Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China masih berlangsung. Saling lempar tarif membuat produk-produk kedua negara menjadi lebih mahal.
ADVERTISEMENT
Namun dibalik itu semua, Indonesia memperoleh manfaat, khususnya di industri tekstil.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex , salah produsen tekstil terbesar di Indonesia, mengaku ekspor ke AS meningkat 3,2 kali lipat pada semester I 2019. Total nilai ekspor Sritex ke AS mencapai USD 63,25 juta, dari sebelumnya USD 15,98 juta.
"Menariknya, kontribusi penjualan ke Amerika Serikat dan Amerika Latin juga meningkat sebanyak 3,2 kali lipat hingga pertengahan tahun ini atau berkontribusi 13,6 persen dari total penjualan ekspor," kata Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto kepada Awak Media dalam acara Hut Sritex Group ke-53 di Kantor Pusat Sritex, Sukoharjo, Jumat (16/8).
Data peningkatan ekspor ke AS sejalan dengan laporan penjualan di semester I. Penjualan Sritex mencapai USD 631,64 juta, meningkat dari periode sebelumnya yang mencapai USD 543,76 juta. Mayoritas pendapatan Sritex bersumber dari ekspor.
ADVERTISEMENT
Iwan tak menampik persaingan di industri tekstil dunia sangat ketat. Di kawasan, pesaing terbesar datang dari Vietnam dan Bangladesh. Namun, pihaknya tak gentar berhadapan dengan industri garmen Asia.
Menurut Iwan Setiawan, Sritex memiliki keunggulan berupa integrasi fasilitas produksi dari hulu ke hilir yang bisa menarik minat investor dan merek internasional untuk mengalihkan pesanan dari China ke Indonesia.
"Sometimes pergi ke Vietnam. Tekstil konsolidasi mana yang kuat? Indonesia kuatnya apa? Retailer punya hitungan tersendiri," sebutnya.
Meski ada kenaikan ekspor ke AS, Indonesia terancam risiko lainnya. Produk ilegal asal China bisa membanjiri Indonesia. Apalagi, China belum lama ini menurunkan nilai mata uangnya sehingga produk buatan China menjadi lebih murah di pasar luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Sisi negatifnya barang China akan masuk ke Indonesia secara ilegal. Ini terus komunikasikan ke pemerintah soal masuknya barang impor dari China sehingga perlu proteksi industri tekstil," ungkap Wakil Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto.
Guna mengembangkan bisnis, Sritex mengalokasikan belanja modal USD 30 juta di 2019. Separuhnya sudah terserap untuk belanja modal. Ekspansi Sritex bukan tanpa sebab. Alasannya, pasar tekstil dunia masih terbuka lebar. Indonesia baru memasok 2-3 persen dari kebutuhan tekstil global di 2018.
Sritex pun akan melakukan sinergi dengan para pelaku usaha dan pemerintah dari hulu ke hilir untuk memperbesar industri tekstil Indonesia. Selain mampu menjadi mesin ekspor, industri tekstil juga mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja.
"Indonesia punya keunggulan produksi dan daya saing (Maka perlu) baikkan SDM. Itu prioritas," sebut Iwan Setiawan.
ADVERTISEMENT