Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Belajar dari Kasus Bupati Meranti, Bolehkah Pemda Gadai Aset ke Bank?
15 April 2023 17:41 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Plt Bupati Kepulauan Meranti, Asmar, mengatakan pinjaman yang baru dicairkan oleh pihak bank sebesar 59 persen atau sekitar Rp 59 miliar. Akibat hal tersebut, pihak Pemkab harus membayar cicilan Rp 3,4 miliar setiap bulan.
"Iya benar, saya juga baru tahu kantor Bupati Meranti beserta aset bangunan dijadikan jaminan pinjaman ke bank," kata Plt Bupati Kepulauan Meranti, Asmar, kepada kumparan, Jumat (14/4).
Bolehkah Pemda Gadai Aset ke Bank?
Ekonom Universitas Bina Nusantara (Binus), Doddy Ariefianto, menuturkan pada dasarnya pemerintah bisa menggadaikan aset sebagai agunan untuk mendapatkan pinjaman. Meski begitu, kasus tersebut tidak lazim disetujui oleh pihak bank.
"Tidak semua bank mau karena mereka tahu sekarang pimpinan daerah cuma 5 tahun, berganti-ganti, dengan enaknya menggadaikan kayak begitu bank juga takut. Iya oke sekarang pemimpin sah, tapi dalam waktu 2-3 tahun lagi putus (tidak menjabat)," jelasnya kepada kumparan, Sabtu (15/4).
ADVERTISEMENT
Menurut dia, kasus seperti ini sangat kompleks karena yang menjadi masalah adalah penyalahgunaan wewenang. Dengan demikian, harus dipastikan kembali apakah ada pelanggaran dalam peraturan perundang-undangan atau peraturan di daerah yang bersangkutan.
"Menurut saya sih enggak etis ya, untuk menggadaikan (aset pemerintah). Saya juga terus terang jawabannya boleh apa tidak itu harus dilihat kepada UU Pemerintahan Daerah, biasanya tiap kabupaten punya dalam statutanya ada hak dan tanggung jawab masing-masing pemimpin daerah," sambung Doddy.
Selain itu, lanjut Doddy, perlu dipastikan pula apakah kantor Pemkab Meranti tersebut dari awal pembangunannya sudah dibiayai perbankan sehingga menjadi agunan, atau ketika sudah jadi baru diagunkan.
"Misal bangun stadion jadi agunan itu sudah biasa, dengan sendirinya barang yang dibiayai kredit adalah agunan. Tapi kalau kita bicara barang lain, misal stadion nilainya dipandang tidak cukup lalu bank minta tambahan agunan lalu mengagunkan kantor Bupati, saya tidak tahu," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin, menjelaskan bahwa perbankan bisa menerima agunan berwujud, baik pribadi maupun korporasi, kepada peminjam (debitur). Namun, hal ini dilakukan sesuai dengan sejumlah ketentuan dan persyaratan.
"Bank kan prinsipnya ada nasabah yang mengajukan, entah pribadi atau korproasi, ada jaminan yang dijaminkan berupa aset tanah, bangunan, rumah, tidak bergerak dan lain sebagainya itu selagi semuanya sesuai secara hukum, sah secara hukum itu bisa-bisa saja. Selagi ada bukti kepemilikan dan suart-surat lengkap secara hukum bisa dijadikan jaminan itu seharusnya tidak ada masalah," kata Amin.
Menurut dia, pengelolaan aset daerah juga merupakan hal positif, selama dana kelolaan tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat. Bahkan, sejumlah pemda pun kreatif dan memiliki beragam inovasi agar aset daerahnya bisa dimanfaatkan. Amin menjelaskan, jika ada permasalah yang muncul dari pemanfaatan aset, hal itu karena digunakan untuk kepentingan pribadi.
ADVERTISEMENT
"Enggak masalah kapitalisasi aset saya rasa banyak ya beberapa daerah yang kemudian pemimpin daerahnya kreatif, dia bisa melakukan inovasi dan itu menguntungkan daerahnya, ya kenapa tidak. Kalau dikaitkan dengan bank ya kembali lagi bank sudah jelas aturannya sangat rigid dan pasti itu sudah dilaksanakan dengan sangat hati-hati, pruden," pungkasnya.
***
kumparan bagi-bagi berkah senilai jutaan rupiah. Jangan lewatkan beragam program spesial lainnya. Kunjungi media sosial kumparan untuk tahu informasi lengkap seputar program Ramadhan! #BerkahBersama