Alokasi Gas Domestik Naik Jadi 60 Persen saat HGBT Lanjut, Pengusaha Terbebani?

15 Juli 2024 20:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pipa gas. Foto: noomcpk/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pipa gas. Foto: noomcpk/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah berencana mewajibkan alokasi gas bumi untuk domestik (Domestic Market Obligation/DMO) 60 persen dari total produksi, seiring dengan kelanjutan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri tahun depan.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, mengatakan jika aturan DMO gas sebesar 60 persen dirasa mendesak untuk diterapkan, maka pengusaha akan mematuhi kebijakan tersebut.
"Kalau bicara DMO itu harus, karena sebagian dari yang harus dilakukan, yang kita lihat adalah kalau memang dibutuhkan, kita harus lakukan, karena jangan sampai kita tidak kompetitif," katanya saat konferensi pers di Menara Kadin, Senin (15/7).
Arsjad menilai, kebijakan DMO gas akan bermanfaat bagi industri pengguna gas di Indonesia yang membutuhkan kepastian pasokan dan harga gas bumi agar produknya berdaya saing.
"Karena pertanyaannya di negara lain biaya energi berapa, di kita berapa, nanti industri-industri mati kalau kita tidak bisa mencapai energi dengan angka kompetitif dengan negara lain," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, WKU Koordinator Bidang Peningkatan Kualitas Manusia Ristek dan Inovasi Kadin Indonesia, Carmelita Hartoto, menyebut pengusaha masih wait and see terhadap kebijakan baru di era transisi pemerintahan.
"Pemerintahnya ini kan masih pemerintahnya Pak Jokowi, ke depan kita masih harus lihat pemerintah yang depannya seperti apa. Jadi untuk melihat, memberikan pandangan bagaimana nanti, ini masih blur semua," ujarnya.
Ilustrasi pipa gas PT PGN Tbk. Foto: Dok. PGN
Carmelita menambahkan, Kadin Indonesia terus memberikan saran kepada pemerintah, terutama terkait kebijakan di sektor energi tidak hanya sektor gas namun juga energi baru terbarukan (EBT).
"Kita masih duduk bersama-sama mereka, memikirkan kelanjutannya mau seperti apa. Jadi kita memberikan masukan, belum tentu juga pemerintahnya itu akan sepakat. Saya rasa sih masih terbuka sekali, kita sebagai pengusaha mencoba untuk meng-influence pemerintah," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dihubungi terpisah, Chairman Indonesia Gas Society (IGS), Aris Mulya Azof, mengatakan meski pemerintah ingin mendorong pemanfaatan gas lebih banyak di domestik sebagai energi transisi, dia meminta agar pengembangan infrastruktur gas tetap diperhatikan.
"Kebijakan ini harus diiringi dengan pengembangan infrastruktur. Seperti diketahui pemanfaatan gas berbanding lurus dengan infrastruktur, kalau infrastruktur terbatas maka kebijakan tersebut juga akan terbatas," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memberikan bocoran isi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) HGBT, salah satunya menaikkan volume gas bumi yang harus disalurkan ke industri.
Petugas memeriksa instalasi pipa regasifikasi (pengubahan kembali LNG menjadi gas) di area pabrik PT Perta Arun Gas (PAG) di Lhokseumawe, Aceh, Senin (27/2/2023). Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Semula, aturan DMO gas untuk kebutuhan dalam negeri 40 persen dan 60 persen untuk ekspor. Kini dibalik, DMO gas untuk industri lebih besar daripada ekspor.
Agus berharap adanya DMO yang lebih besar ini bisa memenuhi kebutuhan gas untuk industri yang menurut hitungannya, selama ini jauh lebih murah jika impor. Sebagai contoh, impor gas bumi dari Qatar USD 2 per MMBTU. Ketika gasnya masuk ke plant, menjadi USD 4,5 per MMBTU yang menurut dia masih lebih murah dibandingkan harga yang dipatok pemerintah saat ini USD 6 per MMBTU.
ADVERTISEMENT