Bahlil Lahadalia Klaim Ekonomi RI Terbesar Setelah China di G20

19 Juni 2021 16:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
 Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengeklaim pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di posisi kedua terbesar di G20, berada di bawah China, selama pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, ekonomi Indonesia pada kuartal IV tahun lalu minus 2,19 persen dan selama 2020 minus 2,07 persen. Amerika Serikat dan Singapura mengalami kontraksi 2,4 persen selama, bahkan Eropa minus 4,6 persen dan Malaysia minus 3,4 persen selama tahun lalu.
“Indonesia sendiri pada tahun 2020 terjadi koreksi minus 2,19 persen. Lalu pertanyaannya apakah dengan pertumbuhan ekonomi minus 2020 Indonesia lebih jelek atau lebih baik? Kalau dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, kita masih jauh lebih baik dan kita masuk dalam GDP terbesar nomor dua untuk G20 setelah China,” ujar Bahlil dalam rapat koordinasi nasional BPP HIPMI, Sabtu (19/6).
Dia melanjutkan bahwa pandemi COVID-19 memberikan tekanan bagi perekonomian di seluruh negara, termasuk investasi. Hanya sedikit negara yang mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi di zona positif di kawasan ASEAN dan Asia Tenggara, yakni China dan Vietnam.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Foto: Zabur Karuru/ANTARA FOTO
Pemerintah Indonesia sebelumnya menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5 persen sepanjang tahun lalu. Namun, realisasinya justru minus 2,07 persen.
ADVERTISEMENT
Dari sisi investasi justru sebaliknya. Semula telah direncanakan dalam Rencana Menengah dan Jangka Panjang (RPJMN) Rp 817 triliun, tapi realisasinya bahkan meningkat Rp 826 triliun di akhir tahun lalu.
“Pertumbuhan investasi Rp 826 triliun. Baru pertama kali terjadi di Indonesia untuk investasi di luar pulau Jawa, itu lebih besar dari pulau Jawa, pertama kali Republik Indonesia pasca reformasi sebesar 50,5 persen dengan total Rp 417,5 triliun,” jelasnya.
Menurut Bahlil, perekonomian tak hanya dilihat dari sisi pertumbuhannya yang tinggi, namun terjadi pemerataan ekonomi. Dia menjelaskan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan investor saat ini juga memperhitungkan luar Jawa sebagai tempat investasi, salah satunya karena efek positif dari pembangunan infrastruktur dalam lima tahun terakhir saat periode pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
ADVERTISEMENT
“Enggak bisa dipungkiri pembangunan infrastruktur lima tahun kemarin dibawa pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla, itu telah mampu menembus ruang-ruang yang selama ini selalu dianggap sebagai handy cap oleh para investor untuk melakukan investasinya, dan sekarang terjadi di luar pulau Jawa,” tuturnya.
Selain itu Bahlil menuturkan, investasi asing langsung atau foreign direct investment di Indonesia juga tak mengalami penurunan yang signifikan di masa pandemi.
“Di hampir semua negara FDI itu turun 30-40 persen, di Indonesia turunnya tidak lebih dari 10 persen, mencerminkan trust global terhadap negara kita itu semakin membaik,” pungkasnya.