Belanja Online Melesat, Begini Ramalan Bank Dunia soal Nasib Toko Offline di RI

29 Juli 2021 19:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pengunjung berbelanja di Supermarket Giant Ekspres Mampang Prapatan, Jakarta, Minggu (23/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pengunjung berbelanja di Supermarket Giant Ekspres Mampang Prapatan, Jakarta, Minggu (23/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Belanja online melesat terkondisikan oleh pandemi COVID-19, yang memaksa masyarakat mengurangi interaksi langsung. Bank Dunia pun merilis proyeksi nasib toko offline di tengah lonjakan transaksi di platform e-commerce.
ADVERTISEMENT
Ekonom Senior Bank Dunia, Sailesh Tiwari, memproyeksikan aktivitas belanja online belum akan menggantikan sepenuhnya kegiatan belanja langsung di toko-toko Indonesia, meski pandemi COVID-19 mendorong peningkatan belanja secara digital.
"Berdasarkan data yang ada saat ini, saya rasa belum ke arah menggeser belanja langsung di toko. Bahkan di negara-negara lain yang aktivitas perdagangan online-nya lebih tinggi dari Indonesia, yang terjadi tidak seperti itu," kata Tiwari di Jakarta, Kamis (29/7).
Sebelumnya Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengungkapkan lonjakan transaksi di e-commerce sepanjang semester I 2021. Menurutnya, transaksi online itu tumbuh pesat sebesar 63,4 persen secara year on year.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Foto: Dok. Departemen Komunikasi Bank Indonesia.
"Total nilai transaksinya mencapai Rp 186,7 triliun. Sedangkan di sepanjang 2021, BI memproyeksi pertumbuhan transaksi e-commerce akan meningkat 48,4 persen atau senilai Rp 395 triliun," kata Perry Warjiyo.
ADVERTISEMENT
Meski pertumbuhannya fantastis, namun Bank Dunia menilai belanja online di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala. Antara lain kepercayaan masyarakat di sejumlah daerah yang masih rendah terhadap transaksi online, hambatan logistik, jaringan internet yang belum stabil, dan keterampilan penggunaan internet yang minim.
Oleh karena itu, ia pun mendorong pemerintah untuk terus mengupayakan pelaku usaha, terutama yang berskala usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk memanfaatkan teknologi digital. Pemerintah perlu memberikan pelatihan agar para pedagang memiliki keterampilan memanfaatkan platform perdagangan digital.
Belanja online saat new normal. Foto: Shutterstock
"Keterampilan ini penting sekali, karena bahkan di antara mereka yang sudah berada di pasar online, yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pendapatan lebih tinggi. Jadi ada kesenjangan juga di antara mereka yang sudah berada di platform belanja online," katanya.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia menekankan agar ada upaya untuk membuat teknologi digital yang dapat digunakan oleh semua orang di Indonesia agar pertumbuhannya bersifat inklusif.
Saat ini, pemanfaatan teknologi digital bertumbuh cepat di Indonesia, dengan intensitas penggunaan lebih tinggi dibandingkan negara di kawasan yang sama. Namun, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah untuk membuat adopsi teknologi digital lebih merata.
"Masih ada tantangan yang dihadapi, sebagaimana di wilayah yang lain juga, terkait dengan perkembangan bandwith ponsel dan bagaimana yang digunakan masih yang rendah. Ini yang dibahas, bagaimana kita mengelola infrastruktur untuk mendorong lebih banyak masyarakat yang belum bisa akses internet," kata ekonom senior Bank Dunia itu.