koordinasi dan fasilitasi seluruh sektor terkait, baik ditingkat Nasional, Provinsi dan Kota/ Kabupaten.
Penguatan kerja KPAN ini juga terlihat pada kenaikan jumlah kebijakan yang berhasil diterbitkan. Di tahun 2007 misalnya, jumlah kebijakan yang sudah diterbitkan sejumlah 38 kebijakan nasional, 6 kebijakan provinsi, dan 22 kebijakan kab/kota. Sedangkan di tahun 2013 terdapat 76 Kebijakan nasional, 14 Kebijakan ditingkat provinsi, dan 41 kebijakan ditingkat kota/ kabupaten. Sehingga pada akhir 2015, KPAN sudah berhasil mendorong terbitnya 267 kebijakan, terdiri dari 143 kebijakan nasional, 28 kebijakan provinsi, dan 131 kebijakan kab/kota. Ini adalah pencapaian yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, sejak Perpres 75/2006 diteken, praktis, KPAN sudah berjalan selama satu dasawarsa lamanya. Selama rentang waktu 10 tahun lebih itu, KPAN sudah melahirkan banyak peran dalam upaya penanggulangan AIDS. Diantaranya adalah:
ADVERTISEMENT
Saat ini, KPAP telah dibentuk di 34 provinsi dengan jumlah staf seluruhnya 310 orang (data Desember 2015). Delapan belas dari 34 provinsi (53%) gaji staf telah didukung oleh APBD. Dari 34 provinsi tersebut 28 provinsi telah mempunyai Perda atau Pergub tentang HIV dan AIDS. Perencanaan tahun 2016 di provinsi menghasilkan anggaran biaya yang meningkat untuk Sekretariat KPAP dari Rp. 34 milyar di tahun 2015 menjadi Rp. 65 milyar untuk tahun 2016 (naik 91%). Sebanyak 20 dari 34 KPA provinsi (59%) telah mengalokasikan dana pencegahan dari APBD 2015 untuk LSM, WPA dan OMS lainnya.
Sedangkan untuk, KPA K/K telah dibentuk di 325 Kabupaten/ Kota dengan jumlah staf seluruhnya sekitar 1.200 orang (data Desember 2015). 86 dari 141 kab/kota prioritas (61%) gaji staf telah didukung oleh APBD. Terdapat 104 kabupaten/ kota yang mempunyai Perda atau Perbup/ Perwali tentang HIV dan AIDS. Alokasi APBD kabupaten/ kota untuk Sekretariat KPA pada tahun 2015 adalah sebesar Rp. 50 milyar dan tahun 2016 sebesar Rp. 55 milyar. Sebanyak 71 dari 141 KPA kab/kota (50%) telah mengalokasikan dana pencegahan dari APBD 2015 untuk LSM, WPA dan OMS lainnya.
ADVERTISEMENT
Dengan aneka capaian di atas, tak heran jika KPAN dinilai oleh banyak pihak sukses menjalankan fungsinya sebagai lembaga penanggulangan AIDS.
Namun sayang, kisah pencapaian KPAN ini tak akan bertahan lama, sebab, di akhir tahun 2016 kemarin, Presiden Jokowi sudah meneken Perpres 124 Tahun 2016 untuk menggantikan Perpres 75 Tahun 2006. Dampak Perpres baru ini membuat seluruh peraturan yang mengacu pada Perpres 75/2006 tak lagi berlaku. Hal ini otomatis akan berdampak pada KPAP dan KPA Kabupaten/Kota.
Selain itu, dalam Perpres yang baru tersebut, tepatnya di pasal 17A ayat satu, menegaskan bahwa Komisi Penanggulangan AIDS Nasional akan menyelesaikan tugasnya paling lambat 31 Desember 2017. Itu artinya, di akhir tahun 2017 ini, sudah tak akan ada lagi KPA Nasional dan tentunya akan berdampak pada KPAP dan KPA Kota/ kabupaten. Karena kebijakan pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS, termasuk SK dan Instruksi Menteri, dan Peraturan di daerah mengacu pada perpres 75/ 2006.
ADVERTISEMENT
Ini tentu ironis, di saat posisi KPAN yang kuat masih sangat dibutuhkan untuk terus mengawal pelaksanaan program penanggulangan AIDS yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga, organisasi masyarakat sipil, LSM, jaringan populasi kunci dan sektor swasta, ia justru dibubarkan. Bahkan posisi sekretariat KPA Nasional hanya ditempatkan pada fungsi administratif. Padahal begitu banyak keberhasilan yang sudah di capai selama ini yang tentunya kedepan perlu ditingkatkan bersama kementerian dan lembaga.
Yah, mungkin memang ada pertimbangan khusus yang diambil oleh para pemangku kebijakan atas pembubaran KPAN melalui Perpres 124 Tahun 2016 ini, namun yang jelas, pembubaran KPAN ini memunculkan satu pertanyaan besar:
ADVERTISEMENT