Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) memulai keseriusannya untuk mengakuisisi PT Bank Permata Tbk (BNLI). Bahkan pada pekan ini, bank pelat merah tersebut akan memulai negosiasi harga Bank Permata.
ADVERTISEMENT
Saat ini proses akuisisi telah sampai pada tahapan due diligence (uji tuntas) dengan seluruh pemegang saham Bank Permata, termasuk Standard Chartered Bank dan PT Astra International Tbk (ASII) yang memiliki masing-masing 44,56 persen saham di Bank Permata. Sementara sisanya 10,88 persen merupakan saham publik.
Rencana Pelepasan Saham Sejak 2015
Rencana pelepasan saham Standard Chartered di Bank Permata sebenarnya telah dimulai sejak 2015. Kala itu, sudah terlihat penurunan kinerja Bank Permata.
Pada 2015, laba perseroan anjlok 84 persen menjadi Rp 247 miliar, dari tahun sebelumnya Rp 1,59 triliun. Sementara di 2016 Bank Permata mencatatkan rugi Rp 6,48 triliun.
Namun sayangnya pihak Standard Chartered saat itu masih membantah kabar divestasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Kinerja Standard Chartered Group terbebani terkait operasi di India, Korea Selatan, Uni Emirat Arab, dan Indonesia. Keempat negara tersebut membebani biaya hingga 21 persen, namun hanya berkontribusi 13 persen terhadap laba.
Pada Februari 2019, CEO Standard Chartered Bank Group Bill Winters buka suara terkait pelepasan saham. Dalam sebuah wawancara dengan Financial Times (FT), Winters mengatakan rencana penjualan saham Bank Permata akan membebaskan modal perseroan untuk kembali kepada investor, melalui kemungkinan pembelian kembali saham (buyback) dan pendapatan dividen yang lebih tinggi yakni naik dua kali lipat pada 2021 dari level saat ini sekitar 20 sen.
"Kami sudah memiliki anggaran investasi yang sehat untuk dimasukkan ke dalam rencana perusahaan. Dengan demikian, penambahan modal harus tersedia untuk pembelian kembali dalam jangka waktu yang relatif singkat," katanya kepada Financial Times.
ADVERTISEMENT
Rencana Akuisisi di Maret 2019
Rencana Bank Mandiri untuk akuisisi bank dilontarkan Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo pada Januari 2019 dalam paparan kinerja. Saat itu, pria yang akrab disapa Tiko tersebut mengungkapkan akan mengakuisisi perbankan yang fokus pada penyaluran kredit segmen kelas menengah tahun ini. Untuk merealisasikan itu, perusahaan telah menyiapkan dana hingga Rp 30 triliun.
Dana itu berasal dari modal inti perusahaan. Modal inti Bank Mandiri pun tengah berlebihan sampai 20 persen.
Namun Tiko belum mempunyai calon bank yang hendak dibeli. Sebab, rencana membeli bank baru itu belum masuk Rencana Bisnis Bank (RBB) Mandiri 2019.
Baru lah pada awal Maret 2019 Bank Mandiri membuka suara akan mencaplok saham Bank Permata.
ADVERTISEMENT
Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk mencaplok saham Bank Permata pascapernyataan pemegang saham yang sedang bersiap untuk angkat kaki.
“Ya kalau cocok, apa saja bisa, yang penting cakep dan murah. Mungkin Permata disinggung-singgung karena Standard Chartered mau menjual, tapi poinnya adalah kami sudah menyampaikan lebih dahulu bahwa kami akan mencari sejak paparan kinerja akhir tahun 2018,” katanya saat paparan kinerja Bank Mandiri, Senin (4/3).
Bank Permata Akan Dimerger dengan Anak Usaha Mandiri
Jika proses akuisisi berlanjut, Tiko memastikan bahwa Bank Mandiri akan melebur (merger) Bank Permata dengan salah satu anak perusahaannya. Sebab, saat ini perusahaan dengan kode saham BMRI itu telah memiliki dua entitas anak usaha yang bergerak di jasa perbankan, yakni PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank Mandiri Taspen (Bank Mantap)
ADVERTISEMENT
"Kami tidak mungkin punya anak usaha bank tiga, kalau pun dikasih kelonggaran. Jadi kami harus merger salah satu, tapi ke mana belum tahu. Itu masih omongan dua tiga tahun ke depan, masih jauh," jelasnya.
Restu OJK dan BUMN
Tiko menuturkan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemegang saham dalam proses akuisisi. Meski demikian, bank pelat merah itu belum memperoleh izin resmi dari dua pihak tersebut.
"Tapi kalau resmi memberikan izin belum, karena resminya setelah deal jalan. Tapi sounding soft sudah, dan mereka oke. Tapi okenya subject to negotiation kami," jelasnya.