Asean Harus Selalu Siap dengan Krisis, BI: Karena Bisa Kapan Saja Terjadi

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan, negara Asean tidak boleh lengah dan harus bersiap dari segala ancaman krisis khususnya di sektor keuangan. Pasalnya, krisis bisa terjadi kapan saja.
Pasalnya, keadaan global saat ini masih tidak menentu pasca pandemi COVID-19. Seperti halnya geopolitik Rusia-Ukraina yang hingga saat ini belum juga mereda, hingga yang terkini krisis perbankan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.
“Melihat hal itu, kita harus bersiap dari berbagai macam krisis,” ungkap Perry dalam Gala Seminar Enhancing Policy Calibration for Macro-Finance Resilience di BNDCC, Bali, Rabu (29/3).
Menurutnya, salah satu kunci untuk menghadapi krisis adalah reformasi kebijakan. Berdasarkan pengalamannya, Perry menyebut, bank sentral tidak bisa menyampaikan satu respons kebijakan yang tunggal. Artinya, perlu adanya bauran kebijakan yang penting antara fiskal dan moneter.

“Kita saat ini sudah tiga tahun dari pandemi COVID-19 tapi masih ada gejolak ekonomi secara global yang terjadi, seperti saat ini era suku bunga tinggi,” kata dia.
Secara ekonomi, Amerika Serikat dan Eropa juga tumbuh melambat. Tapi kini sudah bisa bernapas lega karena ekonomi China sudah pulih.
Meski begitu, tingkat inflasi juga masih tinggi walaupun sudah cenderung menurun. Perry juga memperkirakan tingkat inflasi yang tinggi ini masih akan terjadi dalam jangka panjang.
Begitu juga dengan suku bunga The Fed (Fed Fund Rate/ FFR) yang masih terus naik, tidak hanya di kisaran 5 persen tapi mungkin lebih, di kisaran 5,25-5,5 persen.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap di Atas 5 Persen

Di tengah krisis yang saat ini terjadi, BI masih memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas 5 persen. Di mana di 2022 pertumbuhan ekonomi dalam negeri berada di level 5,3 persen dan ditargetkan 5,1-5,2 persen di 2023 dan 5,3 persen di 2025.
Hal ini didorong oleh konsumsi domestik, ekspor, dan investasi. Sementara untuk inflasi inti juga diperkirakan berada di level rendah yakni 3 persen. Begitu juga dengan pinjaman yang masih tumbuh 10-12 persen di 2022 dan 2023.
"So, Indonesia merupakan salah satu dari cerita ASEAN. Kita juga melihat negara ASEAN lainnya dengan pertumbuhan tinggi, stabilitas terjaga, dan digitalisasi," katanya.