Aprindo Beberkan Strategi Agar Bisnis Makanan dan Minuman Tak Gulung Tikar

11 Februari 2023 15:26 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Aprindo, Roy Mande. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Aprindo, Roy Mande. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Menjalankan bisnis menjual makanan dan minuman bukan perkara mudah. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengungkapkan bisnis food and beverage (F&B) tersebut rentan dengan perubahan perilaku pasar.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, bisnis makanan dan minuman yang awalnya ramai, kemudian sepi, hingga tutup disebabkan karena pelaku usaha kurang siap dengan perubahan. Ia menyebut salah satu yang banyak tidak siap di bisnis F&B adalah perusahaan rintisan atau startup.
"Satu, mereka perusahaan startup. Kedua, dengan perusahaan startup mungkin mereka tidak memperhitungkan perubahan zaman itu pasti terjadi," kata Roy kepada kumparan, Sabtu (11/2).
Roy menilai perusahaan startup ada yang tak memperhitungkan perubahan zaman, karena sudah merasa nyaman dengan dapat penyertaan modal dari investor. Menurutnya, adanya aliran dana tersebut membuat startup melebarkan sayap tanpa memperhatikan kompetisi, demografi, dan populasi.
"Main buka sembarangan ada kosong buka, tapi pelayanannya mereka tidak jaga misalnya," ujar Roy.
Selain itu, kata Roy, masyarakat juga mulai jenuh dan beralih pada sesuatu yang lebih baru atau yang menjadi tren. "Masyarakat juga sekarang sudah banyak pilihan. Sekarang sudah ada Mixue, kemudian ada sesuatu yang baru. Masyarakat kan mau sesuatu yang baru dan yang tren," ungkap Roy.
ADVERTISEMENT

Strategi Agar Bisnis Tetap Bertahan

Roy menjelaskan agar bisnis tidak ditinggalkan oleh pelanggan, para pengusaha harus siap mengubah modelnya. Ia mencontohkan apabila perusahaan tersebut menyediakan paling banyak menu kopi, bisa juga ditambah dengan menu pendamping lainnya.
Kopi Kenangan di Grand Indonesia. Foto: Nurvita Indarini/ kumparan
"Menunya, jangan kopi melulu mungkin. Sekali-kali french fries di Kopi Kenangan. Jadi tutupnya F&B itu adalah suatu keniscayaan ketika tidak adaptif dan tidak resilience," terang Roy.
Roy melihat saat ini perubahan di masyarakat tidak lagi menghitung tahun, tetapi dalam hitungan bulan perubahan dapat terjadi. Untuk itu, inovasi harus terus dilakukan dengan mengikuti tren yang ada di tengah masyarakat.
"Makanya sekarang, resilience artinya apa, kayak bisa di bawah, bisa di atas, berubah-berubah, jangan begitu terus," tutur Roy.
ADVERTISEMENT