Bahlil Lahadalia Siapkan Strategi Kejar Target Lifting Migas di 2025

27 Agustus 2024 18:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja RAPBN 2025 Kementerian ESDM dengan Komisi VII di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (27/8).  Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja RAPBN 2025 Kementerian ESDM dengan Komisi VII di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (27/8). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menuturkan target lifting minyak dan gas atau migas yang dibidik oleh Kementerian ESDM di 2025 realistis untuk dicapai.
ADVERTISEMENT
Bahlil mengaku lebih optimistis dengan target lifting gas tahun depan dibandingkan dengan target lifting minyak bumi.
"Setelah saya pelajari, sekalipun baru satu minggu, kami mencoba untuk berdiskusi terus dengan tim, jadi sebenarnya target gas ini akan jauh lebih optimis. Target lifting gas lebih realistis untuk dicapai," kata Bahlil dalam Rapat Kerja RAPBN 2025 Kementerian ESDM dengan Komisi VII di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (27/8).
Dalam paparannya, Bahlil menjelaskan target lifting minyak bumi 2025 sebanyak 600.000 Barel Oil per Day (BOPD) atau turun dari target 2024 sebesar 635.00 BOPD dan gas bumi 1 juta Barel Oil Equivalent per Day (BOEPD) juga turun dari 1,03 juta BOEPD target 2024. Sehingga jika dikalkulasikan target lifting migas 2025 sebesar 1,6 juta BOPD, turun dari 1,66 juta BOPD target pada 2024.
ADVERTISEMENT
"Bukan berarti dari sisi minyaknya enggak optimis, optimis tapi dengan beberapa catatan untuk bagaimana bisa melakukan perbaikan. Cash recovery kita, mencapai USD 8,5 miliar naik dibanding target 2024 sebesar USD 8,25 miliar," jelas Bahlil.
Bahlil kemudian menjelaskan strategi Kementerian ESDM untuk mencapai target lifting minyak sebesar 600.000 BOPD. Pertama, Kementerian ESDM akan mendorong reaktivasi sumur lapangan minyak ideal dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) juga Pertamina.
Kedua, mendorong intervensi teknologi. Lalu ketiga mendorong proyek minyak baru untuk segera berproduksi.
"Jadi nanti yang barangnya sudah ada, sudah selesai eksplorasi, kita akan ngomong bersama-sama dengan KKKS dan SKK Migas untuk kita melakukan percepatan. Jangan barang sudah ada, di endap-endap saja, tunggu harga naik baru diproduksi," ungkap Bahlil.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Kementerian ESDM akan mengawal dan mendukung KKKS yang memiliki volume produksi besar untuk meningkatkan produksinya, termasuk PT Pertamina Hulu Rokan, Exxon Mobil, Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (Pertaminan EP), Pertamina Hulu Energi, dan MedcoEnergi.
Kemudian cara untuk mengejar target lifting minyak adalah dengan mendukung keekonomian KKKS agar melakukan pengeboran secara optimal di antaranya melalui implementasi Permen ESDM Nomor 13 tahun 2024 terkait skema gross split baru dan fleksibilitas perubahan gross split menjadi cost recovery.
Selain itu, Bahlil juga menyoroti pembenahan birokrasi penerbitan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). "Ini orang buat AMDAL aja lama, jadi gimana orang mau ngebor minyak kalau barangnya (perizinan) lama," ungkap Bahlil.
Bahlil akan menjalin komunikasi dengan Kementerian Investasi dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Akan mencoba bicarakan ini, agar KKKS ini jangan mereka menunggu. Karena kadang-kadang ini lambat, bukan lambat dari pengusahanya, lambatnya kita dari pemerintah juga," ujar Bahlil.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya mengenai pembenahan penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Bahlil mengungkapkan sewaktu menjabat sebagai Menteri Investasi, kerap menerima keluhan mengenai persoalan tersebut..
"Kami lagi mencari terobosan, ini kita bisa menjadikan sebagai proyek prioritas karena ini negara membutuhkan, kalau tidak kita impor terus. Jadi, yang sudah ada lapangan-lapangannya, ini yang kita akan dorong untuk pemerintah mendampingi KKKS-nya untuk melakukan proses perizinan," terang Bahlil.
"Jadi enggak bisa dilepas pengusahanya. Kalau dilepas pengusahanya, itu kasihan. Mereka agak mengalami kesulitan dalam rangka melakukan komunikasi percepatan di internal birokrasi," tambahnya.