Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
100 Perusahaan Tambang Nikel Bentuk Asosiasi
6 Maret 2017 11:40 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT

Harga nikel yang sempat jatuh ke level 9.000 dolar AS per ton awal tahun ini karena relaksasi aturan ekspor mineral mentah, menjadi perhatian khusus bagi pelaku usaha di Indonesia. Untuk meningkatkan sinergi dengan pemerintah dan memacu industri nikel, dibentuklah Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) yang beranggotakan sekitar 100 perusahaan tambang nikel.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum APNI Ladjiman Damanik mengatakan, fokus utama asosiasi di antaranya sinkronisasi harga nikel dan nilai tambah industri dengan pembangunan smelter.
"Saat ini ada sekitar 6 smelter nikel di Indonesia, yang kapasitasnya sekitar 400-500 ribu ton per tahun. Tahun ini ditargetkan ada 26 smelter yang rampung, dengan kapasitas total mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun," jelas Ladjiman pada acara peresmian dan pelantikan pengurus pusat APNI di Gedung Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara ESDM, Jakarta, Senin (6/3).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara, Bambang Susigit mengatakan, pihaknya berharap asosiasi bisa mengelola komoditas nikel dengan baik dan bersinergi dengan pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Masih banyak yang harus kita kerjakan bersama-sama. Kami berharap ada sinergi, misalnya harga dalam negeri jangan lebih murah atau paling tidak sama dengan ekspor. Kemudian karena smelter banyak, maka suplai dan demand harus diseimbangkan," kata dia.

Sebagai informasi, pada awal tahun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara.
Untuk menindaklanjuti beleid tersebut, telah diterbitkan dua Peraturan Menteri ESDM, yang salah satunya ialah Permen ESDM no.6/2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Permurnian.
Dalam beleid baru itu, tercantum peraturan perihal rencana penjualan ke luar negeri yang memuat salah satunya jenis dan jumlah mineral logam yang telah memenuhi batasan minimum pengolahan/nikel dengan kadar <1,7 persen.
ADVERTISEMENT
Sentimen dari Indonesia sempat membuat harga nikel melemah ke area 9.000 dolar per ton. Namun, hingga kini perusahaan tambang masih menunggu kejelasan peraturan dari pemerintah terkait volume bijih yang bisa diekspor.
Faktor pendorong utama harga nikel datang pada awal Februari 2017, setelah Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Alam Filipina Regina Lopez menyampaikan penutupan tambang sekitar 50 persen dari total pasokan nikel di dalam negeri. Selain penghentian operasi, sejumlah perusahaan dikenakan suspensi ekspor.