ADB Proyeksi Ekonomi Kawasan Asia Tumbuh 4,9 Persen di 2024

11 April 2024 14:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Asian Development Bank. Foto: AFP/ROMEO GACAD
zoom-in-whitePerbesar
Asian Development Bank. Foto: AFP/ROMEO GACAD
ADVERTISEMENT
Asian Development Bank (ADB) memproyeksi ekonomi Asia dan Pasifik tumbuh rata-rata 4,9 persen tahun ini. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan kawasan ini yang masih tetap bagus di tengah kuatnya permintaan domestik, membaiknya ekspor semikonduktor, dan pulihnya pariwisata.
ADVERTISEMENT
"Kami berpandangan bahwa pertumbuhan pada mayoritas perekonomian di kawasan Asia yang sedang berkembang akan stabil pada tahun ini dan tahun berikutnya,” kata Kepala Ekonom ADB Albert Park dalam keterangan resminya, Kamis (11/4).
Kemudian, pertumbuhan ekonomi tersebut akan berlanjut dengan tingkat yang sama tahun depan. Di sisi lain, Inflasi diperkirakan akan melandai pada 2024 dan 2025, setelah terdongkrak naik oleh peningkatan harga pangan di berbagai perekonomian selama dua tahun terakhir.
Pertumbuhan yang lebih kuat di Asia Selatan dan Tenggara didorong oleh permintaan domestik dan ekspor mengimbangi perlambatan di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) akibat kemerosotan pasar properti dan lemahnya konsumsi. India diperkirakan akan tetap menjadi mesin pertumbuhan penting di Asia dan Pasifik, dengan pertumbuhan 7 persen tahun ini dan 7,2 persen tahun depan. Pertumbuhan RRT diperkirakan melambat menjadi 4,8 persen tahun ini dan 4,5 persen tahun depan, dari sebelumnya 5,2 persen tahun lalu.
ADVERTISEMENT
"Keyakinan konsumen masih membaik dan investasi secara keseluruhan masih kuat. Permintaan eksternal pun tampaknya sudah berbalik positif, terutama dalam hal semikonduktor," ungkapnya.
Namun, para pembuat kebijakan harus tetap waspada karena masih ada sejumlah risiko. Berbagai risiko itu termasuk gangguan rantai pasokan, ketidakpastian mengenai kebijakan moneter Amerika Serikat, efek cuaca ekstrem, dan berlanjutnya pelemahan pasar properti di RRT.
Inflasi di kawasan Asia dan Pasifik yang sedang berkembang diperkirakan akan turun ke 3,2 persen tahun ini dan 3 persen tahun depan, seiring berkurangnya tekanan harga global dan kebijakan moneter yang masih cukup ketat di banyak perekonomian. Namun, di luar RRT, inflasi di kawasan ini masih lebih tinggi daripada sebelum terjadinya pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Harga beras turut berkontribusi pada tingginya inflasi harga pangan, terutama bagi perekonomian yang bergantung pada impor. Harga beras kemungkinan akan tetap tinggi tahun ini, menurut ADO April 2024. Penyebabnya mencakup kegagalan panen akibat cuaca buruk dan pembatasan India terhadap ekspor beras. Kenaikan biaya pengiriman global akibat serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan kekeringan di Terusan Panama, kemungkinan juga dapat menambah inflasi di Asia, menurut laporan tersebut.
"Untuk mengatasi kenaikan harga beras dan melindungi ketahanan pangan, pemerintah dapat memberikan subsidi yang ditargetkan kepada populasi rentan dan meningkatkan transparansi serta pemantauan pasar guna mencegah manipulasi harga dan penimbunan," kata Albert.
Albert menilai, dalam jangka menengah dan panjang, kebijakan perlu difokuskan pada penciptaan cadangan beras strategis guna menstabilkan harga, mempromosikan pertanian berkelanjutan dan diversifikasi tanaman pangan, serta berinvestasi pada teknologi dan infrastruktur agrikultur guna meningkatkan produktivitas. Kerja sama regional juga dapat membantu dalam mengelola harga beras dan dampaknya.
ADVERTISEMENT
"ADB berkomitmen mencapai Asia dan Pasifik yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan, serta terus melanjutkan upayanya memberantas kemiskinan ekstrem," tandasnya.