50 Tahun di Otomotif, Astra Tak Berniat Bikin Merek Mobil Sendiri

29 November 2019 16:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
CEO Astra International, Prijono Sugiarto.
 Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
CEO Astra International, Prijono Sugiarto. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
PT Astra International Tbk (ASII) telah masuk ke industri otomotif sejak 1969. Awalnya, Astra International menjadi distributor Toyota di Indonesia. Kemudian lini bisnis otomotif Astra International berkembang pesat hingga membuat perusahaan patungan dengan pabrikan seperti Toyota Astra Motor, Astra Daihatsu Motor, hingga Astra Honda Motor. Perusahaan juga masuk ke produksi komponen hingga suku cadang kendaraan, serta memiliki pabrik di daerah Jakarta dan Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Berkecimpung 50 tahun di industri otomotif, apakah Astra International berniat membuat merek kendaraan sendiri?
CEO Prijono Sugiarto menegaskan, pihaknya tidak ada rencana ke arah itu.
"Enggak," jawab tegas Prijono dalam program The CEO kumparan di Menara Astra, Jakarta Pusat, Rabu (13/11).
Prijono beralasan, Astra International lebih memilih berkolaborasi dengan pabrikan luar negeri daripada mengembangkan mobil sendiri. Pertama, perseroan sudah menjalin kerja sama solid dengan perusahaan otomotif dunia sejak puluhan tahun. Kedua, Astra International memiliki keterbatasan di dalam research and development (RnD).
Ia mencontohkan, perusahaan sekaliber Mercedes hingga BMW memiliki 30.000 insinyur lulusan S1 hingga S3 yang bekerja di bidang RnD. Sementara Astra International hanya memiliki 200 insinyur, yang mayoritas S1.
ADVERTISEMENT
"Logically, yang saya ketahui saya almamater Mercedes. Mereka punya research centre, termasuk BMW dan Mercedes, RnD centre di situ yang bekerja di situ 30.000 engineer. Apakah kita punya? Saya punya 200 di Karawang. How can we compete with them?" tambahnya.
Infografik CEO Astra Internasional, Prijono Sugiarto. Foto: Nadia P/kumparan
Melihat kondisi itu, Astra International berpikir rasional. Lebih baik tingkat keterlibatan tenaga kerja lokal tinggi daripada harus memaksakan diri membuat merek sendiri dan bertarung dengan pabrikan otomotif global yang memiliki sumber daya dan pasar sudah sangat kuat.
"Lebih baik brand-nya silakan pakai Toyota dan Daihatsu, boleh. Tapi orang Indonesia involvement tinggi. Sami mawon (sama saja)," tegasnya.
Saat ini, Astra International memiliki sekitar 200an anak dan cucu perusahaan, dengan total 226.504 karyawan. Karyawan tersebut termasuk perusahaan yang disuntik (ventura) dan entitas asosiasi.
New Agya mesin 1.0L dan 1.2L Foto: Gesit Prayogi/kumparan
Prijono menjelaskan, hasil kolaborasi dengan pabrikan Toyota dan Daihatsu di mobil Low Cost Green Car (LCGC) melahirkan merek Toyota Astra Agya, Daihatsu Astra Ayla, Toyota Astra Calya, hingga Daihatsu Astra Sigra. Mobil-mobil itu pun banyak dipakai masyarakat karena harganya yang terjangkau.
ADVERTISEMENT
Bahkan, Agya dan Ayla dirancang oleh desainer Indonesia lulusan kampus ITS, Mark Wijaya.
"Lebih baik jujur saja enggak apa-apa. Itu waktu dinamai Toyota Astra Agya. Itu lebih baik. Masih ada Toyota dan Daihatsu-nya, so what? Ada Astra juga. Involvement-nya tinggi. Saya lebih bangga itu daripada bohong-bohongan," tegasnya.