Lelaki dan Efisiensi dalam Feminisme: Memperkuat Perjuangan Kesetaraan Gender

Khardi Ansyah
Redaktur adakreatif.id
Konten dari Pengguna
30 Juni 2023 10:24 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khardi Ansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Lelaki dan Efisiensi dalam Feminisme: Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Lelaki dan Efisiensi dalam Feminisme: Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Feminisme adalah gerakan sosial yang berjuang untuk mencapai kesetaraan gender. Dalam sejarahnya, gerakan feminisme gelombang pertama dimulai pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 di negara-negara Barat.
ADVERTISEMENT
Pada 1792, tokoh feminis perempuan dari Inggris bernama Mary Wollsstonecraft menulis karya tulis berjudul The Vindication of the Rights of Woman. Wollstonecraft menyuarakan hak-hak pendidikan bagi perempuan, yang saat itu tidak memperoleh pendidikan seperti halnya laki-laki.
Ia mengharapkan, dengan pendidikan, perempuan dapat mengembangkan intelegensinya dan menjadi sosok yang lebih mandiri dalam finansial. Tidak berhenti di situ, perjuangan feminisme gelombang pertama dilanjutkan oleh Harriet dan John Stuart Mill, yang menyuarakan kesempatan bekerja bagi perempuan dan hak dalam hubungan pernikahan.
Munculnya gerakan feminisme gelombang pertama ini memicu gerakan yang sama dari perempuan di berbagai negara. Tidak hanya di Inggris, gerakan feminisme gelombang pertama juga berkembang di Amerika, Persia, Jepang, dan Jerman.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, feminisme gelombang kedua lebih merupakan gerakan pembebasan perempuan atau yang dikenal dengan istilah Women Liberation. Gerakan ini memiliki sifat kolektif dan revolusioner, yang telah muncul sejak tahun 1960 hingga 1980.
Dalam banyak hal, gerakan ini merupakan respons dari kaum perempuan (feminis) terhadap ketidakpuasan mereka terhadap berbagai bentuk diskriminasi. Meskipun feminisme gelombang pertama telah mencapai kemajuan dalam hal hukum dan politik, pada kenyataannya, implementasinya belum sepenuhnya maksimal.
Selanjutnya, terdapat feminisme gelombang ketiga yang juga dikenal sebagai posfeminisme. Aliran ini muncul pada tahun 1980 dan masih berlangsung hingga saat ini. Feminisme gelombang ketiga ini menjadi sangat populer dan banyak dijadikan acuan oleh feminis modern.
Meskipun demikian, terdapat perbedaan pendapat di kalangan tokoh feminis mengenai apakah feminisme gelombang ketiga sama dengan posfeminisme. Perbedaan ini muncul karena posfeminisme menolak beberapa gagasan yang diusung oleh feminisme gelombang kedua.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ide dan konsep, feminisme gelombang ketiga membawa nilai-nilai keragaman dan perubahan seperti globalisasi, post-kolonialisme, post-strukturalisme, dan post-modernisme. Pengaruh post-modernisme sangat signifikan terhadap feminisme gelombang ketiga dan menjadi dasar lahirnya aliran ini.
Menurut Lyotard dan Vattimo, terdapat empat karakteristik yang menunjukkan pengaruh post-modernisme terhadap feminisme gelombang ketiga. Keempat karakteristik tersebut mencakup pendekatan revolusioner dalam studi sosial (mempertanyakan keabsahan pengetahuan modern dan pandangan bahwa pengetahuan bersifat objektif), penolakan terhadap narasi sejarah tunggal (menolak humanisme dan konsep kebebasan yang terbatas), mempertanyakan batasan antara disiplin ilmu (ilmu alam, ilmu sosial, seni, sastra, fiksi, teori, gambar, dan realitas), serta fokus pada wacana alternatif (post-modernisme berusaha untuk melihat kembali hal-hal yang diabaikan, dilupakan, dianggap irasional, tidak penting, tradisional, ditolak, terpinggirkan, dan disembunyikan).
ADVERTISEMENT
Hingga kini, feminisme telah menjadi topik yang semakin populer. Meskipun gerakan ini pada awal sejarahnya berfokus pada pemberdayaan perempuan, semakin banyak lelaki yang terlibat dan menyuarakan pentingnya perubahan sosial untuk mencapai kesetaraan gender.
Sejarah mencatat pada gelombang pertama sebuah esai berjudul The Subjection of Women lahir dari filsuf Inggris, ekonom politik dan pegawai negeri yang seorang lelaki, yaitu John Stuart Mill yang diterbitkan pada tahun 1869, dengan ide-ide yang ia kembangkan bersama dengan istrinya Harriet Taylor Mill. Selain itu, masih banyak bagaimana tokoh lelaki dalam sejarahnya berbicara feminisme.
Dalam perkembangannya hingga kini, lelaki yang berbicara tentang efisiensi feminisme merupakan contoh penting dari peran mereka dalam gerakan ini. Pertama-tama, penting untuk diakui bahwa lelaki berbicara tentang feminisme tidak bermaksud untuk mendominasi atau mengambil alih perjuangan perempuan. Sebaliknya, mereka ingin mendukung dan berkontribusi pada pergerakan ini melalui perspektif dan pengalaman mereka sendiri yang diadopsi melalui pengalaman perempuan.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara lelaki dapat berbicara tentang efisiensi feminisme adalah dengan menjadi relasi yang aktif, dan membentuk kolektif. Sebagai relasi, lelaki dapat membantu mengampanyekan pentingnya kesetaraan gender, memperjuangkan isu-isu yang berkaitan dengan perempuan, dan melibatkan diri dalam langkah-langkah nyata untuk merubah sistem yang tidak adil dalam kebijakan publik serta kebijakan sosial yang ada.
Misalnya, lelaki bisa mendukung perempuan dalam lingkungan kerja dengan mengadvokasi kebijakan yang adil dan menghilangkan kesenjangan gaji antara jenis kelamin, hak cuti untuk menstruasi serta,serta pengadaan pembalut dalam kondisi urgent dan hak cuti untuk kelahiran .
Selain itu, lelaki berbicara tentang efisiensi feminisme juga dapat memainkan peran penting dalam mendidik sesama lelaki dan masyarakat secara umum. Mereka dapat membantu melawan stereotip dan norma kultur yang merugikan perempuan dengan menyoroti pentingnya kesetaraan gender dan memerangi prasangka gender.
ADVERTISEMENT
Lelaki yang sadar akan keistimewaan mereka dalam masyarakat juga dapat menantang dan mengubah perilaku yang merugikan perempuan, seperti pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender, yang tentu masih menjadi polemik terbesar, yang terus berlanjut hingga kini.
Lelaki yang berbicara tentang efisiensi feminisme juga dapat berperan dalam menghadapi toksisitas maskulinitas. Mereka dapat menghadapi ekspektasi yang tidak realistis terkait dengan maskulinitas yang merugikan baik bagi lelaki maupun perempuan. Dengan mendukung penafsiran yang lebih inklusif tentang maskulinitas, lelaki dapat menciptakan ruang yang aman bagi perempuan dan diri mereka sendiri, serta menghapus batasan-batasan gender yang membatasi perkembangan individu.
Penting bagi lelaki untuk menyadari bahwa peran mereka dalam feminisme harus tetap menjaga kesetaraan dan menghindari penindasan. Mereka tidak boleh mengambil alih ruang atau mengklaim kepemilikan gerakan ini. Sebaliknya, mereka harus menjadi pendengar yang baik, memperkuat suara perempuan, mendorong dan mendukung keputusan dan kebijakan yang dibuat oleh perempuan dalam gerakan memperoleh keadilan dan kesetaraan berbasis gender.
ADVERTISEMENT
Lelaki yang berbicara tentang efisiensi feminisme juga dapat membantu dengan cara memperluas cakupan isu-isu yang dibahas dalam gerakan ini. Mereka dapat membawa perspektif yang berbeda dan mengangkat isu-isu yang mungkin terabaikan atau kurang diperhatikan.
Misalnya, mereka dapat membahas tentang stereotip maskulinitas yang merugikan lelaki, seperti tekanan untuk menjadi kuat secara emosional atau menangani konflik dengan kekerasan. Selain itu, lelaki juga dapat menjadi percontohan bagi sesama lelaki dalam menerapkan prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan menjadi teladan yang baik, mereka dapat menginspirasi perubahan sikap dan perilaku di antara rekan-rekan mereka, teman, dan anggota keluarga. Melalui tindakan nyata, lelaki yang berbicara tentang efisiensi feminisme dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan adil bagi semua orang.
ADVERTISEMENT
Dalam mengambil peran ini, lelaki juga perlu belajar dan mendengarkan perempuan dengan tekun, tanpa membuat abstraksi yang berorientasi untuk kepentingan pribadi. Mereka harus memberikan ruang bagi perempuan untuk berbicara dan berbagi pengalaman mereka sendiri, serta menghormati pengetahuan dan pemahaman perempuan tentang isu-isu feminisme. Lelaki dapat belajar dari perspektif perempuan dan mengakui bahwa mereka tidak selalu memiliki pengalaman langsung tentang ketidakadilan gender.
Penting untuk dicatat bahwa setiap lelaki memiliki peran yang unik dalam perjuangan kesetaraan gender. Beberapa mungkin memiliki platform yang besar untuk menyebarkan pesan-pesan kesetaraan, sementara yang lain mungkin melakukan perubahan kecil dalam lingkungan mereka sendiri.
Tidak ada kontribusi yang terlalu kecil atau terlalu besar dalam perjuangan ini. Yang penting adalah bahwa setiap lelaki yang berbicara tentang efisiensi feminisme melakukan upaya yang tulus dan konsisten dalam mencapai kesetaraan gender.
ADVERTISEMENT
Penutup, lelaki yang berbicara tentang efisiensi feminisme memainkan peran penting dalam perjuangan kesetaraan gender. Mereka dapat menjadi relasi yang aktif, pendidik, percontohan, dan pengubah yang berkontribusi dalam memperkuat perjuangan gerakan feminisme.
Dengan bekerja bersama dengan perempuan, lelaki dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan setara bagi semua orang, tanpa melihat gender atau status sosial.