Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Bahlil Lahadalia: Indonesia Mulai Produksi Mobil Listrik di Mei 2022
15 September 2021 11:10 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Pemerintah menargetkan produksi mobil listrik bisa dimulai pada tahun depan. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, paling lambat pada Mei 2022 Indonesia sudah memproduksi mobil listrik.
ADVERTISEMENT
Menurut Bahlil, produksi mobil listrik itu merupakan investasi Hyundai senilai USD 1,55 miliar dolar atau sekitar Rp 21 triliun yang ditandatangani pada November 2019. Meski pandemi COVID-19 melanda sejak 2020, perusahaan asal Korea Selatan itu tetap mampu untuk tetap merealisasikan investasi mereka.
"Kita tanda tangani di bulan November 2019 mulai pembangunannya di 2020 sekalipun pandemi COVID total investasinya USD 1,5 billion atau Rp 21 triliun. Di 2022 bulan Mei paling lambat Insyaallah sudah produksi. Jadi mobilnya sudah paten ini istilah pak Menko itu patenkan barang," ujar Bahlil dalam acara groundbreaking, Rabu (15/9).
Selain membangun pabrik mobil listrik, Hyundai juga membentuk konsorsium yang terdiri atas Hyundai Motor Company, KIA Corporation, Hyundai Mobis, dan LG Energy Solution untuk bekerja sama dengan PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk membangun pabrik sel baterai kendaraan listrik (EV) di Karawang, Jawa Barat, dengan total nilai investasi sebesar 1,1 miliar dolar AS.
ADVERTISEMENT
Fasilitas sel baterai yang dimulai pembangunannya Rabu ini rencananya akan memiliki kapasitas produksi sebesar 10 Giga watt Hour (GwH), yang nantinya akan menyuplai kendaraan listrik produksi Hyundai.
Bahlil menjelaskan, pembangunan pabrik sel baterai dengan kapasitas produksi 10 GwH itu merupakan bagian dari keseluruhan rencana proyek baterai kendaraan listrik terintegrasi senilai USD 9,8 miliar atau sekitar Rp 142 triliun yang telah diteken dengan Korea Selatan.
"10 GwH hari ini bagian dari USD 9,8 miliar itu," kata