Bahlil Sebut Investasi di Hilirisasi Tambang RI Belum Berkeadilan

11 Juli 2024 14:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memaparkan realisasi investasi kuartal I 2024 di Jakarta, Senin (29/4/2024). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memaparkan realisasi investasi kuartal I 2024 di Jakarta, Senin (29/4/2024). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengakui investasi di sektor hilirisasi tambang di Indonesia belum sepenuhnya berkeadilan bagi pengusaha lokal dan masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Bahlil menyebutkan, setiap investasi eksplorasi sumber daya alam (SDA) pasti akan berdampak pada rakyat, apalagi menyangkut kepada pembebasan lahan. Contohnya, untuk pertambangan nikel dan tembaga yang sedang digencarkan pemerintah.
"Saya jujur mengatakan bahwa hilirisasi sekarang belum tentu betul-betul berkeadilan 100 persen, saya harus jujur di ruangan ini," tegasnya saat Kuliah Umum Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Kamis (11/7).
Dalam disertasinya yang mengambil tema hilirisasi berkeadilan di Universitas Indonesia (UI), Bahlil meneliti kondisi hilirisasi nikel di kawasan industri Weda Bay, Halmahera Tengah, berkaitan dengan jual beli lahan antara investor dan pemilik lahan, terkadang timbul masalah yang tidak sesuai dengan perjanjian.
Masalah lain di sektor hilirisasi ini, kata Bahlil, yaitu masalah lingkungan. Padahal, pemerintah sudah mewajibkan investor memperhatikan lingkungan dengan AMDAL sebelum perizinan dikeluarkan.
ADVERTISEMENT
"Untuk pemerintah pusat dan investor sudah sangat baik, tapi dana transfer ke daerah belum maksimal, pemberdayaan pengusaha daerah belum maksimal, rakyatnya belum maksimal," tutur Bahlil.
Menurutnya, sudah menjadi kewajiban pemerintah membuat formulasi dalam rangka mendorong investasi yang berkeadilan dan berorientasi kepada lingkungan. Bahlil memastikan, pemerintah sedang membuat formulasi aturan baru, meskipun tidak menjelaskan lebih lanjut formulasi apa yang sedang digeber.
"Tidak akan mungkin kita dapat sebuah kekeliruan atau kelemahan kita kalau kita tidak pernah memulai, hilirisasi ini barang baru, ketika masuk kita baru tahu di sini masalah-masalahnya. Tugas kita adalah memperbaiki yang belum sempurna itu," jelas Bahlil.
Di sisi lain, Bahlil juga menyoroti masalah ketimpangan sosial di kawasan pertambangan. Dia mencontohkan di Morowali, Sulawesi Tengah, yang menjadi salah satu basis industri hilirisasi nikel. Seharusnya, investasi bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi ketimpangan.
ADVERTISEMENT
"Ketimpangan di daerah penghasil tambang itu ketimpangannya sudah berkurang, kecuali karena malas. Contohnya di Morowali, daerah pinggir tambang itu pendapatan mereka minimum Rp 30 juta karena rumah kos dan suplai barang makanan," ungkapnya.
Meski demikian, Bahlil menyebutkan gaji karyawan di industri hanya berkisar Rp 7-10 juta, sehingga lebih besar masyarakat yang membuat usaha di sekitar kawasan tambang daripada karyawan itu sendiri.
"Jadi pemerintah tidak boleh diam untuk melihat hal-hal yang belum adil," tutur Bahlil.