Bankir: Potensi Kredit Macet Tetap Ada, Meski UMKM Direstrukturisasi

13 Oktober 2020 18:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi potensi kredit macet akibat dampak pandemi COVID-19. Foto: REUTERS/Beawiharta
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi potensi kredit macet akibat dampak pandemi COVID-19. Foto: REUTERS/Beawiharta
ADVERTISEMENT
Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) menyatakan masih ada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM yang berpotensi mengalami kredit macet, meski otoritas terkait sudah melakukan kebijakan restrukturisasi kredit.
ADVERTISEMENT
"Pada kenyataannya pasca restrukturisasi, nasabah yang kemudian sudah komitmen, mereka tetap belum bisa recovery (pulih) dari usahanya," kata Ketua Umum Perbarindo, Joko Suyanto, dalam seminar virtual 'Potret Lembaga Pembiayaan Mikro di Masa Pandemi COVID-19: Mitigasi dan Adaptasi', Jakarta, Selasa (13/10).
Joko seperti dilansir Antara, mengakui kondisi pandemi COVID-19 ini telah menyebabkan adanya penurunan pendapatan dan permintaan dari masyarakat sehingga mempengaruhi neraca keuangan pelaku UMKM.
Situasi yang sulit ini, tambah Joko, juga dialami oleh BPR maupun BPR syariah, karena banyak pelaku usaha yang belum mampu pulih dalam waktu cepat.
Presiden Joko Widodo (tengah) berpidato di depan para pedagang kecil yang terdampak COVID-19 di halaman tengah Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (21/7). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
"Meski restrukturisasi kita lakukan sebagai adaptasi kepada capacity terhadap nasabah, namun mereka belum pulih dari usahanya, akibatnya terdapat penundaan pembayaran," katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, BPR serta BPR Syariah akan mengalami penurunan pertumbuhan kredit serta penambahan NPL, karena debitur mengalami penurunan kemampuan dalam membayar pinjaman.
"Sementara itu, penangguhan pembayaran kewajiban debitur karena adanya restrukturisasi akan mempengaruhi likuiditas BPR maupun BPRS," kata Joko.
Selain itu, rasio kecukupan modal (CAR) menurun akibat berkurangnya laba yang diikuti dengan pendapatan bunga yang ikut menurun. Padahal, pada saat yang sama, biaya operasional bank meningkat karena adanya ongkos penerapan protokol COVID-19.