Bahlil Usul Tambah Impor Minyak & LPG dari AS, Nilainya Tembus Rp 167 Triliun

15 April 2025 15:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti rapat yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/3/2025). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti rapat yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/3/2025). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan penambahan kuota impor minyak dan LPG dari Amerika Serikat. Nilai tambahan impor ini diperkirakan melampaui USD 10 miliar atau setara sekitar Rp 167,73 triliun (kurs Rp 16.773).
ADVERTISEMENT
“Kami dari ESDM mengusulkan agar kita mengimpor sebagian minyak dari Amerika dengan menambah kuota impor LPG yang angkanya kurang lebih di atas USD 10 miliar,” ujar Bahlil di Senayan JCC, Selasa (15/4).
Menurut Bahlil, langkah ini bertujuan untuk menyeimbangkan neraca perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Selama ini, Amerika Serikat dinilai keberatan karena neraca perdagangan cenderung menguntungkan Indonesia.
“Data BPS mengatakan surplus Indonesia USD 14,6 miliar. Maunya Amerika seperti apa? Agar neraca perdagangan kita seimbang,” katanya.
Ia menegaskan, persoalan utama bukanlah terkait kerja sama mineral kritis, melainkan ketimpangan neraca dagang. Karena itu, pemerintah tidak berencana melobi Amerika Serikat dengan tawaran mineral kritis. Namun, jika AS tertarik menjalin kerja sama di sektor tersebut, Indonesia terbuka untuk berdiskusi.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada kaitannya mineral kritis dengan perang tarif ini. Bahwa kemudian ada komunikasi bilateral mereka butuh mineral kritis kita, kami terbuka. Kami sangat terbuka dan senang,” ucapnya.
Kebijakan tarif resiprokal diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025, yang menetapkan tarif hingga 32 persen terhadap produk-produk dari Indonesia. Negara ASEAN lain juga terdampak, antara lain Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Malaysia 24 persen, Kamboja 49 persen, Thailand 36 persen, dan Vietnam 46 persen.
Namun pada 9 April 2025 waktu setempat, Presiden Trump mengumumkan penundaan selama 90 hari terhadap pemberlakuan tarif tersebut bagi sebagian negara mitra dagang. Meski demikian, tarif tinggi tetap dikenakan kepada China. Negara-negara lain yang semula dijadwalkan mendapat tarif lebih tinggi, sementara ini hanya akan dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen, khususnya untuk produk baja, aluminium, dan mobil.
ADVERTISEMENT