Badai PHK 13.800 Pekerja Industri Tekstil, Banjir Produk Impor Penyebabnya

23 Juni 2024 7:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para buruh korban PHK membuat masker untuk penanganan virus corona, di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cilincing, Jakarta, Selasa (7/4). Foto: Dok. Biro Humas Kemnaker
zoom-in-whitePerbesar
Para buruh korban PHK membuat masker untuk penanganan virus corona, di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cilincing, Jakarta, Selasa (7/4). Foto: Dok. Biro Humas Kemnaker
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tengah menghantui industri tekstil. Hingga saat ini, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat ada 13.800 pekerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang terkena PHK.
ADVERTISEMENT
Presiden KSPN, Ristadi mengatakan badai PHK yang terjadi di sektor industri merupakan imbas banjirnya produk impor di pasar domestik.
"Data yang punya PHK itu sebenarnya lebih dari itu, lebih dari 13 ribuan seperti yang sudah saya rilis. Saya tidak rilis semua karena ada beberapa perusahaan yang keberatan nama perusahaannya di-ekspose. Betul, jadi sekitar 13 ribuan, 13.800-an," kata Ristadi kepada kumparan, Sabtu (22/6).
Menurutnya, angka tersebut bisa lebih besar karena ada perusahaan yang keberatan untuk disebutkan karena bisa mengganggu kepercayaan perbankan dan pembeli. Terutama perusahaan yang tengah melakukan efisiensi dengan PHK.
"Kalau berita itu terdengar ada PHK besar kepada bank atau buyer, kan kepercayaan bank akan turun, lalu kepercayaan buyer turun. Akhirnya saya harus maklum situasi itu," kata dia.
Baju Impor Bekas di Plaza Kalibata Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana menjelaskan banjirnya produk impor di pasar domestik RI menyebabkan turunnya produksi tekstil dari sektor hulu ke hilir, mulai dari produsen serat sampai garmen.
ADVERTISEMENT
"Itu rata-rata penurunannya kan sudah mencapai 40 persen, bahkan ada yang sampai 50 persen. Jadi kita sudah beroperasi setengah kapasitas," kata Danang kepada kumparan.
Alasan gempuran produk tekstil impor tersebut adalah adanya revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang menjadi Permendag Nomor 8 tahun 2024, yang menghilangkan pertek sebagai syarat impor.
"Dengan operasi setengah kapasitas itu artinya ya tidak heran kalau belasan ribu orang dalam tiga bulan terakhir harus dirilis, dan dalam waktu dekat nanti ada beberapa puluh ribu pegawai harus dirilis, maksudnya di-PHK," ujar Danang.
Danang juga merespons pernyataan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang mengatakan pemerintah sedang membangun industri chip sebagai industri padat karya ketika industri tekstil berguguran.
Danang mengatakan walaupun pemerintah sudah punya peta jalan membuka investasi berteknologi tinggi, pemerintah tidak boleh serta merta mengesampingkan industri lainnya. Apalagi industri tekstil ini merupakan salah satu sumber serapan tenaga kerja di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Dan industri padat karya seperti tekstil dan garmen itu bisa menyerap tenaga kerja tanpa harus melihat status pendidikan mereka, jadi bisa mulai dari pendidikan sekolah menengah sampai tinggi. Sangat berbeda karakternya dengan industri microchip industri elektronik," tutur Danang.
"Jadi saran kita kepada Pak Menko Perekonomian agar tetap menjalankan kebijakan-kebijakan yang berpihak secara adil pada seluruh sektor, jangan mengesampingkan salah satu sektor," imbuhnya.