Konten dari Pengguna

Saat Orang Tua Tak Lagi Menjadi ‘Rumah’, Bagaimana dari Sisi Psikologinya?

Komang Genta Ayu Saraswati
Mahasiswi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya
12 Juni 2023 6:06 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Komang Genta Ayu Saraswati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak dengan orang tua bercerai. Foto: Prostock-studio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak dengan orang tua bercerai. Foto: Prostock-studio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
‘Rumah bukan lagi tempat yang nyaman, bukan juga tempat pemberi cinta dan kebahagiaan, melainkan rumah ialah tempat di mana semua air mata berasal’ -tulisan.inda
ADVERTISEMENT
“iya ini kado dari mama papa aku”
“duh, aku gak dapet izin pulang telat dari mama”
“Aku liburan besok mau liburan sekeluarga loh”
Banyak narasi sederhana di masyarakat yang mungkin secara tidak langsung berhasil menyayat hati sebagian anak di luar sana. Anak yang tidak pernah merasa ‘pulang’ ketika bersama orang tuanya. Bahkan mungkin berusaha keras untuk menghindari orang tuanya demi menjaga perasaan aman dan nyaman bagi diri.
Bukan membenci, namun sederhananya tidak semua anak merasa memiliki ‘rumah’. Banyak sekali fenomena yang terlihat saat ini di media sosial di mana para anak mulai mampu menyuarakan isi hati dan pikiran tentang sosok orang tua yang selama ini tidak mampu menjadi sosok ternyaman bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Banyak anak di luar sana yang justru merasa perlu untuk mencari sosok kenyamanan pada orang lain. Sayangnya, tak banyak yang mengerti bahwa ini merupakan fenomena psikologi. Banyak yang beranggapan bahwa ini hanyalah sebuah drama yang dimainkan oleh sang ratu melankolis.
Bukannya introspeksi dan mencegah hal itu terjadi, namun malah dibiarkan selayaknya kesalahan berada pada sang anak. Bagaimana pandangan psikologi? Apa itu pola kelekatan?

Apa itu Dismissing Avoidant Attachment?

Ilustrasi anak dengan orang tua bercerai. Foto: Hananeko_Studio/Shutterstock
Perasaan tidak nyaman dan cenderung merasa lebih baik menghindari orang tua, masuk ke salah satu jenis pola kelekatan dalam psikologi. Jadi, dismissing avoidant attachment yaitu kategori insecure di mana seseorang merasa tidak nyaman saat terlalu dekat dengan orang lain secara emosional, merasa sulit untuk percaya pada orang lain, dan sulit untuk bergantung pada orang lain (Shaver et al., 2016).
ADVERTISEMENT
Seseorang dengan dismissing avoidant attachment cenderung untuk tidak terlalu menyukai hubungan dengan kedekatan emosional yang tinggi serta tidak ingin bergantung secara berlebihan dengan orang lain (Shaver et al., 2016). Bagaimana sih cara mengetahuinya?
Individu dengan dismissing avoidant attachment cenderung menjadi individu yang skeptis, mudah curiga, mudah berubah pendirian, sulit untuk terbuka atau cenderung menjadi individu yang tertutup (Hazan & Shaver, 2017).
Individu tersebut juga cenderung mencari kenyamanan pada tokoh asing namun mereka juga tidak akan bisa sepenuhnya percaya dan merasa nyaman.
Ilustrasi anak dengan orang tua bercerai. Foto: TORWAISTUDIO/Shutterstock
Seseorang dengan dismissing avoidant attachment, sebagai anak ia akan cenderung menghindari orang tua, tidak membutuhkan kontak atau kenyamanan dari orang tua, dan juga terlihat preferensi mereka antara orang tua dan orang asing sangat kecil (Santrock, 2019). Lalu bagaimana saat dewasa? Apakah ini juga akan berpengaruh?
ADVERTISEMENT
Tentu saja, pola kelekatan yang dimiliki oleh individu akan berlangsung sepanjang kehidupan individu tersebut jika tidak dicegah atau diperbaiki.
Karena attachment bukanlah kebutuhan anak yang dapat mempercepat pertumbuhan anak, melainkan merupakan kebutuhan yang akan terpendam sepanjang hidup manusia (Teori Psikologi Perkembangan Attachment (Kelekatan) Menurut Para Ahli, 2018).
Pada orang dewasa, seseorang dengan pola kelekatan ini akan cenderung memiliki kemungkinan untuk memiliki kesulitan terhadap intimasi, menaruh emosi yang sedikit pada sosial dan hubungan romantis, tidak ingin atau tidak bisa berbagi tentang pikiran dan perasaan mereka pada orang lain (Santrock, 2019).
Sayangnya, kondisi sekitar saat ini mendorong banyaknya fenomena seseorang dengan dismissing avoidant attachment justru dijauhi, dianggap aneh, overthinker, berlebihan, bahkan saat bercerita di sosial media mereka tak jarang menerima hujatan, padahal bisa jadi mereka adalah individu dengan pola kelekatan dismissing avoidant attachment.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak pernah meminta dan ingin berkembang menjadi individu yang seperti itu. Mereka dipaksa oleh keadaan untuk tumbuh dan akhirnya berkembang dengan pola kelekatan ini. Teman-teman penasaran apa penyebabnya? Ini dia.

Penyebab Dismissing Avoidant Attachment

Ilustrasi ibu menghibur orang tua korban penculikan anak. Foto: Shutterstock
Setelah membaca pemaparan sebelumnya, pasti terbesit beberapa pertanyaan seperti lalu siapa yang salah? Apa penyebabnya? Bagaimana hal ini dapat terjadi?
Dan berbagai pertanyaan kritis lainnya. Jadi, karena teori kelekatan didasarkan pada bagaimana kita berinteraksi dengan orang tua dan pengasuh di masa muda atau masa kecil, masuk akal bahwa penyebab gaya kelekatan ini dapat ditelusuri kembali ke usia muda. Beberapa faktor yang berperan dalam menyebabkan dismissing avoidant attachment terjadi meliputi:
Pertama, perilaku pengasuh atau figur lekat yang lalai. Pengasuh dan figur lekat yang lalai dan tidak mampu memberikan afeksi yang cukup dapat menjadi sebuah penyebab dari pola kelekatan dismissing avoidant attachment.
ADVERTISEMENT
Individu dengan gaya kelekatan ini mempelajari pengalaman yang diperolehnya pada masa kecil, ketika meminta kasih sayang dan mencari perhatian namun orang tua atau figur pengasuh cenderung mengabaikan dan menolak (Holmes, 1993).
Kecenderungan di masa mendatang untuk meremehkan dan menghindar terjadi karena bayi atau anak kecil tidak mendapatkan perhatian atau perawatan yang mereka butuh kan dari orang tua atau pengasuh mereka sedari kecil (Resnick, 2023).
Hal ini dapat menyebabkan mereka terbiasa oleh pola tersebut dan tidak merasa nyaman oleh figur orang tua atau pengasuh yang bagi mereka akhirnya tidak akan ada bedanya dengan orang asing.
Kedua, respons yang buruk. Reaksi buruk yang kerap diberikan oleh orang tua atau sekitarnya juga turut menjadi salah satu penyebab dari timbulnya pola kelekatan ini pada individu.
ADVERTISEMENT
Karena orang tua cenderung meremehkan, bayi atau anak belajar bahwa mengekspresikan kebutuhan mereka tidak menjamin mereka akan diurus (Resnick, 2023). Individu akan merasa bahwa sekalipun mereka telah mengungkapkan ekspresi dan keinginan mereka, tidak akan memberikan sebuah reaksi lebih atau positif orang sekitar.
Hal inilah yang membuat individu cenderung tertutup dan merasa tidak bisa bergantung pada orang lain. Ini juga yang akan menjadikan individu menjadi pribadi yang skeptis dan tidak mampu memberi reaksi positif pada orang lain karena merasa tidak ingin digantungkan.
Berikutnya, Kebutuhan yang tidak terpenuhi. Kebutuhan yang dimaksudkan di sini merupakan kebutuhan secara umum, baik finansial, fisik, maupun psikis yang terjaga.
Ketika kebutuhan anak tidak dipenuhi dengan baik oleh orang tua atau tokoh pengasuh mereka, mereka dapat mengembangkan perasaan bahwa orang lain tidak dapat merawat mereka dengan baik (Resnick, 2023).
ADVERTISEMENT
Individu dengan pola pikir seperti ini cenderung akan sulit untuk percaya pada orang lain karena akan terus merasa bahwa dirinya tidak mampu diperlakukan dengan baik oleh sekitarnya.
Individu yang mendapatkan perlakuan tersebut cenderung akan menghindar dan kemudian mengembangkan model mental diri sebagai orang yang skeptis, kurang memiliki empati, bahkan tidak ekspresif.
Secara sadar, individu tidak bisa menyampaikan emosionalnya baik itu sedih ataupun marah misalnya. Ini menjadikan orang dengan pola kelekatan dismissing avoidant attachment cenderung menutup diri dari lingkungannya.
Bahkan, dalam menjalin hubungan interpersonal, ia akan mementingkan dirinya sendiri atau dapat dinilai lebih egois, tidak ingin menggantungkan diri atau pun digantungkan oleh orang lain (Junita, 2019). Setelah mengetahui hal ini, apa yang bisa dilakukan? Apakah masih ada solusi? Apakah masih bisa diperbaiki?
ADVERTISEMENT

Apakah Masih Bisa Diperbaiki?

Ilustrasi orang tua berbohong. Foto: siro46/Shutterstock
Tentu selalu terdapat kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi, namun tentu akan jauh lebih baik jika tidak membiarkan hal ini terjadi bukan?
Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan berusaha untuk membangun dan mengubah attachment menjadi lebih sehat yaitu secure attachment, sebagai orang tua dapat lebih peka dan responsif terhadap kebutuhan anak, membangun dan menjaga kualitas waktu bersama anak dan keluarga, menjaga stabilitas kelekatan (Qomariah, 2019).
Sedangkan sebagai anak yang tumbuh dewasa dan memiliki keinginan untuk mengubah kondisi yang ada dapat mulai terbuka dan mengungkapkan apa yang sebenarnya dirasakan.
Manfaatkan mindfulness (praktik perhatian penuh atau belajar untuk lebih fokus sepenuhnya pada saat ini juga dapat membantu menjadi lebih sadar akan perilaku dan emosi sehingga ketika mendapati diri meremehkan, menolak, atau menghindar, berhentilah dan pikirkan bagaimana tujuan awalnya pada saat itu), dan juga dapat berkonsultasi dengan terapis atau psikolog yang akan siap membantu (Resnick, 2023).
ADVERTISEMENT
Penting untuk diketahui bahwa jika kamu memiliki gaya keterikatan dismissing avoidant attachment, itu tidak berarti kamu kurang dari segi apa pun. Kamu akan tetap bisa hebat dan membanggakan.
Namun sebaliknya, itu berarti ada kebutuhan kamu yang tidak terpenuhi dengan baik di masa kanak-kanak, yang menyebabkan kamu menjadi seperti ini.
Ketahuilah bahwa jika kamu ingin mengubah gaya kelekatan yang kamu miliki, kamu benar-benar bisa melakukannya, dan hubungan serta koneksi yang lebih baik dengan sekitar bisa terjadi padamu.
Oleh karenanya, teman-teman saat bertemu dengan orang yang memiliki dismissing avoidant attachment bisa merangkul dan lebih dekat dengan mereka ya.
Mereka bukanlah ratu drama yang sedang memainkan peran, mereka hanya sosok yang sedang berusaha mencari kenyamanan yang selama ini tidak pernah mereka dapatkan. Ayo perlahan memahami sekitar dan lebih bijak dalam bertindak ya.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai kalian dan orang lain di luar sana, terlebih generasi selanjutnya mengalami hal ini. Tetapi selain itu, perlu diingat bahwa bukan berarti setelah mengetahui informasi ini teman-teman dapat menggunakannya untuk menilai orang lain, atau justru menjadikannya alasan untuk melakukan hal yang tidak seharusnya ya.