Bakal Kena Pungutan-Moratorium, Ekspor Kelapa RI Tembus 431 Juta Kg Selama 2024

10 Mei 2025 14:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani memperlihatkan buah kelapa yang baru dipanen di Desa Leungah, Aceh Besar, Aceh, Kamis (24/4/2025). Foto: Irwansyah Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petani memperlihatkan buah kelapa yang baru dipanen di Desa Leungah, Aceh Besar, Aceh, Kamis (24/4/2025). Foto: Irwansyah Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pemerintah akan segera menentukan kepastian moratorium ekspor kelapa bulat hingga pengenaan pungutan ekspor. Ini buntut dari kelangkaan yang membuat harganya melejit di pasaran.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diterima kumparan, Indonesia mengekspor kelapa sebanyak 431,91 juta kilogram (kg) sepanjang tahun 2024, dengan nilai ekspor USD 113,5 juta.
Negara tujuan ekspor kelapa Indonesia terbesar yakni China, dengan total 392,5 juta kg dengan nilai USD 102,5 juta. Kemudian diikuti oleh Vietnam sebanyak 31,3 juta kg, Thailand 3,9 juta kg, Malaysia 3,8 juta kg, dan Republik Macedonia sebesar 81 ribu kg, serta 180,1 ribu kg ke negara lainnya.
Sementara itu, selama kuartal I 2025, Indonesia mengekspor kelapa sebanyak 109,9 juta kg, dengan negara tujuan terbesar tetap China senilai 103,6 juta kg dan kedua adalah Vietnam sebesar 2 juta kg.

Pemerintah Sambut Usulan Pungutan dan Moratorium Ekspor Kelapa

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan akan mulai membahas kebijakan pungutan ekspor kelapa bulat paling lambat pekan ini.
ADVERTISEMENT
Budi menyebutkan, selain pungutan ekspor, Kemendag juga mengusulkan agar diberlakukan penghentian izin sementara alias moratorium untuk ekspor kelapa.
“Kami minggu ini atau besok rapat, jadi kami usulkan ada pungutan ekspor, pungutan ekspor (kelapa bulat) kita usulkan,” kata Budi dalam konferensi pers di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis (8/5).
Seruan moratorium dan pungutan ekspor kelapa bulat juga disampaikan Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI). Ketua Harian HIPKI, Rudy Handiwidjaja, mengatakan keran ekspor yang dibuka terlalu lebar membuat pengolahan kelapa bulat di Indonesia tidak memberikan nilai tambah yang besar bagi industri.
Rudy menyarankan agar pemerintah memberlakukan pajak ekspor terhadap komoditas kelapa bulat, minimal 50 persen. Pungutan tersebut bisa dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
ADVERTISEMENT
"Bisa nanti jadi digunakan lagi untuk kesejahteraan petani, dikembalikan lagi kepada instrumen perkebunan, misalnya pemilihan bibit, kemudian pemupukan," tuturnya.
Rudy mengungkapkan, harga kelapa bulat terus meroket setidaknya sejak pertengahan tahun 2024. Kini harganya sudah menembus Rp 25.000-30.000 per butir, dari kondisi normal Rp 8.000-10.000 per butir.
Dia pun menyinggung ekspor kelapa bulat dari Indonesia masih bisa dilakukan dengan bebas tanpa adanya kuota bahkan pajak ekspor. Hal ini kemudian, menurut Rudy, membuat pasokan kelapa bulat mayoritas lari ke luar negeri.
Dengan demikian, HIPKI menyarankan agar pemerintah memberlakukan moratorium ekspor kelapa bulat setidaknya 6 bulan, jika lebih baik bisa diperpanjang atau bahkan dilarang secara permanen karena berdampak positif bagi industri pengolahan dalam negeri.
ADVERTISEMENT
"Kami usulkan moratorium kelapa agar tidak di ekspor selama 6 bulan. Kenapa 6 bulan? Karena di kebun-kebun kelapa banyak yang dipaksa dipetik, jadi belum benar-benar tua sehingga akan mempengaruhi pada siklus panen berikutnya," ujar Rudy.