Bahlil Sebut IMF Ngawur Minta RI Hapus Pembatasan Ekspor Nikel

2 Juli 2023 8:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Investasi dan BKPM Bahlil Lahadalia. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Investasi dan BKPM Bahlil Lahadalia. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, geram terhadap Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang meminta pemerintah Indonesia meninjau kebijakan larangan ekspor mineral mentah.
ADVERTISEMENT
Dalam laporannya, IMF mendukung hilirisasi guna untuk mendukung transformasi struktural dan penciptaan lapangan kerja. Tapi di sisi lain, IMF menentang kebijakan ekspor lantaran dinilai merugikan Indonesia dan negara lain.
Bahlil menilai permintaan yang tercantum dalam laporan IMF yang bertajuk "IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia" tersebut di luar nalar, padahal menurut dia kebijakan itu sudah menguntungkan Indonesia.
"IMF katakan bahwa negara kita rugi, ini di luar nalar berpikir sehat saya. Darimana rugi? Tahu enggak, dengan kita hilirisasi itu penciptaan nilai tambah sangat tinggi sekali. Sebelum hilirisasi, ekspor nikel cuma USD 3,3 miliar pada 2017-2018. Setelah ekspor nikel disetop, Indonesia dapat hampir USD 30 miliar pada 2022, itu 10 kali lipatnya," kata Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian Investasi, Jumat (30/6).
ADVERTISEMENT
Menurut Bahlil, pemikiran IMF merupakan sebuah kesalahan mengingat tingkat penerimaan investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI) di kuartal I 2023 tembus 20 persen lebih. Ia menggarisbawahi investasi ini di luar hulu migas dan sektor keuangan, dan terjadi mendekati tahun politik di mana arus investasi asing biasanya menurun.
"Ini bentuk kepercayaan publik, global terhadap Indonesia terapkan kebijakan ekonomi termasuk reformasi berbagai regulasi yang perlambat proses investasi. Ini bentuk kepercayaan ke pemerintah," jelas Bahlil.
Selain itu, dia mengatakan defisit neraca dagang Indonesia dengan China pada 2016-2017 mencapai USD 18 miliar. Setelah kebijakan hilirisasi diterapkan, Indonesia mendorong agar ekspor tak lagi komoditas, melainkan dalam bentuk setengah jadi dan barang jadi.
Imbasnya, kata dia, pada 2022 defisit neraca dagang Indonesia dengan China hanya tinggal USD 1,5 miliar. Bahkan, Indonesia mencatat surplus USD 1 miliar dengan China pada kuartal I tahun 2023.
ADVERTISEMENT
"IMF jangan ngomong ngawur. Dengan hasil hilirisasi, surplus neraca dagang kita 25 bulan sekarang. Neraca pembayaran kita juga mengalami perbaikan," kata Bahlil.
Oleh karenanya, Bahlil berpesan kepada IMF untuk mengurusi negara-negara lain yang sedang mengalami kesulitan ekonomi dan tidak ikut campur dalam kebijakan hilirisasi RI. Ia menilai kebijakan pemerintah sudah di jalur yang benar.
"Kami hargai mereka (IMF), pandangan mereka. Tapi kami nggak boleh terhadap pandangan mereka saat ada satu pemikiran mereka, yang menurut pandangan kita tidak objektif dan nggak tahu arah tujuan negara kita. Yang tahu tujuan negara yakni pemerintah dan rakyat Indonesia sendiri," ujarnya.