Apa Itu Nikel & Alasan Indonesia Bisa Merajai Industri Mobil Listrik

29 September 2022 19:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Charging port mobil listrik. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Charging port mobil listrik. Foto: Shutterstock
Sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia punya peluang besar untuk bersaing di sejumlah sektor industri skala global, tak terkecuali mobil listrik. Meski sedikit terlambat saat memulainya, tak lantas membuat peluang bisnis di lini ini tertutup bagi Indonesia.
Apalagi kesadaran masyarakat global atas pemanfaatan energi hijau dan terbarukan—yang berdampak baik bagi lingkungan—kini terus meningkat, sehingga arena pasar kendaraan elektrik menjanjikan ke arah yang positif. Upaya menciptakan ekosistem kendaraan elektrik hulu hingga hilir bisa menjadi langkah awal guna mengoptimalkan potensi, terutama karena Indonesia punya sejumlah faktor pendukung berikut ini.

1. Cadangan nikel yang melimpah

Nikel merupakan salah satu hasil tambang berupa logam putih keperakan dengan kode Ni dalam tabel periodik. Mineral ini merupakan senyawa metalik yang kuat, padat, dan memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi dan korosi, sehingga banyak digunakan dalam pembuatan baja tahan karat atau stainless steel. Baja tahan karat ini banyak dipakai dalam peralatan sehari-hari manusia, mulai dari peralatan dapur, elektronik, transportasi, hingga luar angkasa.
Dengan karakteristik tersebut, nikel baik bila digunakan sebagai bahan baku alat penghantar listrik dan panas. Ia dapat diolah menjadi macam-macam unsur lain, seperti grafit dan lithium yang merupakan bahan baku untuk anoda dan katoda.
Bahan baku baterai kendaraan listrik hasil olahan nikel oleh Harita Nickel di Pulau Obi. Foto: Dok. Harita Group
Anoda dan katoda sendiri merupakan komponen utama pembuatan baterai kendaraan listrik. Bersumber dari tanah nikel, keduanya melewati proses pengolahan terlebih dahulu sebelum menjadi sel baterai dan digabungkan dalam sebuah modul baterry pack bagi mobil listrik.
Tak heran, kini nikel menjadi sumber daya alam yang banyak dibutuhkan sebagai komoditas seiring menjamurnya produksi kendaraan listrik skala global. Sebab, nikel merupakan salah satu bahan baku utama dalam pembuatan kendaraan listrik, khususnya pada komponen baterai.
Keuntungan utama penggunaan nikel dalam baterai adalah membantu menghasilkan kepadatan energi yang lebih tinggi dan kapasitas penyimpanan yang lebih besar dengan biaya lebih rendah.
Fakta pasar tersebut tentu merupakan peluang besar bagi Indonesia. Pasalnya, Indonesia sendiri menyimpan cadangan nikel terbesar di dunia dengan angka mencapai 25 persen atau sekitar 21 juta ton.
Presiden Jokowi bahkan menyebutkan bahwa Indonesia mengontrol lebih dari 50% cadangan nikel dunia sebanyak 72 ton. Ini merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia sebanyak 139.419.000 ton. Dengan demikian, untuk masuk ke jajaran teratas pasar mobil listrik skala global bukanlah hal mustahil untuk dicapai. Terlebih, di Indonesia telah hadir perusahaan pengolahan sumber daya nikel seperti Harita Nickel yang merupakan bagian dari Harita Group.
Fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel yang menghasilkan bahan baku baterai kendaraan listrik milik Harita Nickel. Foto: Dok. Harita Group
Harita Nickel memiliki IUP pertambangan, pabrik peleburan (smelter), serta pabrik pemurnian (refinery) nikel yang beroperasi di Pulau Obi. Melalui Halmahera Persada Lygend (PT HPL), Harita Nickel menjadi pionir di Indonesia dalam urusan memproduksi bahan baku baterai EV berupa Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
PT HPL yang mulai beroperasi pada pertengahan 2021 di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, ini memiliki kapasitas produksi 365 ribu WMT Mixed Hydroxide Precipitate/tahun.
Dengan kapasitas itu, Harita Nickel tentu dapat mendorong Indonesia menjadi salah satu pemain di pasar global.

2. Dukungan pemerintah

Agar turut andil di gerakan perbaikan iklim global, pemerintah Indonesia menargetkan bisa mencapai netral karbon pada tahun 2060. Misi yang berlandaskan komitmen pemerintah dalam forum COP21/Paris ini, salah satunya direalisasikan lewat upaya penciptaan ekosistem elektrifikasi dari hulu ke hilir, yang di dalamnya melibatkan kendaraan.
Electric vehicle (EV) alias kendaraan listrik, dianggap efektif menekan masifnya pelepasan emisi karbon ke udara yang berdampak buruk bagi lingkungan. Oleh karena itu, setiap upaya penyediaan EV—mulai dari pengembangan, produksi, hingga pemasaran—akan dapat dukungan pemerintah.
Dukungan tersebut tentu jadi salah satu instrumen utama guna mengoptimalkan daya saing industri mobil elektrik nasional di kancah global. Bersama pemerintah, para pelaku industri EV dapat memiliki akses lebih mudah untuk mencapainya.

3. Antusiasme berbagai pihak untuk ikut berperan

Ya, dukungan positif pemerintah bukan alasan terakhir yang membuat industri EV nasional punya potensi bersaing di arena pasar global. Sambutan antusias dari berbagai pihak selain pabrik otomotif—seperti para akademisi dan ahli kompeten di bidang pengolahan sumber daya dan teknologi—juga ikut berperan.
Ilustrasi konsep mobil listrik. Foto: Shutterstock
Kehadiran mereka mampu mendorong berbagai pengembangan fitur inovatif pada mobil elektrik yang jelas bisa mengatrol daya saing. Dengan andil mereka, industri mobil listrik indonesia tak sekadar menawarkan mobilitas ramah lingkungan, melainkan juga segudang akses kenyamanan berkendara lewat kecanggihan teknologi futuristik.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Harita Group