Antisipasi Dampak Iran-Israel, Pemerintah Diminta Jaga Daya Beli Masyarakat

18 April 2024 12:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Suasana gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Serangan Iran ke Israel membuat banyak negara khawatir. Harga komoditas pun bergerak naik, seperti minyak mentah dan BBM.
ADVERTISEMENT
Di dalam negeri, rupiah juga terus bergerak naik di atas Rp 16.000-an per dolar AS. Kondisi ini harus diantisipasi pemerintah agar masyarakat kelas bawah yang rentan tidak terdampak.
Guru besar dan Ekonom Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Jakarta Didik Junaidi Rachbini menilai pemerintah perlu mengantisipasi kebijakan ekonomi dan politik dalam konflik Iran dan Israel.
"Eskalasi lanjutan masih belum dapat dipastikan, tetapi faktor yang mendamaikan hampir tidak ada sama sekali sehingga muskil akan segera berhenti. Antisipasi mitigasi kebijakan perlu dirumuskan fan dijalankan dengan kondisi lingkungan yang tegang," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (18/4).
Di Indonesia, khususnya bagi Presiden baru terpilih, ia bilang, kondisi tidak pasti ini bisa dan akan membuat berantakan dalam menjalankan kebijakan ekonominya dan sekaligus menambah beban baru bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Sasaran pertumbuhan ekonomi yang tinggi, juga angan-angan dalam kampanye, lupakan saja, fokus pada daya tahan masyarakat, daya beli mereka, menahan agar tidak terjadi pengangguran yang besar," ungkapnya.
Politisi, Didik J Rachbini. Foto: bio.or.id
"Karena itu, kebijakan menjaga inflasi dan harga-harga kebutuhan pokok merupakan kebijakan utama untuk melindungi golongan bawah yang rentan," sambungnya.
Adapun tiga kebijakan yang harus diutamakan untuk menjaga dan melindungi golongan bawah dan rentan. Untuk menjaga daya beli tidak turun, maka pemerintah harus sekuat tenaga dan segala kemampuan mengendalikan harga-harga atau menjaga inflasi.
"Ini merupakan duet pemerintah dan Bank Indonesia," kata Didik.
Dalam kebijakan ini Bank Indonesia berperanan penting mengendalikan dari sisi moneternya. Menurut Didik, sejauh ini BI cukup baik dalam melaksanakan pengendalian inflasi dan menjalankannya pada saat dunia dalam ketegangan yang memuncak.
ADVERTISEMENT
"Pada sisi sektor riil pemerintah pusat dan daerah sudah wajib memantau harga kebutuhan pokok rakyat dari hari ke hari bahkan dari jam ke jam," katanya.
Kebijakan yang kedua adalah fiskal, satu-satunya instrumen kebijakan yang bisa langsung dipakai oleh pemerintah. Kebijakan ini perlu dijaga agar pengeluaran produktif, mampu membantu masyarakat bawah dan rentan.
"Kebijakan fiskal yang baik adalah prudent, berhati-hati dan mampu mengendalikan defisit, jangan jor-joran, proyek besar kendalikan, dan populisme jangan serampangan," ujar Didik.
Kebijakan lainnya, yakni mempertahankan produktivitas dan dunia usaha di dalam negeri. Harus diingat, kata dia, bahwa sektor dalam negeri adalah bagian terbesar, yakni 75 persen.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadakan pertemuan mengenai situasi di Timur Tengah termasuk serangan Iran baru-baru ini terhadap Israel di markas besar PBB di New York City, Kamis (14/4/2024) Foto: CHARLY TRIBALLEAU / AFP
Didik menekankan perlu menjaga ekonomi dan usaha dalam negeri, terutama menengah kecil, sangat penting pada masa genting.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kebijakan perdagangan luar negeri perlu diarahkan ke kawasan yang sedikit terpengaruh perang.
"Jalur ke Eropa dan Timur Tengah pasti terganggu. Akan tetapi, mitra dagang di kutub ekonomi lainnya akan hidup terus, seperti mitra Jepang, Tiongkok, ASEAN, dan India," katanya.
Didik menilai, Pemerintah perlu ahli komunikasi publik yang mengerti masyarakat, terutama calon pemerintah baru mulai sekarang untuk melakukan kebijakan komunikasi publik berkaitan dengan antisipasi kebijakan dari dampak perang Iran Israel.
"Sekarang saja dampak psikologisnya sudah terasa," tuturnya.